Rooftop

77 23 107
                                    

Marun POV

"Kenapa emangnya?! Lo mau laporin gue ke guru?!" bentaknya, berhasil membuatku mundur beberapa langkah karna kaget. Fajar menatapku dengan marah tanpa berkedip sedikitpun.

Aku menggeleng. "Gue mau nemenin," ujarku sambil menatap matanya. Ia terlihat gusar dan kalut saat ini, bagaimana bisa aku meninggalkannya sendirian?

"Buat apa?!" tanyanya kasar.

Tuh, kan, dari nada bicaranya jelas ketahuan kalau dia sedang tidak baik-baik saja. "Gue bakal jagain kalo ada orang yang datang," ujarku beralibi.

Fajar mengerutkan dahi. "Terserah lo deh!"

Aku mengulum senyum melihat punggungnya yang mulai hilang di tikungan tangga. Segera kususul langkahnya. Begitu sampai di rooftop Fajar berhenti, otomatis membuatku ikut berhenti juga di belakangnya.

"Stop," ia mengulurkan tangan. "Tadi lo bilang mau jagain kalo ada orang yang datang, kan? Lo disini aja."

Setelah berkata begitu dengan juteknya, dia segera berjalan kembali menuju sisi lain rooftop yang paling jauh dariku, sedangkan aku hanya bisa menghela napas di depan pintu rooftop. Aku berjalan menuju sisi dinding dan duduk bersandar disana. Sedangkan Fajar duduk di seberangku. Dia cukup jauh sampai wajahnya tidak begitu jelas terlihat.

Aku memperhatikannya yang sedang membuka kotak rokok dengan terburu-buru. Ketika dia sudah berhasil menghidupkan pemantik dan menghisap satu tarikan, asap rokok keluar dari mulut dan hidungnya. Saat itulah akhirnya ia terlihat lebih rileks dan mulai menyandarkan punggung ke dinding serta meluruskan kedua kakinya. Wajahnya mendangak sambil memejam ketika menghisap tarikan kedua.

Pasti terasa damai baginya. Aku tidak pernah tau kalau Fajar merokok. Aku sering melihat anak-anak lain merokok di luar ketika sudah pulang sekolah, tetapi ini pertama kalinya aku melihat Fajar merokok. Seharusnya hal seperti ini sudah biasa diantara anak lelaki, kan?

Aku ikut meluruskan kedua kakiku sambil memperhatikannya dari kejauhan. Fajar masih mendongak sambil sesekali menyesap rokok di tangannya. Matanya menatap kosong ke langit, seperti sedang berpikir. Entahlah, tidak kelihatan jelas dari sini.

Kira-kira apa yang terjadi padanya sampai membuatnya marah begitu? Sampai dia tidak bisa menahan diri untuk tidak merokok di lingkungan sekolah padahal masih jam pelajaran meskipun sedang jam kosong karna semua guru sedang rapat.

Oh iya, tadi kuku jarinya juga berdarah. Apa karna memaksa membuka loker, ya? Aku mencoba memicingkan mata, memfokuskan pandangan pada jemarinya yang terselip rokok itu. Tetapi percuma, aku tidak bisa melihat apapun kalau dari jarak sejauh ini. Tangan itu akhirnya turun dan menjejalkan puntung rokok yang sudah pendek itu pada lantai rooftop.

Seolah sadar sedang diperhatikan, Fajar menoleh padaku. Aku membuat gestur tangan menunjuk diriku kemudian menunjuk dirinya. "Gue boleh ke sana?"

Bukannya menjawab, Fajar malah membuang muka. Tetapi karna dia sudah terlihat lebih tenang dan rileks aku memilih untuk menghampirinya saja.

Dia sedang menyalakan rokok kedua saat aku sampai di depannya. Berhubung dia tidak bisa protes karna mulutnya sedang tersumpal rokok, aku langsung mengambil tempat untuk duduk di sampingnya. Tentu saja masih menyisakan personal space untuknya yang sedang marah, sekitar 1 meter.

Fajar menurunkan rokok dari bibirnya, membiarkan kepulan asap berdesakan keluar dari hidung dan mulutnya ketika ia berbicara. "Lo ngapain sih disini? Katanya mau jagain kalo ada orang yang datang,"

"Tenang aja, kalo ada yang datang dari sini juga keliatan kok," aku mengacungkan ibu jari padanya. Fajar hanya membuang muka tidak peduli.

Aku memperhatikan kuku jarinya yang mengapit rokok, masih ada sisa-sisa darah kering disana. "Tangan lo kenapa? Gara-gara buka loker tadi, ya?"

𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang