---
Ara mengusap air matanya. Setelah solat ied, ia bersungkeman kepada orangtuanya, sudah tradisi memang. Air mata menetes. Acara maaf maaf an berakhir dengan di lanjut ruang makan untuk menyantap hidangan.
Lebaran tahun ini terasa sepi, karena hanya berada di rumah. Lain dengan lebaran sebelumnya, keluarganya akan mudik di Borobudur Jawa Tengah.
Gara sudah kembali bersama orang tuanya. Bi Yati juga lebaran di sini. Karena tak memungkinkan untuk bisa mudik di saat seperti ini.
Keluarga Rizky datang ke rumah Ara. Bersalam salaman lalu dipersilahkan masuk ke ruang makan.
Suasana sangat kekeluargaan. Diselingi canda tawa anak muda. Kelekar tawa tak terlewatkan.
"Ini ketupat kok lain dari yang lain Tan?" tanya Rizky aneh seraya menjinjing ketupat tinggi tinggi.
--Ratna-- ibu Ara mengernyit heran mendengar pertanyaan aneh Rizky.
"Memangnya kenapa Riz?",tanya Ratna.
"Nggembung. Kayak badannya Ara, gemuk tapi pendek. Hahahaha!" ucap Rizky tertawa.
Krik krik krik!
Rizky tertawa sumbang. Melirik semua orang yang ada di meja makan menatapnya datar. Ara memasang wajah cemberut. Sedangkan Ira, sudah seperti ingin mencekiknya. Melotot garang.
"Aduh aduh! Sakit mi. Sakit!" Rizky berusaha melepas jeweran mami nya. Terasa panas, telinganya seperti terbakar.
"Kalau ngomong ya--- diatur! Jangan asal bablas aja!" Ira menarik kencang telinga anaknya sebelum melepasnya.
Rizky meringis. Wajahnya merah padam. Kesal dan malu. Dasar! Jika saja itu bukan mami nya. Pasti dia akan---
"Nggak baik ngumpatin mami", ucap Ira tepat sasaran. Rizky diam mati kutu.
Semua kembali ke sedia kala. Saat ini mereka berada di ruang tamu. Menikmati kue nastar dan kue lainnya khas lebaran.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam", jawab serempak.
Ara keluar untuk melihat. Tubuhnya kaku. Bibirnya terasa kelu untuk sekedar berbicara.
"Dek?" Itu Rangga. Kekasihnya kembali. Sudah setengah bulan mereka tak berkomunikasi sama sekali. Dan kini, pulang tanpa mengabari. Dengan ibunya pula.
Rangga maju. Tangannya ingin merengkuh tubuh Ara. Belum sempat menempel suara terlebih dulu menginterupsinya.
"Nanti dulu Ngga. Kita kan mau bertamu", omel Feni selaku ibu Rangga.
Rangga tersenyum malu. Ara menghembuskan napas lega. Untung saja dia belum menyambut pelukan itu. Coba kalau sudah. Kan malu pelukannya gagal.
Setelah Rangga dan ibunya dipersilahkan masuk, obrolan pun semakin nyambung. Ada saja topik yang dibahas.
Waktu sudah menunjukkan siang. Kini hanya tinggal anak anak muda saja.
"Emm— kita ke Oika yuk", ajak Ara. Karena jika dipikir, mereka ini tetangga. Tapi seperti bukan tetangga. Jadi tak ada salah nya kan untuk berkunjung.
Rangga nampak enggan. Namun abang kembar merasa kepo dengan sosok Oika yang kerap diceritakan baik Ara maupun adik nya.
Di Rumah Oika, mereka disambut baik. Di sana hanya ada ibu Oika, Oika sendiri dan satu laki laki yang nampak familiar di mata Ara.
Tunggu tunggu. Itu kan--- Eza! Iya Eza. Tapi kenapa sendiri, kenapa tidak dengan teman temannya yang lain. Mencoba masa bodo, Ara berpikir bahwa penampilan mereka berubah drastis.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dimples
Fiksi Remaja"Kak~" rengek seorang gadis bermata bulat. "Hm?" gumam seorang pemuda. "Jangan liatin, malu" cicit gadis itu, sedangkan pemuda didepannya malah tersenyum. Manis sekali. "Kak Rangga~" rengek gadis itu lagi. "Apa Ara sayang?" Rangga mencubit pipi gadi...