Aku menyusuri lorong rumah sakit. Dengan langkah pelan, mataku tak henti menatap setiap pintu yang kulewati.
Berjalan dengan perut yang sudah membesar benar-benar cukup membebaniku. Tapi tentu saja aku sangat senang sekaligus gugup. Hari ini adalah jadwal check-up kandunganku yang sudah memasuki trisemester 3—alias 7 bulan berjalan.
Akhirnya aku menghela napas lega setelah aku berhasil menemukan sebuah pintu berdasar coklat muda yang tertera label nama Dokter Spesialis Kandungan. Menemukan sebuah kursi kosong tak jauh dari pintu, perlahan aku mendudukan diriku di sana. Sebelum masuk ke ruangan, aku harus menunggu antrian terlebih dahulu.
"Iya, aku baik-baik saja kok. Kamu selesaikan pekerjaan kamu dulu aja, kalau sudah baru kamu bisa menyusul ke sinj." Ucapku di sebuah ponsel yang kutempel di telinga. Suamiku—Mas Nathan—terdengar khawatir sekaligus kesal karena ia tidak bisa menemaniku check-up hari ini. Jadwal kerjanya semakin padat setelah kami menikah.
"Aku akan segera ke sana setelah pertemuan ini selesai. Tunggu aku ya sayang! Jangan ke mana-mana sebelum aku datang."
Aku hanya menjawab iya lalu mematikan ponselku segera karena antrianku akan dipanggil sebentar lagi.
"Ibu Lyana Brawaman!"
Perlahan aku bangkit dan melangkah menuju pintu, dibantu Suster cantik memapahku berjalan memasuki ruangan.
Sebelum berhasil mencapai pintu, tas tentenganku sempat-sempatnya terjatuh.
Seseorang membantuku mengambilkan tasku, namun bukan Suster cantik yang membantuku, melainkan seorang wanita cantik sambil menggendong bayi di dalam dekapannya.
Aku terpaku sesaat setelah tatapan kami bertemu beberapa saat.
"Lyana ya?"
Ia Zahra. Mantan kekasih suamiku.
*****
Teh hangat menyegarkan tenggorokanku. Cukup lama aku berkonsultasi dengan Dokter membuat tenggorkanku kering.
Aku tidak langsung pulang ke rumah. Bukan untuk menunggu Mas Nathan. Aku justru memintanya untuk tidak perlu menyusulku ke rumah sakit.
Melainkan aku terduduk di sebuah kantin kecil di rumah sakit. Aku tidak sendirian di sini, aku kini bersama Zahra yang tengah menyusui anaknya menggunakan botol.
"Usianya sudah berapa minggu?"
"Oh--Ini, sudah 7 bulan." Ucapku sambil mengelus perut besarku. Sejenak aku tersenyum karena aku merasakan tendangan di perutku.
Akhir-akhir ini jagoanku suka menendang perut.
"Nggak kerasa ya sebentar lagi mau lahiran." Balasnya sambil tersenyum. "Pasti kamu exited banget."
Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Aku jadi ingat saat kandunganku juga sedang diusia 7 bulan, aku mulai sibuk cari-cari baju sampai aku mengincar baju kostum lucu gitu. Tapi pas Canai lahir, bajunya kurang muat ternyata. Kekecilan. Aku nggak nyangka menjelang Canai lahir, bobot dan panjangnya malah bertambah."
Canai adalah nama anak perempuan Zahra. Terdengar lucu dan unik disaat Zahra menyebutkan nama anaknya.
Sempat Zahra menunjukan Canai padaku. Aku tak kuasa untuk tersenyum karena melihat anak perempuannya tampak manis nan ayu. Bisa kuprediksi kalau Canai akan tumbuh menjadi anak yang anggun.
Tapi entahlah, aku sendiri bingung kenapa aku bisa menilai anaknya seperti itu. Tapi kuharap anaknya akan tumbuh dengan baik dan sehat.
"Mas Nathan juga sudah sibuk memilih pakaian bayi melalui e-commerse. Dia yang paling heboh memilih ketimbang aku. Bahkan Mas Nathan sudah memiliki pilihan pakaian untuk anak berumur diatas 5 tahun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, OM NATHAN!
RomansaNathaniel Salim (Nathan) tidak mengerti dengan dirinya sendiri sejak Lyana Bramawan (Lyana) menginap di Rumahnya karena sang kakak meminta Nathan untuk menjaga Lyana selama ia pergi. Selama Lyana disana, Nathan fokus menjaga Lyana. Pikirannya hanya...