Bab 32

4.9K 316 28
                                    

Halooo... 

Hihi maaf ya aku baru muncul lagi. Entah kenapa jadwalku kian padat akhir2 ini, juga aku lg byk mencuri waktu untuk memyenangkan diriku.

Jadi aku baru nulis lagi hehe..

So, enjoyed!

.
.
.

Nathan

Tak ada yang kulakukan selain duduk tenang di dalam mobil sambil mengitari pemandangan di depanku.

Sebuah toko besar oleh-oleh yang dimaksud Milly berada di jalan Kemuning itu begitu ramai dipenuhi pengunjung. Bahkan, saat baru tiba aku butuh beberapa menit untuk menunggu salah satu mobil pengunjung keluar dari area parkir karena tak ada satupun space buatku untuk memarkirkan mobil.

Aku tak heran sih. Memang toko tersebut sudah terkenal cukup lama. Toko itu menyediakan hampir semua menu oleh-oleh yang dicari para pengunjung yang bertandang ke Bandung. Oleh-oleh yang tersedia banyak varias. Hampir terbilang lengkap. Rasanya juga terkenal enak.

Dari dalam mobil aku terdiam memantau ornag-orang berlalu lalang, sembari aku menunggu El, Milly dan Lyana yang sudah sedari tadi didalam untuk membeli oleh-oleh. Aku memutuskan untuk tidak ikut. Sudah bisa aku pastikan kalau didalam sana aku hanya akan berdiam diri sambil menemani orang-orang itu dan berdesakan.

Membayangkannya saja kepalaku mendadak pening. Jadi, memutuskan untuk didalam mobil adalah keputusan yang tepat.

Tapi aku bosan juga duduk berlama-lama disini, jadi tanganku mulai bergerak untuk menekan beberapa tombol radio di dashboard. Suara serak dari penyiar radio menyeruak, membicarakan tentang ruas kemacetan di beberapa titik kota Bandung. Berita tersebut cukup membantuku yang kini mencari jalan alternatif tercepat untuk sampai ke pintu tol Bandung-Jakarta melalui ponsel. 

Kata penyiar itu benar, garis merah menggelap mulai memenuhi beberapa ruas jalan menuju pintu tol. Hanya ada dua ruas jalan yang bisa kulalui dan aku harus segera melaluinya sebelum tengah hari. Alasan utamanya adalah akhir pekan, pengunjung domestik mulai berdatangan untuk mengisi akhir waktu pekan mereka. Buru-buru aku mengirim pesan pada El agar mereka segera bergerak cepat. 

Dan tidak butuh waktu berapa lama, Lyana muncul dari pintu toko dan buru-buru melangkah menuju mobil dan membuka pintu depan dan duduk bersisian denganku.

Sejenak aku terkesiap melihatnya, cukup lama, karena awalnya yang duduk disampingku itu El.

Bukan peri cantik.

"Om lihat--Lyana habis beli ini. Kita makan sama-sama ya Om."

Gadis yang mengenakan kaos kebesaran berwarna hijau itu mengeluarkan sesuatu dari paperbag berlogo nama toko tersebut, satu bungkus besar berisi cemilan rambut nenek berwarna merah muda Lyana buka dengan cepat lalu potongan pertama ia memberikan padaku.

"Cobain Om, enak banget."

Sebenarnya aku bisa saja menolak pemberian Lyana. Rambut nenek bukanlah makanan yang aku suka. Terlalu manis. Dan terkadang serambut permen itu suka nyangkut disela gigiku. Juga menusuk tenggorokanku.

Namun karena Lyana yang memberikannya, aku merasa sungkan untuk menolak, jadi aku mengambil permen itu dan langsung menggigit kemudian melahapnya dengan ceapt. Sungguh. Terlalu manis. Aku tidak terlalu begitu suka.

Tapi aku berusaha berpura-pura suka demi peri kecilku.

Setelah buru-buru menghabiskan permen itu aku mengakhirinya dengan seulas senyum cerah layaknya cuaca saat ini. Tidak ada tanggapan dari gadis kecilku selain menatapku dengan lamat.

Hi, OM NATHAN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang