Nathan
"Terima kasih sudah mau mengantar kami ke sini."
Aku hanya terdiam sambil menghela napas ku. Untuk kesian kalinya.
Namun aku cukup merasa lega. Lega karena aku tidak perlu lagi tenggelam dalam keheningan yang sangat amat tidak kusukai.
Bagaimana tidak, aku seperti seorang sopir yang mengantar 2 wanita hedon ke suatu tempat. Aku hanya duduk diam di kursi kemudi dengan kedua tangan ku yang bergerak memutar roda stir ke kanan dan ke kiri.
Sesekali aku hanya berdeham, atau berusaha keras untuk menyunggingkan senyuman sebisa ku. Apalagi disaat salah satu wanita berkemeja kuning duduk di kursi belakang, tak henti mengoceh membicarakan apapun. Entah menilai cuaca hari ini, atau membicarakan seseorang dengan keburukan yang ia nilai di satu sisi.
Tak sampai disitu, tatapan delik dengan senyuman genit yang sengaja ia tunjukan padaku melalui kaca spion seketika membuat mood ku rusak.
Tapi sekarang itu sudah berlalu. Aku tidak akan mendengar ocehan nya lagi.
Dan kuharap aku tidak akan bertemu dengan wanita itu.
Termasuk temannya ini.
Sejak awal aku bertemu dengan mereka berdua, benak ku langsung berdoa supaya pertemuan ini segera berakhir.
Tapi disaat aku memberhentikan mobil ku di sebuah Gedung elit ternama yang tampak ramai dengan beberapa Banner yang terpasang di Beranda Gedung aku terpaku sejenak sambil melirik ID Card yang menggantung di leher wanita berkemeja kuning.
Rupanya mereka Agen.
Aku langsung berencana untuk segera pergi dari sini. Namun salah satu tim ku melihat ku dan menyapa ku.
"Bukankah mereka tim Developer? Apakah tadi mereka memanggilmu?" Ucap wanita berkemeja kuning itu dengan satu tangannya yang menunjuk padaku lalu pindah ke arah tim ku.
"Mereka timku." Balasku sekenanya dengan wajah masam.
"Sungguh? Jadi kamu Marketing in-house juga? Atau jangan-jangan kamu Agen Properti? Agen Properti mana? Aku jarang melihat mu kalau ada acara Product Knowledge."
Temannya menoleh dan menyenggolkan sikunya, hingga wanita berkemeja kuning itu spontan membungkam mulut.
"Jaga sikapmu. Dia ini Nathaniel Salim. Pendiri Developer Bojongloa Residence." Terang wanita itu membuat temannya menganga tak percaya.
"Serius? Wah, aku benar-benar nggak tahu kamu. Maafkan aku,"
"Jadi," wanita itu beralih menatap ku lagi.
"Bagaimana kabar orang tuamu? Apa mereka baik-baik saja?"
"Wah--Zahra, aku tidak menyangka kamu bisa mengenal sosok Nathaniel Salim secara dekat." Wanita itu menatap kami bergantian dengan tatapan kagum. Lalu ia berbalik menyenggol lengannya, menggoda.
Berbeda dengan ku yang memutar netra ku malas.
"Kami kenal karena pernah bergabung dalam grup pecinta sepeda." Jawabnya lagi.
"Jadi kalian benar-benar sudah kenal lama ya? Aku jadi iri." Wajah wanita berkemeja kuning itu pura-pura cemberut. Namun seketika berubah ceria seolah adaa matahari tepat di wajahnya ketika tatapan ku bertemu dengan tatapannya.
Sekali lagi aku menghela napas ku.
Ah, kurasa aku benar-benar harus pergi dari sini.
Aku hendak pamit kepada 2 wanita itu. Tapi lengan ku ditarik. Aku spontan menoleh dan tatapan ku dengan wanita yang ingin kuhindari bersinggungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, OM NATHAN!
RomansaNathaniel Salim (Nathan) tidak mengerti dengan dirinya sendiri sejak Lyana Bramawan (Lyana) menginap di Rumahnya karena sang kakak meminta Nathan untuk menjaga Lyana selama ia pergi. Selama Lyana disana, Nathan fokus menjaga Lyana. Pikirannya hanya...