Aku bersyukur El sudah tidur lebih dulu. Jadi aku bisa keluar dari ruangan El dan bergegas turun ke bawah menuju dapur.
Mula-mula aku membuka lemari es, melihat apa ada sesuatu yang bisa kumakan atau kuminum. Sejak aku kebanyakan minum tadi perutku mendadak nggak enak. Apalagi aku nggak menghabiskan makan malamku.
Minimal perutku terisi sesuatu, jadi jika sewaktu-waktu aku muntah aku akan merasa aman karena ada sesuatu yang keluar dari perutku.
Karena bagiku, rasanya akan jauh lebih sakit jika aku hanya memuntahkan angin kosong ketimbang aku memuntahkan semua makanan di dalam perutku.
Ada beberapa butir telur di rak aku keluarkan, kemudian aku juga mengambil setangkai daun bawang dan 2 buah cabai sebagai pengisi telur dadarku nanti.
"Om lagi ngapain?"
Aku berjingit kaget melihat Lyana ternyata ada di belakangku. Beruntung aku tidak memecahkan telur sangking kagetnya.
"Kamu mengagetkanku." Aku berdengus sambil mengelus dadaku yang berdetak kencang. Seakan seperti Pencuri yang baru saja ketahuan.
Lyana hanya cekikikan melihatku, aku kesal. Namun hanya sesaat saja karena Lyana kinj memperhatikanku meletakan telur ke dalam wadah, bersamaan dengan daun bawang dan cabai.
"Om mau masak? Masak apa?" Tanyanya.
"Aku mau masak telur dadar," Balasku sambil melirik jam dinding sekilas di ruang tengah. Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam. Biasanya jam segini Lyana pasti sudah tidur lebih dulu. Tapi kini gadis itu masih terlihat siaga di sampingku.
"Kamu kok belum tidur?"
"Niatnya aku mau mengambil air. Aku lihat ada Om lagi buka kulkas. Yasudah Lyana samperin Om." Jawabnya santai.
Aku mengangguk mengerti. Lalu aku kembali dengan kegiatanku mengiris daun bawang dan cabai, lalu mencampurkannya ke telur dan mengocoknya menggunakan garpu.
"Om masih lapar? Mau Lyana yang masakin?" Lyana menawarkan diri, aku menggeleng pelan.
"Nggak usah. Kamu tidur saja. Sudah malam." Tolakku sehalus mungkin. Namun hal itu tidak berhasil karena gadisku masih setia berdiri.
"Lyana bisa masakin telur dadar buat Om kok." Lyana membujukku dengan raut sedih, seakan akan aku nggak percaya kalau dia bisa masak.
Maksudku bukan begitu. Selagi aku bisa melakukannya sendiri, aku nggak perlu minta bantuan orang lain.
"Nggak apa apa sayang. Aku bisa masak sendiri." Aku menjawabnya sambil mengusap kepalanya sekilas.
Dengan telaten aku membersihkan teflon dan melumurinya sedikit minyak kemudian menyalakan kompor dengan api kecil. Perlahan kutuangkan telur tersebut setelah teflon menguap panas.
"Om akan memakannya sendiri?"
"Kamu mau?" Tawaranku langsung diangguki Lyana. Dia tersenyum senang.
"Mau."
Beberapa saat kami menunggu akhirnya telur dadar jadi, kemudian aku meletakannya ke atas piring dan langsung kami melahapnya bersama.
"Wah telur buatan Om enak banget. Nanti ajarin Lyana masakin telur dadar ya Om." Puji Lyana dengan seulas senyum. Seperti biasa.
"Ini cuma telur dadar biasa. Kamu tinggal pecahkan telur, tambahkan daun bawang, cabai, sedikit garam, lalu kamu goreng." Balasku cukup panjang lebar.
"Tapi beneran enak lho Om. Kalau Om nggak mau ajarin Lyana, kayaknya Om harus masakin lagi. Sudah habis." Lyana cekikikan lalu buru-buru melahap sisa telur dengan potongan besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, OM NATHAN!
RomanceNathaniel Salim (Nathan) tidak mengerti dengan dirinya sendiri sejak Lyana Bramawan (Lyana) menginap di Rumahnya karena sang kakak meminta Nathan untuk menjaga Lyana selama ia pergi. Selama Lyana disana, Nathan fokus menjaga Lyana. Pikirannya hanya...