48

5.5K 490 67
                                    

Happy reading!













"Siapa pemilik rumah sakit ini".

Petugas perempuan itu tersenyum ramah. "Tuan Sandi Pradana, pak".

RS Pradana. Hm, ternyata rumah sakit ini milik keluarga Pradana. Rangga tersenyum miring. Ternyata semua ini sudah direncanakan.

"Saya minta pasien atas nama Aradina Zakeisha untuk dipindahkan ke rumah sakit lain. Saya perlu satu unit ambulans beserta dokter dan perawat". Ucap Rangga tegas.

"Tapi pak, ini tidak sesuai dengan prosedur rumah sakit ini".

"Saya bahkan bisa menuntut rumah sakit ini". Rangga menaikkan satu oktaf suaranya. Dia tak peduli dengan tanggapan orang-orang yang berlalu lalang di lorong resepsionis ini.

Melihat wajah petugas yang masih agak keberatan membuat Rangga membuang napas kasar. "Oke! Saya MENYEWA satu dokter pribadi dan perawatnya. Hanya untuk membawa kekasih saya pindah ke rumah sakit yang LEBIH LAYAK!".

Petugas itu menyanggupi dan segera memprosesnya setelah Rangga mengurus administrasi nya. Sementara Rangga langsung menghubungi kenalannya untuk membawa sebuah mobil ambulans.

Lima belas menit kemudian semuanya telah terproses. Rangga berjalan cepat menuju ruang UGD dan sudah mendapati satu dokter beserta perawat yang tengah memindahkan tubuh kekasihnya menuju mobil ambulans.

Rangga muak dengan ini semua. Ara telah berada di UGD rumah sakit Pradana sejak satu jam yang lalu. Namun kenyataannya, setelah satu jam itu Ara tidak segera di pindahkan ke ruang rawat. Rangga tentu bingung, karena ada satu pasien juga yang tiba setelah Ara masuk, tetapi langsung dipindahkan ke ruang rawat.

Rangga punya uang, dan ia amat sangat mampu. Kalau masalah biaya, Rangga tentu sangat mudah untuk mengurusnya. Kalaupun ruang rawat penuh, Rangga juga yakin masih banyak ruangan yang kosong karena ini rumah sakit swasta, yang apa-apa harus tunai.

Padahal Rangga sudah memprotes hal ini kepada petugas dan Rangga sudah meminta Ara untuk dipindahkan ke ruang VVIP. Namun keadaan Ara masih saja diabaikan. Ini sudah termasuk menyepelekan nyawa.

Karena merasa janggal dengan kelalaian fasilitas pelayanan di rumah sakit ini, Rangga kemudian mendatangi petugas di resepsionis.

Lalu memang terbukti. Semua ini ada sangkut pautnya dengan Ayah gadis itu sendiri. Rangga pikir pria tua itu sengaja untuk membuat kekasihnya itu tak mendapat penanganan dengan baik. Terkesan diabaikan, walaupun sempat diperiksa dokter hanya dengan memasang infus dan memberi suntikan obat.

Rangga mengikuti jalannya ranjang pasien Ara yang hendak dibawa ke dalam ambulans. Rangga sedikit merasa lega. Setidaknya, dokter yang ia minta sudah bertindak cepat menangani kekasihnya.

Coba saja jika Rangga tak berbuat sesuatu. Mau sampai kapan Ara akan mendapat penanganan. Yang ada telat sedetik saja nyawa akan melayang.

Ucapannya tak main-main. Setelah urusan ini selesai, Rangga akan memproses ini ke jalur hukum. Ini sudah termasuk pelanggaran, karena penanganan yang tidak baik tentunya.

Cih, jika saja bukan keadaan darurat. Rangga tidak akan sudi menginjakkan kaki ke rumah sakit ini.

"Sabar ya, sayang".

Rangga menggenggam erat tangan Ara yang tidak ditancap jarum infus. Dadanya berdegup kencang melihat kekasihnya tengah dipasang alat bantu pernapasan.

Saat ini di dalam mobil ambulans, seorang dokter beserta perawat tengah bekerja menangani Ara. Di tengah perjalanan gadis itu terserang sesak napas. Rangga hanya bisa berharap semoga perjalanan ini segera sampai tujuan agar kekasihnya itu segera tertangani.

My DimplesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang