38.

7.8K 407 7
                                    

Vote dan komen ya.




Ara menuruni anak tangga dengan langkah pelan. Tubuhnya masih lemas, namun keadaan rumah yang hanya ada dirinya sendiri membuatnya harus turun ketika mendengar suara bel.

Rangga baru pulang sekitar satu jam yang lalu. Rangga sempat menawarinya untuk ikut ke rumahnya namun Ara menolak. Selain karena dirinya masih lemas dia juga masih kurang dekat dengan ibu laki-laki itu. Walaupun Ara belum tau ibu Rangga ada di rumah atau tidak.

Kekasihnya itu buru-buru pulang saat menerima telepon. Sepertinya itu penting hingga mengharuskannya untuk meninggalkannya seorang.

Gadis itu membuka pintu dan mendapati seseorang dengan tubuh tinggi nya. Orang itu menggunakan hoodie hitam dengan masker hitam pula.

"Hai". Sapa nya seraya melepas kupluk hoodie dan masker nya.

Ara mundur selangkah berdua menutup pintu kembali. Namun pergerakannya kurang cepat, tangan itu lebih dulu menahan laju pintu.

Gadis itu merutuki dirinya yang tak menurut pada kekasihnya, andai saja dia mau ikut bersama Rangga, pasti Ara tak akan bertemu dengan Eza. Tapi semua itu hanya pengandaian saja.

Dihadapannya kini lebih mengejutkan, bukan tapi sesuatu yang mengancam. Membuat Ara harus selalu waspada dengan pergerakan Eza.

Tap!

Tangan kekar Eza menahan lengan kiri Ara. Gadis itu menahan napas mengingat pergerakannya yang lama. "Apa sih? Nggak usah drama plis".

Eza membiarkan ketika tangannya ditepis. Dia terkekeh garing. Pandangannya seakan menelanjangi diri Ara dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Santai, Gue cuma mau ambil barang yang ke tinggal kok".

"Barang apa?". Tanya Ara menelisik.

Ara memekik kaget saat tubuhnya digendong oleh Eza. Tentunya kekuatan seorang perempuan lemah lembut akan kalah jika dibanding dengan Eza yang kuat.

Kakinya menendang udara, dia semua tenaga untuk tidak berontak karena itu akan membuatnya lelah. Dia masih butuh suaranya untuk berteriak.

Kemana Kiki? Mama Ira? Oika dan ibunya? Kenapa suasana sekitar rumahnya nampak sepi. Ara pasrah ketika tubuhnya dimasukkan ke dalam mobil. Eza memerintahkan supir didepannya untuk menjalankan mobil.

Ara hanya bisa menggerakkan kepalanya. God! Jika saja Rangga melihatnya saat ini, dia bisa pastikan Eza akan dihajar.

Eza, laki-laki gila itu mendekapnya paksa di atas pangkuannya. Ara sebenarnya merasa sangat amat tidak nyaman duduk di atas pangkuan Eza dengan keadaan laki-laki itu memeluknya. Hei, mungkin dia butuh mandi kembang 7 rupa setelah dirinya bebas nanti.

Dalam benak, Ara hanya bisa merapal doa. Semoga ada orang baik yang bisa membantunya. Dia tak yakin, akankah Rangga tau keaadaannya saat ini? Bukan meremehkan. Tapi Ara tidak membawa ponsel. Ara tau jika dia membawa ponselnya, kemungkinan Rangga bisa melacak keberadaannya.

Tapi kini, harapan tinggal harapan. Ara melirik ke depan saat mobil yang mereka tumpangi berhenti. Ternyata lampu merah. Kaki Ara terpaksa menendang-nendang pintu mobil sebelah kanan. Walaupun itu mungkin tidak akan berhasil.

"Diem nggak. Atau sesuatu di bawah sana bakal nakutin Lo". Ucap Eza rendah.

Ara mengusap telinga kanannya dengan mengangkat pundaknya. Ucapan Eza tadi membuat bulu kuduknya merinding.

Ara diam. Hanya itu satu-satunya jalan. Toh Eza tak akan mungkin menculiknya, menyekapnya, lalu menyiksanya seperti kebanyakan film.

Kenapa Ara bisa tau? Haha, indera keenam gadis itu sedang bekerja. Ara hanya menyimpulkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

My DimplesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang