6. Penjelasan🐾

21.6K 1.3K 3
                                    

Rangga melepaskan genggamannya pada Ara. Saat ini mereka tengah berada di kantin. Rangga sengaja mengajak Ara ke kantin karena ia sendiri belum sarapan akibat dua temannya itu yang ingin menyalin tugasnya. Tapi salah Rangga juga sih yang semalam bilang kalau Rangga menyuruh mereka untuk datang pagi jika ingin menyalin tugasnya.

Ara hanya diam saat Rangga membawanya ke kantin. Ara menatap Rangga yang tengah berbicara dengan penjual di kantin ini seperti tengah memesan sesuatu. Rangga menariknya lagi untuk duduk di bangku kantin.

Rangga duduk dihadapannya sambil menatap Ara membuat Ara menundukkan pandangannya. Beberapa saat kemudian penjual kantin mendatangi meja mereka sambil meletakkan dua porsi nasi goreng dan dua teh hangat. Ara menatap Rangga dengan bingung.

"Makan aja. Pasti belum makan kan," ucap Rangga membuat Ara hendak ingin menjawab namun telunjuk Rangga menempel di bibir Ara tanda tak ingin ada bantahan. Tindakan itu membuat pipi Ara sedikit memanas.

Mereka makan dengan diam. Tatapan Rangga sesekali mengamati wajah Ara yang terlihat sangat menggemaskan ketika makan, membuat Rangga tersenyum kecil .

Ara mematung saat ibu jari Rangga mengusap sudut bibirnya yang ternyata ada sisa nasi yang menempel. Wajah Ara memerah menahan malu hingga Rangga gemas untuk tidak mencubit pipi Ara yang sedikit chubby itu.

"Awhh, sakit kak" ringis Ara merasakan pipi kirinya yang dicubit Rangga. Rangga hanya tersenyum manis menanggapi. Membuat jantung Ara menggila melihatnya.

Setelah menghabiskan makanannya, Ara menatap Rangga ke depan. Ternyata Rangga juga sedang menatap Ara walaupun Ara tidak sadar jika dirinya tengah ditatap Rangga sedari tadi.

Ara berdehem untuk menghilangkan kecanggungannya membuat Rangga berhenti menatap Ara.

"Tulis nomor", Rangga menyodorkan handphonenya kepada Ara . Ara sedikit terkejut namun tak lama kemudian jari jari lentiknya mengetikkan nomornya di papan layar .

Ara tersenyum kecil kemudian menyerahkan kembali kepada Rangga setelah selesai menyimpannya. Belum sempat Rangga berbicara, mereka telah dikejutkan dengan datangnya Rizky, Aji dan Fano yang tiba tiba ikut bergabung bersama.

Rangga menatap ketiganya datar, membuat ketiganya memutar bola matanya malas seolah mereka tengah mengganggu kesenangan Rangga ~Ya memang benarkan, mereka aja yang sok sokan nggak nyadar.

"Santai dong liatnya" Fano memundurkan kepalanya seolah olah dirinya tengah dimangsa, agak lebay memang.

"Kita ke sini cuma pengen mastiin maksud pembicaraan lo sama Ara tadi" ucap Rizky memulai dengan nada yang dibuat seolah olah tengah membahas pembicaraan yang serius.

Rangga menaikkan sebelah alisnya,"Pembicaraan apaan?" balas Rangga santai meskipun ia paham dengan arti ucapan Rizky.

"Wah si pinter pura pura lupa," sahut Aji yang sedari tadi diam.

"Tau tuh" tambah Rizky cuek sambil bersedekap dada.

"Kalian berdua mau ngapain sih? Pembicaraan kalian berdua di kelas tadi rada ambigu tau. Kita mikirnya jadi yang iya iya," ucap Fano sedikit lebih bijak menatap Rangga dan Ara bergantian.

Ara sedikit bingung, gadis itu sedari tadi hanya diam kini beralih menatap Rangga seolah bertanya, namun Rangga hanya tersenyum dan mengangkat bahunya acuh membuat Ara sedikit kesal.

"Gue cuma mau ke rumah Ara," ucap Rangga seraya melepas hoodienya yang sejak tadi melekat dibadan atletisnya.

"Mau ngapain?" tanya Rizky mengernyit.

"Belajar bareng" jawab Rangga kalem lalu menyampirkan hoodienya di bahu kirinya.

"Terus kenapa malem?" kini giliran Aji yang bertanya disertai seringaian diwajahnya. Rangga yang mengerti maksud seringaian itu hanya memutar bola mata jengah.

"Nanti habis pulang sekolah gue harus ke kantor nyokap. Jadi bisanya malem" jawab Rangga malas karena terus terusan diinterogasi oleh teman temannya yang kepo itu.

"Tapi tadi lo bilang di rumah Ara ada siapa, terus sepi sepi apaan?" sahut Fano yang masih ingin tau.

"Ya kalo suasana sepi, belajarnya juga fokus . Jadi materinya gampang masuk ke otak deh," bukan Rangga yang menjawab, melainkan Ara yang menyahutnya dengan nada ceria. Aji, Fano dan Rizky yang sudah tau akan kebenarannya pun mengangguk serempak.

"So?" tanya Rangga mulai malas dengan suasana yang menurutnya menggelikan ini.

"Ya nggak gimana gimana. Gue jadi lega denger penjelasan dari lo," ucap Rizky yang disetujui Aji dan Fano.

"Udah gitu doang?" tanya Rangga yang diangguki mantap oleh mereka serempak.

"Buang buang waktu doang," tambah Rangga kemudian cowok itu pergi meninggalkan kantin setelah sebelumnya membayar pesanannya tadi.

Ara hanya melongo dibuatnya, lalu dirinya melirik ke arah jam yang bertengger manis di tangannya . Ternyata, karena terlalu asyik larut dalam obrolan waktu mengalir begitu cepat. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.

"Ara balik ke kelas ya, makasih loh atas obrolan unfaedahnya. Dadahh" ucap Ara sedikit salah tingkah ketika ia ditatap oleh mereka tanpa kedip karena tingkah Ara yang kikuk dan terkesan terburu-buru.

Sepeninggalnya Ara, Fano pun menepuk bahu kedua temannya membuat keduanya terkejut.

"Kok kita jadi lola ya" tutur Fano polos menatap Rizky dan Aji bergantian. Fano merasa, dirinya menjadi sedikit lemot setelah perdebatan alot yang tidak ada hikmahnya tadi.

"Kita? Lo aja kali,!" ucap Aji dan Rizky bersamaan tepat di samping kanan kiri telinga Fano. Fano mengusap usap kedua telinganya yang terasa agak sedikit ngilu akibat suara temannya yang keras. Fano menatap datar punggung Aji dan Rizky yang lama kelamaan mulai hilang dari pandangannya.

"Kok temen gue gini banget ya," cicit Fano meratapi nasibnya. Kemudian berjalan gontai pergi menuju kelasnya karena bel masuk telah berbunyi.

***

"Ha-hai, perkenalkan nama Gue Altito Fahreyza, panggil saja Tito" ucap seorang cowok yang bisa dianggap berpenampilan cupu. Cowok itu menunduk malu, memakai kaca mata dengan tatanan rambut yang menutupi dahi hampir menutupi sebelah kiri matanya. Seragam yang sangat rapi dan lemalu yang membuat seisi kelas menahan tawa.

"Baiklah Tito, sekarang kamu duduk dengan Doni. Doni, angkat tangan" ucap Bu Sarinten. Doni segera mengangkat tangan kanannya.

Tito berjalan menuju tempat duduknya yang ternyata depan-belakang dengan bangku Ara. Tito tersenyum ramah saat melewati bangku Ara dan dibalas senyum singkat .

Oliv menyenggol lengan Ara. " Ra, ajak kenalan yuk"

Ara menoleh lalu mengangguk. Mereka berdua menoleh ke belakang. Oliv lebih mengulurkan tangannya terlebih dulu, " hai kenalin, gue Oliv dan ini temen gue Ara" Oliv sambil menunjuk Ara.

"Ti-tito" balas Tito yang mengulurkan tangannya ragu ragu.

" Eh Lo emang gagu ya" Doni melayangkan pertanyaannya pada Tito yang dibalas gelengan kuat.

"Dia gitu karena belum bisa beradaptasi Don" Ara menyahuti.

Doni tertawa, "Gue Doni " Doni mengulurkan tangannya yang dibalas Tito tanda berkenalan. Kemudian Tito mengeluarkan buku dan kotak pensilnya dari tas hitamnya.

" Tito, kotak pensil kamu lucu " Ucap Ara heboh saat melihat seorang laki laki SMA yang membawa kotak pensil, bermotif sapi ucul lagii .

Tito segera mengambil kotak pensil itu lalu dimasukkan nya ke dalam laci. Sedangkan Oliv dan Doni yang memang belum sempat melihatnya penasaran. Dengan tatapan tajam dari Doni, nyali Tito menciut akhirnya dengan sedikit malu Tito mengeluarkan kembali kotak pensil tersebut.

Melihat sapi perah yang timbul dibagian depan itu, membuat mereka bertiga sontak terbahak .

" Mau guyonan, silahkan di luar" tegur Bu Sarinten memperingati.
Seketika tawa itu lenyap, mereka lupa jika masih ada guru. Serasa dunia milik berempat saja.




Gaje ya, hehe maapken saya. Emang lagi nggak ada bahan aja untuk buat.😁😁

My DimplesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang