~~~~
Ara terisak hebat sambil memegang pipinya yang merah. Sementara Nadia mencoba menghibur Ara.
"San, udah pergi?". Bisik Nadia ketika Susan tengah mengintip dari jendela kamar Ara.
Susan berbalik dan mengangguk. "Kayaknya sih udah, soalnya udah gak ada ribut-ribut". Susan mendekat kemudian mengusap bahu Ara.
Tok! Tok! Tok!
Ketiganya terkesiap begitu mendengar gedoran pintu kamar.
"Ra. Kamu ga papa,'kan?". Teriak Rangga dari luar.
"Rangga tuh, bukain gih". Suruh Nadia.
Dengan menahan kesal, Susan bangkit kembali lalu membukakan pintu.
Rangga langsung masuk dan duduk di sebelah kekasihnya yang kini masih terisak. Laki-laki itu melayangkan tatapan kepada Nadia dan Susan untuk meninggalkan mereka berdua.
Setelah pintu kembali tertutup, Rangga lantas membawa Ara ke dalam pelukannya. "Sssst! It's okay. Aku di sini".
Ara kemudian mendongak kemudian menatap Rangga dengan mata yang berkaca-kaca. "Sakit".
Melihat pipi kekasihnya yang memerah membuat Rangga merasa marah. Rangga mengepalkan tangannya kuat. Sungguh pria tua itu memang tak berperasaan.
Hiks!
Ara mendongak menatap Rangga dengan wajah berlinang air mata.
"Jadi-- Kak Gilang kakak Aku?". Tanya Ara dengan suara parau.
Rangga hanya mampu mendekap kekasihnya. Kepalanya mengangguk menjawab pertanyaan Ara.
Laki-laki itu menarik nafas panjang.
"Gladis, dia kakak perempuan kamu, saudara kembar Gilang". Rangga merogoh ponsel yang berada di saku celananya.
Gadis itu hanya melirik ketika Rangga membuka galeri. "Mereka saudara kamu".
Ara melotot kaget. "D-dia Bianca?!".
Demi apapun. Ara sangat tak menyangka jika Kakaknya, Gladis adalah Bianca yang pernah membuat hubungannya dengan Rangga hampir diujung kehancuran.
Sontak gadis itu menatap Rangga untuk meminta penjelasan yang kini malah tersenyum misterius.
Ara mencoba mengatur nafasnya dan menghilangkan tangisnya. Dia butuh penjelasan, dan semua itu lebih baik jika dia dalam keadaan tenang. Perlu beberapa menit untuk membuat Ara menjadi sedikit baik.
"Jelasin". Ucap Ara setelah semuanya terasa tenang.
Rangga menaikkan kedua kakinya keatas ranjang. Pandangannya lurus menatap kekasihnya dengan tatapan teduh. "Terlepas dari masalah kemarin dulu, Aku minta maaf sebanyak-banyaknya sama kamu. Yang membuat hubungan kita yang jadi korbannya".
"Jadi, itu semua sengaja. Enggak juga sebenarnya. Haha, duh gimana ini ceritanya".
Ara memutar bola matanya malas mendengar ucapan Rangga yang sangat random. "Rangga Melviano! Niat ngejelasin gak sih?".
"Iya iya baby, sabar". Ucap Rangga tertawa.
Gadis itu berdecak tak sabaran. "Cepetan babih".
Rangga malah terbahak keras. "Ngomong apaan kamu barusan? Babi?! Awas ya kamu".
Sebenarnya Rangga sengaja bertele-tele, agar Ara tidak terlalu berpikir serius ketika dia bercerita nanti.
Melihat wajah cemberut Ara membuat Rangga berhenti lalu berdeham.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dimples
Teen Fiction"Kak~" rengek seorang gadis bermata bulat. "Hm?" gumam seorang pemuda. "Jangan liatin, malu" cicit gadis itu, sedangkan pemuda didepannya malah tersenyum. Manis sekali. "Kak Rangga~" rengek gadis itu lagi. "Apa Ara sayang?" Rangga mencubit pipi gadi...