'Rumah ini dijual tanpa perantara. Hubungi. : 08xxx'Rangga tersenyum lemah, sementara rahang tegasnya mulai mengetat. Tangannya mencengkeram kuat stir kemudi. Rangga kemudian turun dari kendaraannya dan berdiri di depan gerbang rumah kekasihnya langsung.
Di amatinya lamat-lamat keadaan rumah itu yang memang terlihat sepi. Rangga melangkah menuju rumah sahabatnya. Sebenarnya ada apa ini. Ada apa dengan kekasihnya.
"Lo tau cewek gue di mana?!".
Rizky menguap lebar lalu mengulet di tengah gulungan selimut yang masih melilit tubuhnya. "Kenapa emangnya sama si pendek?". Ucapnya malas begitu pintu kamarnya dibuka secara paksa.
"Rumah Ara dijual". Ucap Rangga datar.
Rizky berdecak seraya mengucek matanya. "Ah itu emang dijual mungkin yang punya butuh du-- APA?!!".
Rizky masih linglung dan pasrah saja ketika Rangga datang dengan segayung air lalu mencipratkannya ke wajah sok ganteng nya itu. "Bwah! Wah wah parah Lu Ngga sama temen sendiri juga". Rizky meraup wajahnya kasar yang telah diguyur air.
"Bangun, ikut Gue cari Ara". Rangga keluar dari kamar sahabatnya. Kini tujuannya adalah dapur, menanyakan dengan pasti apakah Bi Yati, orang yang paling dekat dengan kekasihnya itu tahu mengenai rumah yang dijual itu.
"Bi".
Wanita paruhbaya yang tengah sibuk berkutat dengan peralatan dapur itu memutar badan. Senyum cerah di wajah yang mulai keriput itu terpatri, begitu melihat kedatangan Rangga.
"Eh, Mas Rangga. Apa kabar Mas". Bi Yati menerima ajakan salaman dari Rangga. Wanita paruh baya itu mengakui kesopanan Rangga terhadap yang lebih tua.
"Baik Bi. Bi, ada yang mau Rangga bicarakan".
Melihat nada bicara laki-laki muda di depannya, Bi Yati berinisiatif mengajak Rangga duduk di kursi dapur.
"Bibi tau kenapa rumah Ara dijual?".
"Ya Gusti! Beneran mas? Kenapa sampai dijual?!". Bi Yati berucap histeris. Dari keterkejutannya Rangga sangat yakin jika wanita paruh baya ini tak tahu menahu apapun tentang ini.
Rangga menghembuskan napas lelah. Pikirannya mulai memusingkan kejadian demi kejadian yang masih abstrak. Satu masalah terpecahkan datang lagi masalah yang harus diselesaikan. Dia sungguh khawatir dengan keadaan kekasihnya.
"Berarti Bibi nggak dikasih cerita sama Ara? Misalnya kenapa rumah itu dijual dan kemana dia sekarang?".
"Mboten, Mas. Sama sekali. Biasanya Mbak Ara itu kalau cerita sama Bibi, selalu curhat tentang kesehariannya. Ndak pernah Mbak Ara cerita yang menyangkut hal ini". Jelas Bi Yati tersenyum sedih. Jujur wanita itu juga merasa terkejut dan kaget. Ara adalah majikannya yang dia anggap seperti anaknya sendiri. Dia tau gadis itu kekurangan waktu berharga dengan orang tuanya.
Rizky datang dengan wajah yang sudah segar. Laki-laki itu sedikit gusar dengan ketiadaan sahabatnya itu yang mendadak. Jangan sampai Mamanya itu tau jika Ara tidak ada di rumah. Apalagi dengan kabar dijualnya rumah itu.
Apa kabar dengan nasibnya nanti. Ocehan saja tidak cukup, Rizky tau betul sifat Mamanya. Rizky cukup heran. Perasaan kemarin dirinya dengan sahabat kecilnua itu baru saja tertawa bersama. Membeli es krim, makan siang dan saling bercanda.
Apalagi Rizky tau jika setelahnya Ara pergi dengan Rangga. Dari unggahan instastory gadis itu yang memperlihatkan kebersamaan Ara dan Rangga di Timezone. Intinya semua ini terasa aneh.
Rangga membenarkan pemikiran sahabatnya. Dia dan kekasih mungilnya itu sampai di rumah pukul 10 malam. Itu pun saat kekasihnya sudah dalam keadaan tidur. Dan Rangga yakin sekali, dia yang membawa ke dalam kamar, menyelimutinya lalu mengunci pintu depan menggunakan kunci cadangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Dimples
Teen Fiction"Kak~" rengek seorang gadis bermata bulat. "Hm?" gumam seorang pemuda. "Jangan liatin, malu" cicit gadis itu, sedangkan pemuda didepannya malah tersenyum. Manis sekali. "Kak Rangga~" rengek gadis itu lagi. "Apa Ara sayang?" Rangga mencubit pipi gadi...