Fajar POV
This feeling will pass.
Kamu gak akan ngerasa kayak gini selamanya.
Tapi kenapa setelah bertahun-tahun berlalu perasaan ini tetap sama?
Apakah waktu yang akan menyembuhkan atau kita sendiri yang memilih untuk sembuh?
"Udah bangun lo?"
Baru tiga detik setelah aku membuka mata dan menatap langit-langit, suara Azka sudah menginterupsi lamunanku saja. Aku hampir lupa dia menginap disini semalaman kalau saja tidak melihatnya dengan pakaian rumahan sambil menggaruk perut di bingkai pintu kamarku.
Aku melirik jam di kamarku kemudian kembali melempar pandangan pada Azka yang kini duduk di kursi belajarku. "Mandi sana, udah jam 11,"
"Lo duluan," jawabnya tak acuh sambil melihat-lihat sheet musik yang penuh dengan not balok, yang aku yakin dia sendiri tidak paham dan tidak bisa membacanya.
"Lo gak sekolah?"
"Gue kan lagi bertugas jadi baby sitter lo."
"Dih," aku menendang guling ke arahnya yang kemudian berhasil dihindarinya.
"Jar,"
"Hm,"
"Gimana sih rasanya make?"
Aku mendengus kemudian menenggelamkan wajahku ke gumpalan selimut yang berantakan. "Pertanyaan lo gak banget,"
"Ya sorry, namanya juga kepo,"
Aku tidak menjawabnya dan tetap diam pada posisiku yang tengkurap di atas tempat tidur.
"Marah lo?"
"Kagak."
"Ada yang mau gue bilang sama lo,"
"Apaan?" suaraku yang teredam selimut lebih terdengar seperti gumaman.
"Ck, gue serius," ia menarik kakiku untuk mendapatkan atensiku.
Akhirnya aku mengalah dan membalikkan badan. "Apa?"
"Sorry soal yang di depan ruang BK," Azka diam, aku juga diam. Ia akhirnya melanjutkan. "Gue suka Stella,"
Sebenernya aku juga sempat berpikir seperti itu, tapi mendengar Azka mengakuinya sendiri membuatku jadi ingin mengisenginya. "Terus kenapa nembaknya ke gue?"
"Anjing, gue serius," aku tertawa melihat ekspresi kesalnya. "Gila ya lo, dimaki malah ketawa,"
Masih dengan sisa-sia tawa aku kembali bertanya, "Terus kenapa lo ngasih tau ini ke gue?"
"Ya gue kesel sama lo, gue kira kan lo sama Stella saling suka. Pake rahasiain sesuatu dari gue segala. Makanya gue agak sinis sama lo kemaren-kemaren,"
Aku bangkit duduk di tempat tidur dan mengulurkan tangan padanya. "Berarti udah clear ya?" Azka menjabat tanganku. "Clear gue kasih tau ke Stella," kemudian aku tertawa.
"Ya jangan bego," ia berusaha menoyor kepalaku tetapi berhasil aku hindari. "Gue ngomong gini bukan maksud apa-apa, gue cuma ngerasa," ucapannya terputus, "Oke gue ngaku, gue ngerasa gue ikut berkontribusi bikin lo jadi kayak gini. Ada kata-kata yang gak seharusnya gue ucapin ke lo. Ah, sial, gue cemen banget,"
Aku tau Azka mungkin merasa malu dan frustasi. Dia bukan tipe orang yang akan minta maaf panjang lebar begini. Tapi tanpa dia menjelaskan pun sebenarnya aku sudah mengerti ketika ia bilang ia menyukai Stella. Semua laki-laki juga akan begitu kalau gadis yang disukainya kelihatan dekat dengan orang lain. Cemburu itu sifat alamiah setiap orang yang sedang jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄
Teen FictionKepergian dua orang yang paling disayang olehnya memberikan kekosongan yang panjang dalam hidup Fajar. Ketika orang-orang yang berhubungan dengan kejadian itu sanggup menjalani kehidupan normal, waktu seolah berhenti berputar hanya untuk Fajar sendi...