20. Jadian nih?💘

9.3K 676 9
                                    

Hm, btw part ini lebay banget.

Happy reading!


Pagi ini Ara merasa lebih baik, pikirannya serasa fresh. Setidaknya tidak suntuk seperti semalam.

Ara turun menuju meja makan. Di sana sudah terlihat Bi Yati yang tengah menyiapkan makanan. Ada ayam kecap manis, sayur asem, sambal tomat yang membuat perut Ara berbunyi.

Ara menarik kursi lalu mendaratkan pantatnya. Mengambil secentong nasi di piringnya.

"Ayo bik. Makan dulu"

"Nggih mbak. Sebentar lagi" ucap bi Yati sambil memegang lap untuk membersihkan meja dapur.

"Itu nanti aja bik. Sekarang bi Yati makan dulu nemenin Ara" bi Yati mengangguk lalu ikut bergabung bersama Ara.

"Mbak Ara mau bawa bekal ndak?"

"Boleh bi, udah lama juga nggak bawa bekal" memang sebelumnya Ara selalu membawa bekal bersama Oliv. Namun semenjak dekat dengan-ehm, Rizky dkk Ara sudah jarang membawa. Karena setiap istirahat selalu janjian untuk bertemu di kantin.

Ara mendengar suara motor Rizky yang tengah dipanaskan. Gadis itu segera menghabiskan makanannya. Setelah meminum susu, Ara segera pamit kepada bi Yati.

Gadis itu berlari lari kecil ke rumah Rizky yang berada di samping rumahnya.

Terlihat Rizky yang tengah mengegas motornya tak beraturan. Ara menutup kedua telinganya. Ara menghampiri Rizky tepat didepannya.

Melihat pelototan sahabatnya itu, Rizky segera mematikan motornya. Cowok itu menyengir salah tingkah.

"Kiki apaan sih, pagi pagi bikin kebisingan aja." Ara mengomel sebal.

"Biar pada bangun yang belum bangun. Di kompleks kan ngga ada yang melihara ayam. Jadi gue dengan baik hatinya berniat membunyikan alarm dong."

"T e r s e r a h ...ish!" kesal Ara menginjak kaki Rizky yang masih memakai sandal rumahan. Sedangkan Ara sudah memakai sepatu , bisa bayangin kan bagaimana ngilunya.

Cowok itu menyumpah serapahi Ara . Tatapannya menghunus punggung gadis mungil itu yang hilang tertelan pintu rumahnya.

"Loh mama Ira lagi apa, kayaknya sibuk banget" Ara melihat Ira yang membawa penyedot debu dan alat kebersihan lainnya menuju kamar .

"Iya nak. Beberapa hari lagi Abangnya Rizky pulang. Liburan semester katanya"

Ara melotot,"Abang twins! bang Aldi sama bang Aldo?" Ucap Ara histeris.

Ira mengangguk tersenyum. Ara tersenyum kegirangan. Ara sangat rindu dengan kedua Abang Rizky itu. Kira kira sudah dua tahun kedua Abang kembar itu tak kembali dari kuliah mereka di London. Walaupun mereka sama saja dengan Rizky yang suka menjahilinya.

"Wah besok Ara ikut dong ke bandara" ucap Ara riang.

"Iya. Besok kita sama sama ke bandara. Mama juga udah kangen banget sama mereka. Pasti udah beda deh ." Ara mengangguk menyetujui.

Ara melihat Rizky yang berjalan ke arahnya sambil menenteng tas dan sepatu. Cowok itu duduk di sofa lalu memakai sebelah sepatunya.

"Ki. Bang twins mau-"

"Udah tau!" potong Rizky cepat.

Ara mencebikkan bibirnya. Mood-nya turun seketika. "Ih! Males deh ngomong sama Kiki!".

"Males ya males. Gue tinggal nih" ucap Rizky menyeringai lebar lalu keluar menuju motornya dengan tas yang tersampir dipundaknya.

Ara tersentak. Lalu mengikuti Rizky yang tengah menstarter motornya. Dengan malas ia naik ke motor Rizky. Rizky tergelak lalu menjalankan motornya ke sekolah Syailendra.

***

Ara berjalan dengan lunglai. Seharian ini ia tak melihat batang hidung Rangga. Rasanya seperti ada yang kurang. Loh tunggu tunggu! Kenapa Ara jadi kepikiran Rangga? Memangnya dia siapa? Hush hush pergilah engkau Rangga tampan.

Tapi tak hanya Rangga. Rizky , Fano dan Aji juga tak nampak. Apa mungkin mereka membolos, ah tapi masa iya sih. Ara masuk ke dalam kelasnya yang tengah ramai.

Saat ini jam pembelajaran terakhir. Jamkos apalagi. Dilihatnya semua meja yang sudah bersih. Tanda murid kelasnya sudah bersiap siap pulang. Hanya tinggal menunggu bel berbunyi. Itu juga masih setengah jam lagi.

Ara duduk di kursinya. Melirik Oliv yang berada disebelahnya menatap asyik ponsel. Tertawa tawa tidak jelas mengabaikannya dari tadi.

Entah seperti apa jika ada guru yang tiba tiba masuk ke kelas mereka. Didepannya Doni yang sedang konser dengan menaiki meja. Memegang sapu sebagai mic dan dibawahnya para murid yang ikut berjoget. Bermodalkan ponsel lengkap dengan speaker bluetooth membuat suasana semakin meriah. Ara tertawa terhibur dengan kelakuan konyol Doni.

Tito hanya diam. Tak berniat mengajak Ara berbicara. Padahal sangat jelas jika dikelas itu hanya mereka berdua yang anteng. Tidak hura hura.

Ah! Mengingat Tito, Ara jadi merasa bersalah. Dia menolak Tito dengan alasan tak mau pacaran padahal Tito bahkan sering melihat jika dirinya selalu bersama Rangga. Semenjak hari itu Tito menjadi tak seakrab dulu. Tak banyak bicara kecuali soal pelajaran.

Ara berpikir untuk mencari topik pembicaraannya dengan Tito. Namun bel lebih dulu berbunyi.

Ara menggendong tas sekolahnya. Lalu berjalan keluar kelas. Mungkin ia akan naik bus saja. Berhubung Rizky tak nampak dan sudah ia hubungi namun tak ada respon. Ara berjalan menuju halte. Menyeka keringatnya yang bercucuran.

Jarak sekolah menuju halte lumayan jauh, mungkin 1 kilometer. Lima menit menunggu belum ada satupun bus yang lewat. Malah sekarang mobil yang berhenti didepannya. Ara kenal mobil itu, yang tak lain adalah mobil Rangga.

Pemuda itu keluar lalu tanpa berbicara membukakan pintu penumpang untuk Ara . Ara masuk ke dalam mobil tanpa mengucap sepatah kata.

Mulut Ara gatal untuk tidak berbicara. Rangga ingin membawanya kemana. Ini bukan jalan rumahnya. Ara masih mencoba tenang. Tak lama kemudian Rangga memarkirkan mobilnya di pinggir jalan yang sepi. Ara mulai merinding saat Rangga membukakan pintu untuknya.

Rangga menuntun gadis itu. Lalu sampailah mereka di bukit bintang. Namun karena masih sore, bukit bintang itu belum memancarkan keindahannya. Karena masih beberapa titik cahaya yang telah menyala. Karena ini baru pukul lima sore.

Ara menatap binar keindahan kota dari atas bukit. Cukup lama mereka membisu. Rangga memakaikan jaket ke punggung Ara . Angin mulai kencang. Karena hari mulai petang.

"Kak. Kak Rangga ngapain?"

Rangga tersenyum hangat,"Aku nggak mau dibilang cowok yang suka ngegantungin perasaan perempuan. Aku nggak mau dibilang narik ulur perasaan kamu. Aku nggak mau Kamu berfikiran negatif sama Aku..." Rangga menjeda ucapannya untuk mengambil nafas.

"Ara, Kamu tau Aku belum pernah kayak gini. Makanya Aku nggak tau harus memulai darimana. Sebut Aku laki laki bucinlah. Atau terlalu pemaksa. Tapi Aku nggak suka bertele tele. Ara- jadi pacar Aku ya?"

Ara diam membisu. Pernyataan Rangga mampu membuatnya kaku. Entah harus senang atau terkejut. Semuanya campur aduk. Tapi bukankah ini yang ia inginkan. Saat tiba masanya mengapa hatinya justru gundah?.

Senyum Rangga mulai memudar kala melihat reaksi Ara yang sepertinya tak suka. Rangga membuang nafas berat. Hatinya mencelos. Tapi Rangga harus mencoba tenang. Walaupun tak bisa ia pungkiri bahwa sekarang dirinya dilanda cemas.

Ara mendongak menatap Rangga. Senyum kecilnya terbit. Bagai matahari yang bersinar terang. Dada Rangga membuncah. Ini artinya-

Rangga tersenyum lebar. Menatap mata bulat itu penuh binar.

"Jadi- kita jadian nih?"



.
.

Ara beneran jadian nggak ya?

My DimplesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang