33. Madu🐝

5.7K 424 7
                                    

Happy reading!

"Pagi banget Kak? Lagi pula ini hari libur". Tanya Ara heran saat melihat Rangga yang memasukkan motornya di garasi miliknya. Pukul enam pagi saja sudah datang.

"Tanggal merah sekalipun Aku tidak libur untuk ada buat Kamu".

Auto sarapan nih, pagi-pagi udah gembel aja.

Ara geleng-geleng kepala mendengarnya. Tangannya menggapit tangan besar Rangga untuk memasuki rumah. Walaupun masih belum betul-betul pulih tapi untuk hal kecil seperti beres-beres sudah bisa ia lakukan. Asal Rangga tidak tau saja, kalau pun tau siap-siap kuping Ara panas mendengar omelan pacar.

"Ara udah masak makanan kesukaan Kak Rangga".

Rangga melotot."Kamu masak? Kan udah dibi--".

"Sayang-- ini buat pacar loh". Kalau sudah jurus puppy eyes, mana mungkin Rangga kuat.

Dengan menghela napas pelan Rangga memaksakan senyum manisnya dan mengusap pipi tembam pacar. "Hanya itu. Jangan yang lain", pesannya.

Ara mengangguk patuh dan bersikap hormat. Lagipula di rumah jika hanya duduk ongkang-ongkang kaki saja semakin membuatnya gabut. Lebih baik dia melakukan hal yang dapat mengusir rasa bosannya.

Sampai di meja makan Ara membuka tudung saji. Pemandangan makanan lezat mengundang Rangga untuk duduk. Setelah cuci tangan, layaknya pasangan muda Ara melayani Rangga dengan sepenuh hati.

Mengambilkan nasi, sayur dan lauk pauk. Tentunya Rangga senang mendapat perlakuan itu. Dirinya semakin tak sabar menunggu Ara lulus. Niat hati sih ingin berbuat hati dengan menceritakan niatnya pada Om Sandi ingin menghalalkan Ara segera.

Tetapi yang ada malah ceramah panjang lebar. Katanya nunggu Ara lulus kuliah dulu, kerja dan sama-sama berpikir matang. Tapi namanya juga Rangga, dia pasti melakukan apapun untuk bisa bersama Ara secepatnya. Dengan cara baik tentunya.

"Bi Yati belum pulang?". Tanya Rangga ketika menelisik rumah sang pacar yang amat sepi.

"Nginep beberapa hari mungkin.  Lagian udah lama banget Bibi nggak pulang". Ucap Ara cuek. Namun kini dia tau sesuatu arti tatapan Rangga.

"Enggak ya Kak".

Rangga memelas."Ayolah, Aku tidur di kamar tamu deh, sama Rizky juga".

Ara berpikir sejenak. Kalau sama Rizky nggak papa deh. Sekali-sekali mungkin.

"Iya boleh. Tapi sehari aja".

"Loh, nggak sekalian nunggu Bi Yati pulang?". Ara menggeleng. Di kasih ati minta jantung. Lama-lama Rangga banyak permintaan. Dia juga yang repot.

"Iya atau nggak sama sekali?".

Kalau sudah begini Rangga tak bisa berbuat apa-apa. Sebenarnya bisa sih laki-laki itu memaksa. Tapi teringat nasihat calon mertua jika itu dapat membahayakan hubungan mereka kedepannya, Rangga pasrah. Rangga sadar jika selama ini sikapnya terlalu mengekang dan overprotektif. Tapi itu semua semata-mata hanya untuk kebaikan Ara.

Mana mungkin kan Rangga ada niat yang membuat hubunga mereka rusak. Big no itu.

"Jadi, mau ngapain kita hari ini?".

Ara berpikir, dia juga bingung. Hari minggu gini masa iya cuma rebahan dan males-malesan. Harus dibuat gerak dong. "Terserah Kak Rangga aja, Ara mah ngikut".

Rangga mengangguk. Setelah menghabiskan makanannya mereka beralih ke ruang tv. Tak ada tayangan spesial, hanya serial kartun dan berita.

"Kalau disuruh milih, Kamu mau jadi makmum atau ratu?".

Ara menegakkan posisi duduknya. Kenapa tiba-tiba kekasihnya itu bertanya. Dengan santai Ara berucap,"Makmum".

Rangga tergelak dan menatap mata Ara serius. "Jadi kamu mau di madu nih daripada jadi ratu satu-satunya?".

Kini giliran Ara yang kaget. "Hah?! Maksudnya?".

Rangga mengangkat bahunya acuh. "Bukannya makmum itu banyak ya. Kalau ratu kan kamu ratu nya Aku rajanya.".

"Tapi kalau jadi ratu juga pasti ada selir". Sanggah Ara tak terima.

"Masih bawahan ratu. Kalau imam kan setara semua". Ucap Rangga menang. Dia tertawa atas ucapannya yang dia anggap lucu. Tapi tidak bagi Ara.

Gadis itu malah menunduk dan bisa dilihat bahunya bergetar. Rangga menepuk jidat nya, Rangga bodoh. Apa becandaanya itu kelewatan sampai sang pacar menangis.

"Hei, kenapa? Kak Rangga ada salah sama Kamu?".

Ara tentu menggeleng.

Mana ada orang yang sedang menangis ditanya siapa yang membuatnya menangis bisa menjawab. Yang ada malah tambah kejer itu tangisan.

"Dek? Ara cantik? Pacarnya Rangga ganteng?".

Ara mati-matian menahan tawanya agar tak keluar. Rangga dengan ajaibnya malah mencari wajah yang sengaja ditutup Ara. Membuka sedikit dan menatap Ara polos dari dekat.

"Mas Rangga ada salah, hmm? Sayang--".

Ara masih sesenggukan. "Kak Rangga, hiks jahat hiks, mau duain Ara kan,!" hiks.

What the-- ternyata ini yang membuat gadisnya menangis tersedu. Padahal itu hanya lontaran belaka. Kenapa jadi berantakan gini sih, ahh. Rangga mengacak rambutnya kasar.

"Enggak. Bukan gitu, dek. Kan cuma lelucon doang".

"Tapi itu semua nggak lucu Kak. Malah bikin Aku jadi khawatir". Intonasi Ara makin tinggi.

Sementara Rangga mengernyit bingung.

"Kak Rangga sebenarnya cinta sama Aku enggak sih?". Ara berteriak. Dia mengusap air mata yang berjatuhan.

"Pastinya! Karena Kamu nggak ada duanya, dek". Ucap Rangga jujur.

Ara menatap Rangga nyalang. "Terus?".

"Aku tidak yakin apa lagi". Rangga meraup wajahnya. Dia bingung karena jawabannya justru membuat gadisnya menangis kembali.

"Hei, lihat sini". Rangga menangkup wajah cantik Ara mendekatkan nya hingga wajah mereka mendekat. Keduanya saling bersahutan mengambil napas. Rangga menunggu Ara sedikit tenang.

"Dek. Hal terbaik di hidup lebah adalah menemukan madu". Belum selesai Rangga berbicara dia sudah diberi pelototan oleh sang pacar. Oke, mungkin topik madu terdengar sensitif di telinga Ara.

"Tapi-- hal terbaik di hidupku adalah mengenalmu".

Baru lah, Ara mulai menatap hangat Rangga kembali. Entah itu hanya sekedar gombalan atau serius, Ara merasa perkataan Rangga itu tulus dari hati.

"Kak Rangga so sweet banget sih". Ucap Ara merona malu.

Rangga menyugar rambutnya sok keren. "Duh, jadi malu".

"Bisa malu juga ya?".

"Katanya sih, mending malu daripada malu-maluin".

Keduanya tertawa. Rangga tersenyum lebar dan membawa Ara ke dalam pelukannya.

Beberapa detik kemudian mereka saling bertatapan. "Udah? Lega kan sekarang?". Ara tersenyum dan mengangguk.

"Cium dulu dong?". Rangga menunjuk pipi kirinya yang menampilkan lesung pipi kesukaan Ara.

Cup!

Dengan wajah semerah tomat Ara menunduk dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Rangga. Keduanya saling berpelukan erat.

***
TBC



My DimplesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang