Bab 21

6.2K 385 18
                                    

Nathan

Aku mulai melenggang pergi dengan tergesa-gesa setelah aku berhasil menarik diriku dari perkumpulan para Investor.

Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, meski acara telah lama usai namun beberapa tamu yang hadir belum berniat untuk pergi meninggalkan gedung.

Entah masih ingin mengobrol panjang lebar dengan topik yang sudah diluar dari ranah properti, atau masih ingin menikmati hidangan makanan dan minuman yang masih banyak tersaji. Atau mungkin masih ingin menikmati indahnya nuansa malam yang semakin terlihat kelam. 

Berbeda denganku yang sedari tadi merasa gelisah sendiri dan pikiranku hanya tertuju pada rumahku yang ditinggali seorang gadis kecil yang sedang ketakutan saat ini. 

Pesan Lyana padaku membuat mood-ku berubah total. Aku mendadak nggak fokus dalam pembicaraan hangat diantara para Investor penting. Padahal inilah kesempatanku untuk mempromosikan diri secara luas kepada mereka.

Berusaha untuk mengesampingkan pikiranku yang semeraut dan kembali mengikuti topik pembicaraan dengan para tamu, justru bayangan Lyana semakin sering berputar di dalam kepalaku.

Membayangkan gadis kecilku menangis, berusaha seorang diri melawan rasa takutnya pada kegelagapan membuat dadaku menjadi sesak.

Tak hanya itu saja, aku juga mulai merasa was-was karena aku membiarkan Ken menuju rumahku untuk melihat keadaan Lyana.

Memang aku sendiri yang meminta Ken untuk datang ke rumah. Tak ada cara lain selain aku langsung menghampiri Ken yang masih sibuk melahap sisa steak di atas piringnya yang kesekian dan memintanya untuk segera ke rumahku.

Aku tahu, seharusnya aku tidak perlu merasa was-was seperti ini. Seharusnya aku merasa aman dan berterima kasih dengan Ken karena Ken akan menjaga Lyana untukku. Tanpa perlu aku bersusah payah membujuk atau menawarkan imbalan apapun, pria berumur 30 itu langsung bergegas pergi.

Tapi rasa cemasku semakin membesar karena semua pesan yang kukirim untuk Ken tak ada satupun yang ia balas. Bahkan teleponku tak direspon Ken.

Pikiranku langsung berkelana. Membayangkan Ken menggunakan kesempatan ini untuk mendekati Lyana yang sedang ketakutan. Seolah ia datang bagaikan sosok Superhero yang siap menolong kapanpun dan dimanapun.

Tapi bagiku, aku seakan menggiring macan kelaparan ke dalam kandang menggunakan umpan lezat.

Tidak ada yang tahu Ken akan melakukan apa pada Lyana sebelum aku pulang ke rumah dan melihat sendiri jika Lyana dalam keadaan  baik-baik.

Tak mampu kubendung lagi akan perasaan kalutku memikirkan dua orang itu di rumahku, aku langsung meminta timku untuk mengambil alih dan mewakiliku menutup acara.

Segera aku keluar dari gedung dan melangkah dengan cepat. Saat aku sudah memasuki area parkir, satu tanganku ditarik oleh seseorang sehingga langkahku terhenti dan terpaksa membalikan badan untuk berhadapan dengan Zahra.

Kenapa disaat seperti ini aku harus menghadapi sesuatu hal yang tak kuinginkan? Dan kenapa nasibku harus berhadapan dengan wanita yang tengah berusaha menunjukan senyuman manisnya padaku walau aku sama sekali tak mengharapkannya?

"Nathan, aku lupa mengucapkan terima kasih karena sudah mau bertemu dan berbincang dengan para tamuku tadi."

Menghela napas singkat, aku hanya mengangguk dan kembali membalik untuk mencapai mobilku.

Tapi lagi-lagi kegiatanku terhenti karena Zahra mengikutiku dan menghalangi jalanku dengan mencondongkan tubuhnya.

Aku terkejut melihat Zahra begitu niat menghalangiku. Ditambah lenganku kembali ditarik dan ia genggam sesuka hatinya membuatku terkesiap menatapnya.

Hi, OM NATHAN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang