Lyana tidak mampu untuk tidak memikirkan Nathan sepanjang waktu.
Hari demi hari. Pagi, siang dan malam. Rasanya seakan dirinya diterbangkan tinggi oleh bongkahan kapas yang lembut walau hanya memikirkan Nathan saja.
Lyana begitu mencintai Nathan sedalam ini.
Meski ia harus menjalani pacaran jarak jauh. Alias LDR. Begitu kata teman-temannya.
Selama mereka tidak bertemu, Lyana terus mengirimkan pesan singkat kepada Nathan. Lyana juga lebih dulu yang menelepon Nathan, bahkan video call di jam tertentu.
Walau sebenarnya Lyana ingin terus menghubungi Nathan sepanjang waktunya. Karena kehalang Lyana sekolah dan Nathan bekerja, Lyana hanya bisa berinteraksi di jam istirahat atau setelah Nathan bekerja.
Namun Lyana tetap senang Nathan selalu membalas pesannya cepat dan tak telat merespon telepon Lyana.
"Menurutmu aku harus mengirim pesan apalagi agar Om Nathan membalas pesanku?"
Sammy dan Fanya mendongak, menatap Lyana yang sibuk sendirian menatap ponselnya dengan raut bingung. Sesekali jemarinya bermain di layar. Lalu Lyana mendengus.
Mereka sedang berada di kantin karena jam istirahat sedang berlangsung. Belum lama ini mereka baru saja mengikuti pelajaran yang membuat perut mulas dan kepala pusing tujuh keliling.
Apalagi kalau bukan Matematika?
"Coba tanya "Ayang Mbeb sudah makan apa beyum?" Seperti itu." Sammy mengucapkannya dengan nada menggelikan. Sampai Fanya harus menghentikan makan Mie Ayamnya agar nggak memuntahkan makanannya.
"Sudah Sammy!" Seru Lyana. "Tapi aku nggak sampai berlebihan seperti itu. Coba bantu aku cari topik yang lain agar aku bisa terus memberikan pesan pada Om Nathan." Tambahnya. Lyana juga geli mendengar ucapan Sammy yang berlebihan itu.
Padahal Lyana bisa jauh lebih dari itu tanpa ia sadari.
" Lagian Om Nathan juga nggak mau aku memanggilnya dengan sebutan "Bee", atau "Baby", atau "Honey". Padahal kan romantis banget kalau aku dan Om Nathan memanggil dengan panggilan semanis itu. Aku iri sama orang-orang yang bisa memanggil pacarnya dengan "Bee" atau "Baby" atau "Honey". Aku iri. Iri!" Bibir Lyana berubah mengerucut. Lalu ia meletakan ponselnya asal ke atas meja dan melanjutkan makan siangnya yang tertunda. Menu makan siangnya adalah Nasi Ayam Mba Anna. Kesukaannya.
Sedangkan Sammy dan Fanya menatap Lyana sejenak.
Benarkan Lyana berlebihan tampa ia sadari?
"Aku lebih suka mendengar kamu memanggilnya "Om Nathan" ketimbang panggilan yang kamu sebutkan tadi." Fanya menginterupsi. Benaknya membenarkan keputusan Nathan untuk menolak permintaan aneh Lyana itu.
"Iya. Om Nathan sudah dewasa Lyn. Sudah nggak pantas dipanggil kayak gitu." Sammy mengangguk setuju. Padahal sebelumnya Sammy sendiri yang menyarankan memanggil Nathan "Ayang mbeb".
"Maaf kalau kata-kataku agak kasar, tapi dengarkan aku Lyn! Bagiku, kamu dan Om Nathan bukanlah sepasang kekasih pada umumnya yang selalu kutemukan di Mall, Bisokop, Salon atau di Resto terkenal. Kalian itu unik lho! Kamu yang kekanak-kanakan dan Om Nathan yang terlihat begitu dewasa. Begitu mengayomi. Kayak Sugar Daddy sama Sugar Baby yang kutonton di film romantis." Jelas Sammy panjang lebar. Sampai beberapa kali Lyana mengelap tangannya menghunakan tisu karena terkena muncrat Sammy.
"Sugar Daddy dan Sugar Baby?! Maksudnya gimana Sam?" Lyana mulai mengunyah makanannya lagi.
Sammy menerawang langit sesaat. "Mungkin umur kalian berbeda jauh. Tapi kalian terlihat cocok. Dalam arti baik ya. Kalian tuh kayak punya chemistry yang sulit dipisahkan. Ibarat Romeo dan Juliet. Atau Jack dan Rose."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, OM NATHAN!
RomanceNathaniel Salim (Nathan) tidak mengerti dengan dirinya sendiri sejak Lyana Bramawan (Lyana) menginap di Rumahnya karena sang kakak meminta Nathan untuk menjaga Lyana selama ia pergi. Selama Lyana disana, Nathan fokus menjaga Lyana. Pikirannya hanya...