Setelah beberapa hari lalu sakit, kini Ara sudah merasa sangat sehat. Kenapa beberapa hari, karena paksaan dari Rangga . Yang nanti takut inilah itulah. Jadi mau tak mau Ara tetap menurut dengan Rangga . Walaupun sedikit ngomel dibelakangnya sih, hehe.
Sekarang hari Minggu. Tak ada kegiatan kemana mana. Hanya duduk-duduk santai di rumah. Membosankan memang. Namun apa daya , ingin ke rumah Rizky orangnya pergi latian basket bersama Rangga dkk. Apalagi mama Ira yang keluar kota bersama Ferdi sang suami.
Suara ketukan pintu terdengar. Pagi ini bi Yati tengah berbelanja di pasar. Jadi terpaksa Ara yang membukanya.
"Ada apa ya mas?"
"Sorry. Gue cewek bukan cowok" ucap orang itu ketus.
Ara membekap mulutnya. Merasa tak enak karena salah bicara. Jika diteliti, orang didepannya ini seperti laki-laki. Berpotongan rambut gondrong, celana jeans panjang dan sobek dibagian lutut. Dengan atasan kaos oblong biasa. Jangan lupa wajah sangar orang itu.
Dan apa orang itu bilang? Dia cewek? Wow deh.
"Emh. Maaf ya mbk. Masuk dulu yuk" ucap Ara mempersilahkan masuk .
Orang itu berdecak. Merasa tak suka dipanggil mbk. "Nama gue Oika" lanjutnya setelah mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu.
"Aku Ara " jawab Ara memperkenalkan diri.
"Gue cuma bawa ini suruhan nyokap. Btw, rumah gue seberang rumah Lo" Ara mengangguk, berarti mereka tetanggaan dong.
Ara menerima pemberian Oika dan mengucapkan terima kasih.
"Jadi kamu masih sekolah, kelas berapa?" tanya Ara saat dirasa sudah cukup lama berbincang dengan Oika. Tidak buruk juga.
"Kelas dua belas. Di SMK Sudirman"
"Wah. Berarti aku harus panggil kamu kakak dong" ucap Ara kaget.
"Nggak usah. Berasa tua gue" ucapnya membuat Ara tertawa.
"SMK di sana kan jurusannya teknik permesinan. Terus kamu ambil apa dong" ucap Ara sedikit terkejut mendengar fakta bahwa Oika bersekolah di sekolah teknik yang rata rata memang berisikan kumpulan anak cowok.
"Gue ambil TKR . Teknik kendaraan ringan. Tapi— bukan itu yang gue suka. Yang jadi hobi gue ya tawuran" ujarnya santai tak memedulikan Ara yang menetralkan detak jantungnya. Sedikit merinding gadis yang berpenampilan lelaki didepannya ini mempunyai hobi anti-mainstream.
"Kamu nggak takut tawuran?" tanya Ara lagi.
"Nggak lah. Sorry ya, atiku ki lanang" Ara membeku. Dia sering sekali mendengar bi Yati berbicara Jawa. Dia juga sering diajari bahasa itu. Dan arti ucapan Oika tadi, hatinya cowok? Itu artinya— Ara menggeleng, mengenyahkan pikiran negatif itu.
"Kamu pindahan dari Jawa ya?" Tanya Ara mengalihkan perhatian.
Oika menggeleng,"gue asli Jakarta. Nyokap gue aja yang asal Jawa. Cuma kalo ngomong suka pake itu, jadi gue sedikit ngerti" Ara ber 'oh' ria.
Obrolan mereka juga tak monoton. Ada saja hal yang bisa dibahas. Membuat mereka semakin dekat dan tak canggung. Apalagi Oika yang Ara kira seperti preman namun juga enak dan nyambung diajak bicara sesama wanita.
"Gue mau balik dulu. Lo mau ke rumah gue nggak. Sekalian gue kenalin ke nyokap" tawar Oika yang disetujui Ara. Lagipula Ara juga tak punya acara penting. Hanya rebahan dan rebahan saja .
"Mi~" panggil Oika keras saat sampai di rumah Oika. Tak lama munculah wanita paruh baya bertubuh gemuk dengan spatula ditangannya.
"Eh. Sopo iki Oi?" Tanya wanita paruh baya itu yang Ara ketahui ibu Oika.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dimples
Novela Juvenil"Kak~" rengek seorang gadis bermata bulat. "Hm?" gumam seorang pemuda. "Jangan liatin, malu" cicit gadis itu, sedangkan pemuda didepannya malah tersenyum. Manis sekali. "Kak Rangga~" rengek gadis itu lagi. "Apa Ara sayang?" Rangga mencubit pipi gadi...