Suspicious

98 30 93
                                    

"Makan," perintah Stella sambil memelototiku yang sedari tadi hanya sibuk mengaduk-aduk bubur ayam di depanku. Bukannya terlihat menakutkan, dia justru terlihat lucu jika sedang sok marah seperti itu.

Aku membuka mulut dan memasukkan sesuap meski sedang tidak bernafsu makan. Tidak ingin menambah masalah dan keributan di meja yang sedari tadi sudah memanas ini.

Kami sedang berada di kantin sekolah sekarang setelah Stella menyeretku dan Azka kesini untuk memaksaku makan. Entah kenapa suasana menjadi tidak enak diantara kami bertiga sejak aku sadar dari pingsan. Katanya aku terkena bola dan mimisan. Sedangkan yang kuingat hanyalah mimpi buruk tentang Marun yang tiba-tiba menyerang dan terasa mengerikan.

Ingatan tentang mimpi tadi membuatku merasa mual. Tetapi aku menahannya dan tetap memaksakan sesendok bubur masuk ke dalam mulutku begitu mendapati pelototan Stella yang masih memperhatikanku, memastikan aku menghabiskan makananku.

"Kenapa sih lo tadi? Sampe teriak-teriak segala?"

Azka yang sedari tadi diam saja kini angkat bicara. Aku menelan makanan di mulutku dan menjawabnya tanpa membuat kontak mata. "Mimpi buruk,"

"Yakin cuma mimpi buruk?" tanyanya skeptis. "Bukan karna diapa-apain Marun?"

Aku mengernyitkan dahi mendengar pertanyaannya. "Emang dia ngapain gue?"

"Halah, tuh kan nutup-nutupin lagi" dengus Azka.

Aku menghela napas menahan kesal. Azka menjadi sangat menyebalkan sejak beberapa jam terakhir.

"Kalian berdua kenapa sih?" tanya Stella bingung.

Aku dan Azka menoleh padanya. "Gak papa," jawab Azka tak acuh sambil memasukkan seseondok bubur ayam ke mulutnya.

"Kalian pikir gue gak ngerasa? Ada yang aneh diantara kalian" cetusnya curiga.

"Gak ada apa-apa, La" ujar Azka sambil meyuapkan kerupuk ke mulut Stella dengan paksa.

Stella menatapku dan Azka bergantian sambil mengunyah kerupuk di mulutnya. Aku mengalihkan pandangan darinya sedangkan Azka hanya sibuk melanjutkan makan.

"Gak, pasti ada yang lo berdua tutupin dari gue" tuduhnya sambil mengacungkan garpu ke arahku dan Azka bergantian.

"Gak ada apa-apa" jawabku.

"Terus kenapa tadi berantem di depan toilet?"

"Siapa yang berantem? Gue cuma mau ngajak Azka ngomong," alibiku.

"Terus waktu Fajar kabur dari festival kenapa lo gak ngangkat telpon gue, Ka? Lo bahkan gak ngabarin apapun setelah itu. Kalian ketemuan kan? Pasti ada yang terjadi kan?" tuduhnya lagi.

"Gak ada apa-apa, Stella" ujar Azka jengah. "Udah ah, gue mau balik"

Stella menahan lengannya. "Eh, mau kemana? Tunggu dulu, Fajar belum selesai makan"

"Lo berdua kalo mau balik duluan gak papa kok" ujarku cepat. Tidak ingin merepotkan mereka berdua lebih jauh.

"Gak bisa. Entar kalo kita cabut lo pasti gak bakal ngabisin makanan lo. Terus kalo lo pingsan lagi gimana? Pokoknya sebelum lo selesai makan kita bertiga gak ada yang boleh pulang," Stella melotot pada Azka. "Lo juga, duduk"

Azka memutar bola mata dengan malas dan kembali duduk. Aku dengan sigap melanjutkan makanku, tak ingin membuat mereka berdua menunggu. Mau bagaimana lagi, aku paling tidak bisa membantah ataupun menolak permintaan gadis itu dan membuatnya bersedih.

•••

Stella sedang membayar makanan ketika aku dan Azka ditinggalkan hanya berdua. Azka tak sekalipun melirikku dan hanya fokus pada ponsel di tangannya, menyisakan perasaan canggung yang menyelimuti kami berdua.

𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang