12. Tito patah hati💔

14.6K 963 26
                                    

Rangga memijat kepalanya pelan. Kemudian menghembuskan nafas lelahnya panjang. Baru mengerjakan setengah dari pekerjaan ibunya saja ia sudah merasa lelah. Rangga memang sudah diajarkan mengenai hal hal yang berbau bisnis. Apalagi saat ini ibunya tengah sakit dan sedang dalam masa pemulihan.

Rangga berpikir, hendaknya dia memanfaatkan kepintarannya itu. Dia pernah berangan jika lulus SMA nanti dia akan serius dan fokus untuk kuliah agar dirinya bisa cepat cepat lulus dan bisa menggantikan ibunya. Umur manusia pasti berkurang. Dan ia tak mau terus menerus melihat ibunya yang tahun belakangan ini bekerja sendirian .

Walaupun dengan mengorbankan cita citanya sedari kecil, namun ridho Allah adalah ridho orang tua. Dia tak keberatan untuk mengalah. Karena jika bukan dia siapa lagi.

Sebenarnya, dia juga bisa mengikuti jalur akselerasi. Namun, Rangga ingin sedikit egois. Dirinya masih ingin sedikit berlama lama untuk tetap berada dengan gadis cantik yang belakangan ini selalu menghantui pikirannya. Walaupun hanya di tingkat SMA. Karena ia tau setelah lulus nanti, ia benar benar akan fokus pada tujuan hidupnya. Yaitu membantu meringankan beban ibunya .

Namun tetap saja, Rangga merasa was was jika tidak turun langsung mengawasi gadis manis itu. Dia tau bukan hanya dirinya yang terpikat dengan gadis itu. Bukan karena tampilannya saja. Tapi tingkahnya yang menggemaskan itu dan pemikirannya yang agak polos. Siapa yang menolak pesona seorang Aradina.

Memikirkannya saja Rangga sudah senyum senyum tidak jelas. Dasar ya kalau orang kasmaran mah. Kebayang dikit aja mesem mesem. Hmm kita hanya bisa memaklumi saja kebucinan dari seorang Rangga Melviano ya sodara sodara.

Rasanya Rangga benci dengan jarak yang memisahkan. Jari jarinya berselancar di ikon kontak handphone nya. Lalu memencet tombol panggil. Sudut bibirnya tertarik keatas saat mendengar suara yang dirindukannya menyapa.

Halo? Ada apa ya?

Rangga tersenyum saat mendengar suara gadis cantik itu yang seperti menahan kantuk. Sepertinya Rangga mengganggu.

Halo? Kalau nggak mau bicara Ara matiin nih

Rangga terkekeh geli. Sepertinya Ara memang belum sadar dengan siapa ia bertelepon.

"Aku ganggu ya?"

Kak Rangga-

Diseberang sana, mata kantuk Ara membulat. Kaget dan malu disaat yang bersamaan karena suara berat yang menyapanya. Rangga tergelak, membayangkan seberapa merah wajah Ara saat ini.

"Jadi~ aku ganggu nih"

Diseberang sana Ara menggeleng. Lalu menepuk dahinya jika mereka saat ini tengah bertelepon. Jadi tidak mungkin bukan jika Rangga melihat gelengan kepalanya barusan. Konyol memang.

Nggak kok kak

" Tau nggak kenapa aku telpon,"

Kenapa?

"Pengen denger suara kamu aja"

Rangga bisa mendengar suara tawa yang menggema diseberang telepon sana. Sehingga dapat menular kepadanya.

"Kok ketawa, beneran loh ini"

Abis kakak lucu aja, malem malem nelpon kirain kenapa eh cuma mau ngegombal aja

"Kakak juga nggak lagi ngegombal Ara cantik~" ucap Rangga sedikit menekankan perkataannya. Rangga memang serius. Tadi saat dia merasa penat, ia merindukan suara gadis itu untuk mengusir rasa lelahnya. Namun malah dikira ngegombal. Hei— Rangga bicara jujur, nggak kayak kebiasaan cowok rela boong buat baperin anak orang.

My DimplesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang