"Kamu mau makan apa?"
Lyana meneliti barisan menu yang tertera di buku menu. Sebuah restoran jepang menjadi pilihan El dan Lyana untuk memanjakan mulut dan perut mereka.
"Pesan yang biasa aja ya? Minumnya Teh Ocha dingin kan?" Tanya El lagi yang hendak mengangkat tangannya ke atas, memanggil pegawai resto.
Lyana mengangguk setuju dan membiarkan El menyebutkan beberapa menu kepada pegawai resto.
"Kenapa kita nggak ajak Mamah ke sini?" Lyana membuka obrolan setelah pegawai resto pergi.
"Mamahmu lebih memilih datang ke acara arisan." El menghela napas. Sebenarnya Milly tidak pergi ke acara arisan, justru Milly tak berhenti memaksa El untuk segera berbaikan dengan anak gadis mereka. Bagaimanapun caranya, asalkan El mau menurunkan egonya agar Ayah-Anak itu segera berbaikan secepatnya.
Tanpa perlu dipaksa, El sudah memikirkan hal itu. El juga nggak mau terus menerus membiarkan hubungannya dengan Lyana semakin renggang.
El juga masih ingat dengan tujuannya sebelumnya, ia ingin memperbaiki hubungannya dengan anak-anaknya. Terutama Lyana. Maka dari itu El segera menelan bulat-bulat keegoisannya dan mencoba mengajak Lyana makan diluar.
El sudah mengajak Milly untuk makan bersama di restoran jepang. Tapi Milly memilih nggak ikut. Ia membiarkan El pergi berdua dengan Lyana.
Jadi saat ini, Milly sedang asik menonton variety show di televisi.
"Oh begitu."
Lyana mengangguk paham dan mereka terdiam beberapa saat.
Suasana seketika menjadi canggung. Setelah beradu argumen terakhir kali, diantara mereka seolah takut untuk memulai pembicaraan lebih dulu.
Mereka takut diantara mereka belum siap membahas persoalan mereka. Nanti yang ada, suasana semakin awkward.
Padahal diam-diam mereka tak sabar untuk membahas persoalan mereka lagi. Baik dan El dan Lyana ingin masalah mereka bisa cepat terselesaikan.
Khususnya Lyana, mengingat ia sudah berkata kasar dengan El rasa bersalahnya kian merekah disaat El lebih dulu mau menemuinya dan mengajaknya pergi makan bersama.
Lyana mengutuk dirinya. Seharusnya ia yang lebih dulu mengajak El berbicara dan pergi keluar.
"Papah dapat kabar dari pihak sekolah kalau hukumanmu akan dihapuskan. Kemungkinan minggu depan kamu bisa masuk sekolah lagi." Terang El membuat Lyana mendongak bingung.
"Dihapus, kok bisa Pah?"
"Mungkin karena kamu sudah mengakui kesalahanmu."
Saat itu Lyana memang mengaku bersalah karena telah lebih dulu mendorong Wanda dan memukulnya. Tapi Lyana tidak akan melakukan itu kalau tidak terpancing dengan hinaan Wanda.
Saat guru dan kepala sekolah menanyakan kembali tentang kronologi kepada Wanda, disaat menjelaskan Wanda lebih banyak berkelit. Ia juga tidak mau mengakui kesalahannya yang telah lebih dulu menghina Lyana dengan kalimat kasar. Tapi pada akhirnya sekolah tetap memberi hukuman skorsing kepada Lyana dan Wanda. Hanya saja Wanda diskorsing selama 5 hari sedangkan Lyana selama 2 minggu akibat pukulan Lyana kepada Wanda cukup membuat luka-luka bersarang di wajah Wanda.
"Pihak sekolah juga bilang kalau masalah kalian sudah dianggap selesai. Bagi mereka hukumanmu terlalu berat. Jadi mereka menghapusnya. Toh kamu sudah mengaku bersalah." Pegawai resto datang dan mulai meletakan beberapa menu diatas meja makan mereka.
"Lyana memang mengakui kesalahan Lyana karena lebih dulu memukul Wanda. Tapi jangan paksa Lyana buat maafin Wanda ya Pah. Lyana nggak mau sampai kapanpun." Lyana bergerutu dengan bibir bergerak maju. El gemas dibuatnya. Tapi El tak menepis ucapan Lyana. Pasti memang ada pemicu yang membuat Lyana bisa bertingkah diluar nalarnya seperti yang ia lihat di ruang kepala sekolah saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, OM NATHAN!
RomansaNathaniel Salim (Nathan) tidak mengerti dengan dirinya sendiri sejak Lyana Bramawan (Lyana) menginap di Rumahnya karena sang kakak meminta Nathan untuk menjaga Lyana selama ia pergi. Selama Lyana disana, Nathan fokus menjaga Lyana. Pikirannya hanya...