Nathan
Hujan turun deras di tengah malam. Hawa dingin berkat hujan bersamaan dengan hawa dingin yang melingkupiku bercampur aduk, meningkatkan rasa gugupku yang berusaha menelan kesadaranku.
Sejenak aku mengatur napasku yang terasa kosong sesaat di paru-paruku. Dengan perasaan gelisah satu tanganku mengibaskan kerah kaosku, perlahan beberapa peluh keringat bercucuran area leher dan dahi, walau hawa dingin ingin membekukan seluruh ragaku.
Tubuhku panas karena perasaan nggak karuan, kehadiran Elkana di sini mendadak membuat suasana kamarku seperti neraka.
Seharusnya besok siang Elkana dan Milly baru akan landing dari Inggris menuju Indonesia. Karena Milly sudah merindukan anak perempuan satu-satunya, akhirnya mereka memutuskan untuk mengganti jadwal penerbangan mereka menjadi lebih awal dan langsung bertandang ke Bandung tanpa memberi kabar padaku.
Katanya, mereka ingin memberikan kejutan.
Dan kejutan mereka berhasil.
Lyana tentu sangat senang melihat Milly dan Elkana pulang. Cukup lama Milly dan Elkana memeluk Lyana untuk mengikis rasa rindu mereka di awal, kini Milly dan Lyana tertidur di ruang tengah setelah mereka menghabiskan waktu menonton film.
Sedangkan aku, justru sedang ketar-ketir dihadapan Elkana yang kini sedang menuangkan minuman wine yang kesekian kalinya. Elkana sengaja membawa oleh-oleh itu sambil menuangkan dan mengatakan "Ini adalah wine homemade terenak yang pernah gue minum. Cobalah pasti lo suka,"
Perlahan ia menuangkan minuman berwarna merah pekat itu, ke satu gelas untuknya dan gelas lainnya untukku. Kemudian ia memberikannya padaku lalu El meneguk minumannya.
Beberapa saat aku hanya menatap diam ke arah gelas wine yang sudah bertengger di satu tanganku. Sesekali aku goyangkan minuman itu. Belum berniat meneguknya karena ketakutanku masih menguasaiku.
Pikiranku gamang, bertanya-tanya; apa El tadi sempat melihatku dan Lyana di meja makan, atau dia tadi sudah melihatku dan Lyana berpelukan, atau mungkin dia melihatku mendorong Lyana agar menjauh dariku, atau apapun itu yang membuat El kini menatapku tajam setelah meneguk minumannya.
"Lo sakit?" aku langsung menggeleng. Masih terdiam menatap wine yang belum juga kuminum.
"Atau lagi banyak pikiran?" pandanganku naik lalu turun, bergantian menatap El dan minumanku dengan rasa gugup. Aku hanya bisa terdiam sambil tersenyum kecut lalu mengendikan bahu. Diam-diam menyetujui apa yang ia pikirkan tentangku.
"Ini di rumah, bukan di kantor. Kerjaan bisa lo pikirkan besok."
El menyesap minumannya lagi. Tersisa setengah gelas. Sedangkan aku masih belum mau meminumnya. Mungkin nanti setelah aku memastikan apa El melihatku bersama Lyana tadi atau tidak.
"Lyana nggak aneh-aneh 'kan selama dia tinggal di sini?" El memulai percakapan lagi lalu ia bangkit dari meja kerjaku menuju pembatas kayu. Dari sana El berdiri sambil mengamati Milly dan Lyana yang sedang tertidur. El tampak tidak khawatir memandangi mereka, melainkan ia menghela napas dan kembali menatapku.
Aku masih terduduk di tempat tidurku, satu tanganku masih sibuk menggoyangkan wine tanpa minat.
"Lo nggak perlu khawatir," aku akhirnya membuka suara, membuat El berpaling melihatku. Sejak dia datang, aku lebih banyak diam. Menjaga sikap.
"Lyana adalah gadis yang penurut dan sangat baik. Gue suka."
El melayangkan lirikan tajam membuat seluruh tubuhku langsung membeku. Sepertinya ucapanku barusan memancing kecurigaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, OM NATHAN!
RomanceNathaniel Salim (Nathan) tidak mengerti dengan dirinya sendiri sejak Lyana Bramawan (Lyana) menginap di Rumahnya karena sang kakak meminta Nathan untuk menjaga Lyana selama ia pergi. Selama Lyana disana, Nathan fokus menjaga Lyana. Pikirannya hanya...