Bab 44

4.3K 319 36
                                    

Dari banyaknya rasa sakit yang pernah Lyana alami selama hidupnya, sakit hati adalah hal yang tidak ia sukai. 

Lyana kira ia tidak akan pernah mengalaminya, karena Lyana pikir Lyana telah jatuh cinta dengan orang yang tepat. 

Seorang pria dewasa memperlakukan Lyana dengan hati-hati dan lembut. Sama seperti sang Ayah.

Namanya akan terdengar manis di saat pria itu memanggilnya. Seperti permen kapas. Kesukaan Lyana. 

Akan terasa aman jika berada didekatnya. Aroma tubuh yang menenangkan akan selalu Lyana ingat ketika pria itu memeluknya. Rasa hangat pun ikut menyelimuti. Betapa nyamannya Lyana jika berada dipelukannya. 

Tatapan tulus akan selalu terpancar saat menatap Lyana. 

Dan begitu banyak hal-hal yang Lyana sukai di saat ia di dekat Nathan, karena Lyana begitu mencintainya. 

Semakin dalam rasa cinta itu menguasainya, tak disangka hal itu akan menimbulkan luka yang dapat membuat Lyana menangis di sebuah taman kota. 

Ternyata kata teman-teman sekolah yang pernah Lyana dengar itu benar. Sakit hati itu terasa menyiksa. Rasa sakit itu seakan menghantam dada Lyana sangat kuat, hingga Lyana sulit mengatur napasnya. Bahkan air mata belum bisa menyembuhkan rasa sakitnya.

Kepalanya terus memutar adegan yang tidak pernah ingin ia lihat sekalipun. Mengingat dirinya hanya terpaku memandangi Nathan dengan seorang wanita cantik di sebuah Apartemen.

Tak hanya itu saja yang membuat Lyana tercengang di tempat, wanita cantik yang bersama Nathan ternyata adalah wanita yang pernah Lyana temui ketika Lyana tak sengaja menumpahkan kopi beberapa waktu yang lalu. Saat itu Lyana hanya tahu bahwa wanita cantik itu adalah rekan kerja Nathan. 

Seingat Lyana, namanya Zahra.

Tak jauh dari posisinya berdiri memandangi dua orang yang hendak menuju lift, obrolan mereka terlihat mengasyikan sampai-sampai mereka tak sadar jika banyak pasang mata diam-diam ikut menyaksikan kegiatan mereka. 

Termasuk Lyana.

Ketika kehadirannya terlihat Nathan, Lyana hanya ingin berbalik dan melesat pergi begitu saja. Tak peduli panggilan Nathan dan pasang mata orang-orang di sana mulai penasaran dengan kegiatan mereka.

Yang hanya Lyana inginkan saat itu adalah pergi sejauh mungkin dan meminta sang sopir taksi untuk mempercepat lajunya. Saat dirinya sadar jika sang sopir sudah membawanya kabur ke Kota, Lyana meminta sang sopir taksi menurunkannya di sebuah taman yang tampak cukup sepi.

Dengan itu Lyana bisa mengeluarkan kesedihannya yang sedari tadi ia tahan sekuat tenaga karena ia tak mau sang sopir taksi mencemaskannya.

Dari sekian banyaknya alasan, kenapa harus Zahra yang menjadi alasan akan rasa sakit yang menyerang Lyana saat ini?

Dan kenapa Nathan harus bersama wanita cantik itu? 

Bukan Ken, atau pria lain. 

Kenapa harus Nathan?

Apa karena wanita itu Nathan tidak mengacuhkannya? 

Apa karena wanita cantik itu, Nathan lebih memilihnya ketimbang Lyana yang sudah lama menunggunya? 

Lyana sengaja datang ke Bandung untuk menemui Nathan. Mungkin dengan kehadirannya Nathan akan senang. Sekaligus menghapus praduga buruk yang sebelumnya menghantui Lyana beberapa hari ini.

Lyana mencoba untuk mengerti di posisi Nathan. Mungkin Lyana berlebihan saja selama ini.

Lalu Lyana bertemu dengan Bi Idah yang saat itu sedang membersihkan ruang tengah. Bi Idah terkejut dan memberitahu Lyana kalau pagi-pagi Nathan sudah pergi. Namun Bi Idah tidak tahu ke mana Nathan pergi.

Hi, OM NATHAN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang