Happy reading!
--_--_--_--_--_--_---
"Enak. Pinter masak ya?" Tanya Rangga menyeruput kuah mie dari mangkuknya.
"Cuma mie instan kak, rasa itukan biasa"
"Tapi rasa kamu ke aku luar biasa kan?" Rangga tersenyum Pepsodent.
"Kak~" rengek Ara .
"Hm?"
"Jangan liatin, malu" cicit Ara , sedangkan Rangga yang didepannya malah tersenyum. Manis sekali.
"Kak Rangga~" rengek gadis itu lagi.
"Apa Ara sayang?" Rangga mencubit pipi gadis itu gemas.
"Jangan senyum, baper" ucap Ara dengan polosnya. Rangga tergelak, semakin menguyel uyel pipi tembam itu.
Astaga, rasanya Rangga gemas sekali sampai sampai ingin mengantonginya untuk dibawa pulang.
"Tapi baru kali ini aku makan mie bisa seenak ini. Apa karena makannya bareng kamu ya" Rangga menggoda Ara, ucapannya berhasil membuat gadis bermata bulat itu tersipu. Entah mengapa akhir akhir ini Rangga menjadi lebih ekspresif. Dirinya tak segan segan untuk menggoda Ara . Menurutnya, melihat pipi gadis itu tersipu seperti saat ini adalah kebahagiaan tersendiri baginya.
Mereka tengah duduk di meja makan. Setelah kehujanan tadi, Ara berinisiatif membuat mie instan. Sangat cocok dimakan waktu suasana hujan seperti ini. Melerai suasana yang tadinya sempat canggung sejak adegan --ewh tak usah dijelaskan lagi, Ara malu.
Tak terasa, saat ini sepasang sejoli itu sibuk dengan berbagai buku. Berada di ruang tamu diiringi rintikan air hujan yang masih saja turun.
Dibenak Rangga , ingin sekali dirinya menanyakan siapa sosok laki laki yang tadi siang dipuja Ara . Pasalnya, dirinya masih kepikiran. Namun Rangga tetaplah Rangga. Dengan egonya yang setinggi langit, ia masih enggan menanyakan hal itu, takut dikira sok kepo, pikirnya.
Melihat wajah Ara yang sedang dalam mode serius, membuat Rangga mengulum senyum. Mata bulatnya fokus pada buku yang tengah dibacanya. Bibirnya komat kamit lucu. Membuatnya terlihat benar-benar menggemaskan.
Rangga pamit pulang saat jam menunjukkan pukul lima sore. Sudah dua jam dirinya di rumah Ara .
Rangga berpamitan denga bibi Yati karena orang tua Ara sudah kembali bekerja.Ara bersandar di balik pintu memegangi dadanya yang berdetak kencang. Senyumnya terbit. Mengingat bahwa barusan saat mengantar Rangga ke depan, Rangga sempat tersenyum. Manis sekali, lalu mengusap pipinya pelan.
Baru sehari saja rasanya sudah tak karuan, apalagi hari hari selanjutnya yang mungkin entah hal apa lagi yang akan dilakukan Rangga kepadanya. Hanya hal kecil namun efeknya sudah luar biasa. Hmm, mungkin Ara harus tanyakan ini ke bi Yati. Iya, harus.
" Bi-- bi Yati--," Ara tersenyum saat melihat punggung bi Yati yang tengah mengaduk adonan.
Bi Yati menoleh. Menghentikan kegiatannya saat melihat anak majikannya yang berada didepannya.
"Cah ayu kenapa?"
"Bibi tau nggak, jantung Ara deg deg an bi. Cepat banget . Kayak abis lari maraton"
"Loh padahal mbk Ara ndak lagi abis maraton to?" Timpal bi Yati membuat Ara menggeleng kecil.
"Bukan bibi. Kan bibi tau dari tadi Ara di rumah" bi Yati mengangguk angguk.
"Lha terus kok bisa deg degan?"
"Ara deg degan abis disenyumin" bi Yati mengangguk. Dirinya paham, anak majikannya ini tengah kasmaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dimples
Fiksi Remaja"Kak~" rengek seorang gadis bermata bulat. "Hm?" gumam seorang pemuda. "Jangan liatin, malu" cicit gadis itu, sedangkan pemuda didepannya malah tersenyum. Manis sekali. "Kak Rangga~" rengek gadis itu lagi. "Apa Ara sayang?" Rangga mencubit pipi gadi...