Fajar POV
Tiba-tiba kepala sekolah mendapat panggilan telepon. Tiba-tiba namaku ikut terseret dalam kasus penabrakan Azka dan rapat disiplin untukku tidak bisa dilanjutkan karena dugaan aku juga korban perundungan. Mereka semua butuh kesaksian pihak sekolah sejelas-jelasnya tentang apa yang sebenarnya terjadi di sekolah. Tentang perundunganku dan Azka, juga tentang kasus pemerkosaan setahun lalu yang masih tidak jelas salah siapa. Kasus tidak dilanjutkan karena tidak ada bukti. Tidak ada yg dihukum. Tapi mereka punya tersangka, aku.
Dan aku baru sadar sekarang setelah duduk di ruangan pengadilan ini, bahwa ini semua karena Marun. Karena video yang diserahkannya. Sejujurnya aku tidak pernah suka ketika dia mengobok-obok masalah, membuatnya semakin rumit dan berantakan, kemudian menarik kembali tali-tali yang saling berhubungan. Ketika persidangan ini sederhananya hanya tentang penabrakan Azka, namun kini berubah menjadi kekerasan di lingkungan sekolah dan perundungan antar siswa, serta pelecehan seksual. Masalah menjadi jauh lebih serius. Dan aku tidak tahu harus berterima kasih atau apa.
Azka juga berada di ruangan ini, dimintai keterangan sebagai korban. Dan aku sebagai teman yang hampir selalu bersamanya juga dimintai bersaksi soal hubungannya dengan Daniel, juga soal videoku sendiri yang sedang dipukuli. Begitu pula Stella dan Marun.
Dan kini setelah aku selesai memberi kesaksian, entah bagaimana mereka bisa membawa Clara kesini, di ruangan yang sama denganku. Dimana gadis itu bahkan tidak mampu menatapku atau siapapun setelah kejadian itu dan memilih pindah ke sekolah lain.
Sekarang gilirinnya menatap lurus ke depan sembari bersumpah sebelum memberi kesaksian. Sebuah penjelasan yang tertunda selama setahun kini keluar dari mulutnya. Jantungku berdebar keras tiap kali namaku dan nama Azka disebutkan. Rasa khawatir bahwa kalimat yang dia ucapkan akan dipelintir tentu masih ada.
Namun sampai akhir penjelasan Clara, tidak ada satupun kejadian yang diubah olehnya. Satu-satunya yang hilang setahun lalu adalah keterangan dari Clara sendiri. Dimana ada kekosongan besar, sebuah potongan puzzle yang hilang karena ia menolak bicara. Kini potongan puzzle itu sudah lengkap, diisi oleh Clara sendiri. Kemudian garis besar itu mulai ditarik, dari mana sebenarnya semua ini bermula.
Ketika Clara berjalan kembali ke kursinya setelah selesai memberi kesaksian, pandangan kami bertemu. Seingatku terakhir kali kami bertemu ia tidak berani menatap siapapun, namun kini ia tidak menghindariku, alih-alih menunjukkan wajahnya sepenuhnya. Ia terlampau cantik, dan tidak ada satupun orang yang pantas mendapat perlakuan seperti itu dari orang-orang brengsek seperti Daniel.
Aku tidak pernah mengenalnya sebelumnya, hanya Azka yang mengenalnya karena mereka teman sekelas. Dalam langkahnya yang sengaja memelan saat melewatiku, ada ucapan terima kasih yang ia sampaikan dengan lirih, yang terdengar begitu tulus ditelingaku. Sesuatu yang belum pernah kuterima sebelumnya darinya, fakta bahwa ini pertama kalinya ia berbicara padaku. Sebuah frasa yang tidak pernah terpikir akan aku butuhkan sebelumnya.
Aku menunduk sekilas, mencoba menyembunyikan wajahku dari orang-orang sekaligus fakta bahwa kata-kata itu mempengaruhiku sebesar ini. Sebelum akhirnya memberikan anggukan pada Clara yang dibalas senyum kecil olehnya. Itu membuatku lega, gadis itu sudah baik-baik saja.
Satupun dari kami tidak ada yang menginginkan ini terjadi. Namun mendengarnya berterima kasih padaku membuatku tahu bahwa aku sudah melakukan hal yang benar. Meski hidupku menjadi begitu sulit dan rumit setelahnya, tidak ada yang perlu aku sesali. Itu membuatku akhirnya bisa mengangkat kepala dengan tegak.
Ketika potongan-potongan kecil dari penjelasan para saksi yang kami coba satukan mulai masuk akal, aku merasa seolah menemukan titik terang setelah sekian lama terjebak dalam terowongan gelap yang panjang tanpa akhir. Mulai dari kasus penabrakan, sampai tuduhan penyerangan seksual itu tidak lagi jatuh padaku ataupun Azka, namun kini berbalik pada Daniel.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄
Teen FictionKepergian dua orang yang paling disayang olehnya memberikan kekosongan yang panjang dalam hidup Fajar. Ketika orang-orang yang berhubungan dengan kejadian itu sanggup menjalani kehidupan normal, waktu seolah berhenti berputar hanya untuk Fajar sendi...