41

7K 463 20
                                    

Part panjangggggggg

Tinggalkan komen, plis.

Jangan cuma bayang-bayang tanpa jejak, ehe.

Harusnya sih ini 2 part tapi saya jadikan satu.

Jadilah part panjang, seperti rentetan janji manis si doi.

WAJIB KOMEN, wkwk.

Oke deh,

Happy reading!

.

.

.

"Sshh. Bunda sakit, huhu--".

Ara meringis sakit saat punggung polosnya diolesi salep oleh ibu Rangga. Lukanya itu benar-benar menyiksanya.

"Iya nak. Bunda coba pelan-pelan ya?". Feni-- ibu Rangga mengusap luka yang sudah mulai mengering itu dengan amat pelan. Takut bila sang gadis kembali merintih sakit.

Luka dipunggung Ara kembali basah. Dan itu menjadi pertanyaan besar di kepala Feni. Wanita paruh baya itu tau jika Ara akan mematuhi perintah dokter untuk hati-hati. Apalagi dengan wejangan-wejangan yang diberikan olehnya dan Ira, Mama Rizky.

Kini pikirannya malah tertuju dengan anaknya sendiri. Apakah memang Rangga yang membuat luka Ara kembali sakit. Feni menggelengkan kepalanya guna mengusir pikiran negatif tentang mereka.

Nanti. Setelah mengobati kekasih anaknya ini dia akan menginterogasi anaknya. Tak mungkin bukan luka dipunggung Ara kembali basah jika tak ada penyebabnya.

Ara itu gadis yang penurut. Feni tau itu, dilihat dari tatapan matanya saja Feni sudah tau kalau Ara anak baik. Maka dari itu dia dengan amat senang mendukung hubungan keduanya. Dengan catatan, tau batasan-batasan yang ada.

"Kenapa lukanya bisa basah lagi nak?".

Ara meringis pelan. "Nggak tau Bunda". Jawabnya cepat.

Dahi Feni tertaut. "Kok nggak tau? Sebelum Kamu ngerasa sakit Kamu ngapain aja hm?".

Ara menepuk jidat nya keras. "Ara lupa Bunda. Sebelumnya Ara itu ke banting. Eh bukan ke banting sih, tapi Kak Rangga gendong Ara kan, terus tiba-tiba Ara di turunin di atas kasur tapi nggak pake pelan-pelan. Nuruninnya itu keras banget--- aduh Bunda, sakitt tt".

Feni segera menarik tangannya menjauh. Saking kaget nya dia sampai tak sadar menekan luka punggung Ara dengan kuat.

"Kamu tunggu di sini dulu nak. Bunda mau ngomong sama anak Bunda yang bandel". Feni segera menutupi punggung polos Ara dengan selimut. Dia segera keluar dari kamar Ara dan segera mencari keberadaan anak nakalnya itu.

Sementara Ara yang ditinggalkan hanya mengangguk pelan kemudian menepuk jidat nya lagi. "Aduh! Pake keceplosan segala. Alamat Kak Rangga bakal marah part 2 nih". Seolah tersadar dengan ucapannya pada Bunda Feni, Ara bangkit dan segera memakai kembali pakaiannya.

Rangga yang tengah melamun tersentak kaget saat seseorang mengeplak belakang kepalanya. Laki-laki itu mengangkat satu alisnya mendapati sang ibu yang tengah melotot ke arahnya.

"Sini Kamu". Feni menarik telinga kiri Rangga untuk mengikuti wanita itu ke arah dapur.

"Duh Bun. Kenapa sih pake tarik-tarik telinga Rangga segala". Panas. Rangga merasa telinganya panas. Dengan sedikit meringis Rangga mengusap-usap telinganya yang kini memerah.

"Sekarang Bunda tanya. Kamu ngapain Ara sampai lukanya kambuh lagi?".

Rangga diam.

Dia tau ini semua memang salahnya. Rangga bimbang ingin berucap. Haruskah dia ceritakan ulah nya tadi kepada Ibunya?. Itu sangat memalukan. Bahkan Rangga sangsi kalau Ibunya tidak marah. Laki-laki itu merutuki otaknya yang akhir-akhir ini agak error.

My DimplesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang