53

5.5K 530 53
                                    

Part panjang:)

Happy reading!
















"Di minum dulu tehnya Bun". Ara tersenyum manis kemudian duduk di atas sofa.

Feni tersenyum lembut. "Terima kasih ya, nak".

Ara mengangguk, seraya mengamati gerakan wanita paruh baya yang merupakan ibu Rangga. Ya, Ibu Rangga datang menemuinya siang ini.

"Sebelumnya, pasti kamu tau kenapa bunda dateng kesini". Ucap Feni menatap Ara teduh. "Bunda nggak mau ikut campur urusan kalian, tapi bunda tau, semakin dibiarkan masalah ini tidak akan terselesaikan". Lanjutnya menghela napas.

Gadis cantik itu masih terdiam, menanti kelanjutan yang terucap dari Ibu Rangga.

"Bunda di sini ingin meminta maaf. Jika anak bunda melakukan kesalahan, dan membuat Ara sakit hati".

Sungguh, saat ini Ara merasa sungkan kepada Ibu Rangga. Apalagi wanita paruh baya itu sampai datang ke rumah dan meminta maaf langsung padanya.

Dengan pelan, Ara mendekati Ibu Rangga dan mengambil duduk di sebelah nya. Ara mengusap tangan Feni lembut.

"Beberapa bulan ini, perusahaan peninggalan Ayah Rangga hampir bangkrut. Bunda sudah berusaha menutupi masalah ini dari Rangga, namun anak itu mengetahui sendiri. Saat itu, Rangga jadi ikut terpikirkan hal ini. Dia rela begadang dan bekerja dengan ekstra untuk menemukan jalan keluar, hingga akhirnya dia mendapat penawaran". Feni mendesah lelah dan menampakkan raut sedih.

"Kak Rangga udah cerita kok Bun". Ucap Ara tak ingin mendengar kelanjutannya. Dia tau itu pasti berat bagi wanita itu.

"Bianca, perempuan itu sedikit kelewatan. Setelah sembuh dari kelainan nya, dia ingin memiliki Rangga dengan bantuan Ayahnya". Ucap Feni membuat Ara terkaget. Bukannya kata Rangga perempuan itu menyukai laki-laki lain? Lalu kenapa pengakuan dari Ibunya berbeda.

"Tapi semua itu berhasil di cegah, Anak lelaki bunda mampu mengembalikan perusahaan seperti sedia kala. Walaupun belum sepenuhnya, tapi bunda bersyukur". Ucapnya dengan senyuman menghiasi di wajah tuanya.

"Dia masih memikirkan kamu, nak". Tambahnya dengan tatapan penuh harap.

Kini Ara kembali termenung. Perkataan itu membuatnya kembali terusik.

Apa yang harus ia lakukan.

"Dibalik sikapnya yang mungkin menyakitkan hati, pasti ada suatu alasan dibaliknya". Feni menambahkan. Karena dia ibunya, dan dirinya tau bagaimana tabiat anak satu-satunya itu. Feni hanya berharap, semoga hubungan Rangga dan gadis di depannya ini tidak retak.

Wanita paruh baya itu menatap Ara dengan penuh harap. "Bunda tidak ingin memaksa, semua kembali pada keputusan kamu, jangan merasa terbebani, nak". Ucap Feni tersenyum tulus.

Lagi-lagi Ara melamun. Sudah sekitar lima belas menit sejak kepergian Ibu Rangga, dirinya masih saja termangu dalam lamunan.

Jika berpikir kembali, setidaknya ada alasan yang bisa dipertimbangkan.

Kemudian ingatannya kembali pada kemarin sore.

..

My DimplesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang