Marun POV
Aku buru-buru menuju mading dan mencabuti semua fotoku dan Fajar serta kata-kata bodoh yang menyertainya. Bisa-bisanya aku baru tahu tentang ini keesokan harinya di jam istirahat pertama setelah semua omong kosong ini bertengger di mading sekolah lebih dari 24 jam. Memangnya yang begini diperbolehkan ya menjadi konsumsi publik? Apa anak-anak Redaksi tidak menyaring terlebih dahulu apa yang akan dipajang di papan pengumuman sekolah itu?
Ah, menyebalkan. Aku meremas kertas di tanganku dan membawanya ikut bersamaku ke kelas. Tidak, aku tidak akan membuangnya ke tong sampah begitu saja. Seseorang yang licik pasti akan menemukan berbagai cara untuk memanfaatkannya dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Fajar boleh pasrah tapi aku menolak untuk menjadi bodoh.
Aku menghempaskan tubuhku pada tempat duduk milikku dan menarik napas dalam, membuat teman sebangkuku, Asha, heran.
"Kenapa lo?" tanyanya.
Aku menggelengkan kepala. "Gak papa," ujarku seraya meraih tas dan memasukkan gumpalan kertas di tanganku ke dalam dengan asal.
Sejenak mataku menangkap beberapa lembar kertas koran tentang Fajar yang sempat kukumpulkan beberapa hari yang lalu. Aku menarik kertas-kertas itu keluar dan kembali mengamatinya.
"Siswa SMA NB Memperkosa Teman Satu Sekolah, Diduga Sudah Naksir Sejak Lama." aku terlonjak kaget begitu mendengar suara Fira di belakangku yang sedang membaca headline koran di tanganku.
"Gila, lo beneran nyari tau tentang Fajar?"
Aku masih menatapnya yang berjingkat dari bangkunya dengan penuh keterkejutan. Kemudian mengalihkan pandangan pada Asha di sampingku dan juga Dinda yang duduk di belakangku bersama Fira. Mereka semua menatapku menuntut penjelasan. Ah, sial. Tanpa kusadari, perilakuku yang grasak grusuk setelah mendengar tentang masalah mading malah menarik perhatian orang-orang di sekitarku.
Asha menarik tanganku. "Marun, lo serius mau deketin Fajar?"
"Siapa bilang gue mau deketin dia?" Sergahku cepat.
"Terus itu koran buat apa?" timpal Dinda.
"Ya emangnya gue gak boleh tau tentang masalah yang terjadi di sekolah gue sendiri?" aku tau alasanku terdengar tidak masuk akal dan terlalu mengada-ngada, tapi otakku sedang tidak bisa memikirkan alasan yang jauh lebih baik dari ini.
"Tapi kan itu berita lama. Tumben juga lo pengen tau. Biasanya kan lo gak peduli sama desas-desus di sekolah. Soal mading aja lo gak tau kalo bukan kita yang ngasih tau." timpal Dinda lagi.
Fira menatapku curiga. "Lo aneh deh,"
"Apanya yang aneh sih? Kan gue cuma baca koran. Udah ah, kalian kepo," sungutku kesal sambil beranjak dari tempat dudukku kemudian membawa semua lembaran koran itu bersamaku. Salah satu penyakit warna negara ini, selalu ingin tahu urusan orang lain.
"Ih, kita itu peduli tau sama lo, jangan aneh-aneh deh!" ujar Fira di belakangku.
Iya, peduli dan kepo itu terkadang beda tipis. Mencari bahan gosip untuk sekedar dinyinyirin. Lagi pula bukan pertama kalinya orang lain ingin tahu tentang urusanku dan berlagak sok peduli tapi keesokan harinya semua orang malah mengetahui masalahku dan menanyakan hal yang sama tiap kali berpapasan denganku. Gah, orang-orang di sekolah ini membuatku jengah.
Aku duduk di kursi panjang depan kelas, kembali menilik kertas-kertas di tanganku dengan dahi berkerut. Beberapa headline terdengar terlalu dramatis dan konyol, membuatku mual dan ingin memukul siapapun yang menulis artikelnya.
Kronologi kejadian, penyekapan, tertangkap basah, ah, ini semua terlalu drama. Ini bukan pertama kalinya aku membaca berita koran ini di tanganku tapi tetap saja rasanya ini semua seperti skenario drama penyelamatan heroik yang terlampau sempurna. Dan jangan lupakan nama si pahlawan yang ikut disebut tanpa disensor, Daniel. Ah, aku jadi ingin meremas koran ditanganku, tapi tidak jadi karena aku masih membutuhkan benda ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄
Ficțiune adolescențiKepergian dua orang yang paling disayang olehnya memberikan kekosongan yang panjang dalam hidup Fajar. Ketika orang-orang yang berhubungan dengan kejadian itu sanggup menjalani kehidupan normal, waktu seolah berhenti berputar hanya untuk Fajar sendi...