Bab 29. Kakak (2)

150 28 1
                                    

Tiba-tiba terdengar suara isak tangis yang lembut.

Bibi Tao yang berjalan di depan langkahnya jadi terhenti.

Wu Niang sadar kembali, sambil tertawa berdiri di depan papan pembatas berkata: "Bibi, patung tangan Buddha dari batu giok lemak kambing ini cantik sekali, apakah dibuat dari satu bongkah batu giok lemak kambing?"

Bibi Tao berbalik badan, memandang Wu Niang dengan pandangan yang tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya dan juga rasa berterima kasih: "Tangan buddha ini memang diukir dari satu bongkah batu giok lemak kambing! Ternyata nona Wu punya minat terhadap hal ini." Sambil berkata dia menuntun kedua orang ini ke ruang timur dimana rak kayu berada, "Disini juga dipajang beberapa ketrampilan batu giok, nona Wu boleh menikmatinya sebentar."

Sengaja menunda mereka sedikit.

Wu Niang tertawa berkata: "Terima kasih bibi. Kebetulan saya bisa meluaskan pengetahuan."

Shiyi Niang jadi tertawa kecil.

Semakin Wu Niang banyak beraksi, maka dia akan semakin aman!

Dia mengikuti Wu Niang pergi ke rak kayu dan melihat beberapa barang berharga yang dipajang, berbagai macam hiasan giok, porselen keramik, sedangkan bibi Tao terus menajamkan telinga mendengar pergerakan di ruang barat.

Ketiga-tiganya pikirannya sedang tidak ditempat.

Bagusnya situasi ini tidak berlangsung terlalu lama, ada seorang gadis kecil yang memakai baju pelayan jaket sepinggang berwarna merah dan terusan luar berwarna hijau keluar dari ruang barat: "Bibi Tao, nyonya berkata mempersilahkan kedua nona untuk masuk."

Sebentar lagi akan bertemu dengan Luo Yuanniang yang menentukan nasib mereka kedepan nanti.... di wajah Wu Niang dan Shiyi Niang walaupun tidak terlihat ada perbedaan apapun, tetapi keduanya sama dalam hati jantungnya berdetak "ge deng" sekali.

Bibi Tao langsung menjawab "ya", tertawa dan mengundang mereka berdua masuk ke ruang tengah barat.

Shiyi Niang menundukkan wajahnya, mengikuti bibi Tao masuk melewati papan pembatas ke kamar Yuanniang, kemudian melihat dengan cepat ke arah perabot di sebelah kanan kamar.

Ranjang kotak berpernis hitam dengan tirai merah terang yang dijepit dengan jepitan perak bermotif bunga, seorang wanita berumur sekitar dua puluh lima, enam tahun dengan wajah lesu dan capai bersandar di bantal besar berwarna kuning jahe dengan sulaman cabang bunga berwarna hijau di kepala ranjang. Dia memakai sebuah jaket sutra sepinggang berwarna hijau giok dengan sulaman bunga anggrek berwarna putih, rambutnya yang hitam pekat disisir dengan rapi ke belakang membentuk sanggul, di sampingnya dihias dengan tusukan untaian air emas murni berlapis lilin lebah, wajahnya yang putih kurus membuat orang terkejut, bola matanya yang hitam bercahaya, memandang ke Da Taitai yang wajahnya masih memerah yang duduk di samping ranjang, ekspresi bahagia memenuhi wajahnya karena pertemuan ibu dan anak ini.

Luo Yuanniang yang seperti begini....

Ini di luar perkiraan Shiyi Niang.

Selama ini dia selalu menebak.... berpikir akan melihat seorang gadis muda yang dingin dan arogan, atau seorang nyonya yang bermartabat dan berhati-hati, atau wanita yang anggun tetapi berpandangan tajam.... tidak disangka, dia bisa bertemu dengan seorang Luo Yuanniang yang begitu lembut, dan malah membawa sedikit sifat kekanak-kanakan.

"Dalam sekejap sudah berlalu beberapa tahun." Sebuah suara yang asing tetapi ada nada tawa bergaung di telinganya, "Ternyata bocah yang biasa ikut di belakang saya sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan anggun!"

"Kakak!" Wu Niang yang berada di depan Shiyi Niang tiba-tiba menangis dan berlutut, "Saya, saya sangat rindu kepada kakak.... masih ingat permen sarang burung yang kakak bawakan kepada saya dari rumah Hangzhou!" Berbicara sampai selesai, suaranya sudah mengecil karena sesugukkan.

The Sword and The Brocade / A Concubine Daughter and Her TacticsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang