The Shadow Keep Coming Back

61 19 26
                                    

Fajar POV

Marun
Udah di mana?

Kutatap pesan masuk dari Marun kurang dari satu menit yang lalu, masih sibuk berpikir di ruangan kelas yang kosong ini. Bel pulang sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu tapi aku yang pengecut ini masih terlalu takut untuk melangkahkan kaki menuju Marun mengingat ancaman Daniel di loker tempo hari.

Marun
Bentar lagi gue naik panggung

Pesan dari Marun kembali masuk. Aku mengeratkan gengamanku pada ponsel di tanganku. Ingin sekali rasanya berjanji pada diri sendiri dan juga semesta bahwa ini terakhir kalinya aku menemui Marun dan akan mematuhi Daniel setelahnya. Karenanya aku merapatkan kembali tudung jaketku dan pergi menuju SMA sebelah.

Tapi udara di sekitarku pun pasti juga tau aku akan mengingkari janji itu lagi dan lagi meski seberapa menakutkan ancaman Daniel terdengar. Maksudku kalau sudah jadi seperti ini memangnya siapa yang bisa lepas dari Marun?

Mengeluari kelas, aku tidak mendapati sosok Daniel ataupun teman-temannya di sekitar, sejauh ini aman. Baiklah, baiklah, aku sendiri lebih dari tahu kalau Daniel itu bajingan keparat dan aku bersumpah ini yang terakhir karena aku sudah berjanji pada Marun untuk datang.

Aku bersungguh-sungguh kali ini. Seberapa besar pun rasa bergantung yang kumiliki pada Marun, aku harus menghentikannya disini. Dari awal aku memang tidak seharusnya dekat-dekat dengannya.

Sebenarnya kalimat itu bohong, sejujurnya aku merasa hidupku menjadi jauh lebih baik karenanya. Tapi aku memang tidak pernah pantas bahagia 'kan? Kembali lagi ke point utamanya.

Sudah terlihat ramai begitu aku memasuki kawasan SMA Surbakti yang tidak jauh dari sekolahku dan Marun. Aku sangat sadar matanya Daniel itu banyak, untuk itu aku sangat berhati-hati meski harus terlihat seperti pencuri di tengah keramaian siswa sekolah lain. Kalau boleh jujur hoodie hitam di siang bolong cukup untuk membuatku kepanasan sampai berkeringat. Aku juga tidak mengerti kenapa aku sampai segininya demi Marun.

Begitu sampai di tengah-tengah kerumunan dan hampir mendekati panggung, bisa kulihat gadis yang sedang kucari sedang mengatur posisi gitarnya sembari duduk manis di atas kursi yang telah disediakan. Sudut bibirku terangkat ketika mataku melihat sosok yang akrab dalam ingatan itu.

Seakan tahu aku sudah disini, Marun mengalihkan perhatiannya dari gitar akustik di pangkuannya tepat ke arahku. Senyumnya merekah begitu tatapan kami bertemu, dan aku tidak bisa untuk tidak mengakui bahwa aku menyukai wajah bahagianya yang seperti itu.

Seorang staff mendekatkan standing mic ke arah Marun dan sosok yang belakangan sering kali membuatku tersenyum itu mulai memperkenalkan diri sebelum bersiap untuk memetik gitar di pangkuannya.

Suara khas gitar akustik mulai terdengar dan aku sendiri tidak yakin apakah aku mulai terhanyut oleh permainan gitarnya atau justru sosoknya yang sedang memenuhi penglihatanku saat ini. Tentu Marun itu cantik dan aku merasa sudah benar dengan posisiku sekarang ini, mengamatinya dari kejauhan. Jangan pernah menyentuhnya atau dia akan menghilang. Atau mungkin aku yang akan menghilang dibuat Daniel.

Ngomong-ngomong soal Daniel, aku kembali memperhatikan sekitar dan tidak berhasil menemukan sosok yang kukenal. Semua wajah siswa disini terlihat asing dan tidak ada satupun yang aku kenali. Aku bisa bilang bahwa kali ini aku luput dari pengawasan Daniel 'kan?

Perhatianku kembali pada Marun begitu suaranya mulai terdengar. Entah memang benar atau hanya perasaanku saja, aku merasa dia bernyanyi sambil menatapku. Suaranya yang terdengar magis sekaligus sendu itu membuatku merasa terhipnotis dan ikut menatapnya juga. Seperti hanya ada kami berdua disini. Seolah-olah dia hanya bernyanyi untukku saja.

𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang