Marun POV
"Marun, bisa bantuin gue sebentar gak?"
Aku melirik tangan Daniel yang menahan lenganku dan melepaskannya dengan tidak nyaman. "Bantuin apa?"
"Bantuin nyari ruang konseling,"
"Oh, kalo itu tanya aja di resepsionis entar di kasih tau kok," ujarku terburu-buru, Fajar sudah menungguku.
"Tadi sebelum masuk kelas gue udah nanya tapi tetep gak ngerti," balasnya cepat. "Bantuin ya? Anterin sampe ke ruangannya aja, gue baru hari pertama disini jadi masih bingung."
Aku mengamati wajah memelas Daniel sebelum akhirnya menghela napas tanpa suara. Baiklah mari lakukan ini dengan cepat dan segera pergi dari sini.
"Yaudah, buruan."
Sekilas dapat kulihat Daniel tersenyum senang, seperti anak kecil. Aku meliriknya dengan tatapan mencurigakan. Sumpah ya, cowok di sampingku ini seperti punya dua kepribadian yang sangat bertolak belakang. Dia terlihat seperti orang yang berbeda saat bersamaku dibandingkan dengan saat aku memergokinya memukuli Fajar, terkadang aku sendiri bingung. Dia ini punya kepribadian ganda atau punya kembaran rahasia yang bisa bertukar tempat dengannya atau bagaimana?
Menggelengkan kepala, aku akhirnya membawanya naik ke lantai 5. Mengikuti arah petunjuk ruangan yang tertera di atas kepala begitu memasuki lantai 5. Begitu tulisan ruang konseling mulai terlihat pada pintu di ujung ruangan, Daniel kembali menoleh padaku. "Oh iya, lo udah ngisi tes minat bakat belum?"
"Belum, masih hari pertama juga."
"Yaudah isi sekarang aja bareng gue, yuk." begitu sampai di depan ruang konseling Daniel dengan seenaknya malah mengamit lenganku dan membawaku masuk ke dalam ruangan yang cukup luas tersebut. Kemudian mendudukkanku di sebelahnya menghadap seorang mentor.
Wah, gak bener nih si Daniel. "Gue besok aja,"
Daniel kembali mendudukkanku yang berusaha bangkit. "Sekarang aja bareng gue."
Kenapa jadi dia yang memutuskan kapan aku harus mengisi tes ini sih? Aku mulai kesal, tapi tetap mengambil kertas tes yang diberikan padaku. Membaca isinya sejenak yang hanya berisi kurang dari lima belas pertanyaan.
Setelah menjelaskan bagaimana cara mengisi dan harus menyerahkan jawaban ke mana, mentor mempersilahkan kami mengisi tes di sisi ruangan yang lain. Aku melirik Daniel tak suka, sedangkan yang dilirik pura-pura tidak tahu dan hanya memasang wajah tanpa dosa.
Seperti dugaanku semua kursi hampir terisi penuh dengan anak-anak lain yang sudah datang lebih dulu. Sembari berjalan menuju kursi kosong di belakang, aku mengeluarkan ponsel dari saku dan berusaha mengirim pesan pada Fajar bahwa aku mungkin akan terlambat sampai di sana.
Tiba-tiba saja seseorang menabrak bahuku dan menyenggol ponsel digenggamanku hingga terjatuh. Refleks, aku bergerak mundur mencari keseimbangan dan akhirnya malah menginjak ponselku sendiri.
Aku menyingkirkan kakiku dengan panik dan seakan kesialan belum cukup menimpaku, orang yang menabrakku tadi mencoba meraihku sembari meminta maaf, tapi dia malah tidak melihat kemana arah kakinya berpijak!
"Eh, sorry sorry, lo gak papa kan Marun?"
"Daniel!" pekikku tertahan.
Aku memukul kakinya yang berada tepat di atas ponselku sembari berjongkok memungut ponselku yang layarnya sudah retak tak berbentuk. Daniel yang baru sadar cepat-cepat menyingkirkan kakinya dan ikut berjongkok berusaha membantuku. Kutepis tangannya dengan kasar dan menatapnya penuh dendam.
"Sorry, sumpah gue gak liat HP lo tadi," ujarnya panik. "Nanti gue ganti deh, maaf Marun."
"Bukan masalah HP nya, tapi isinya." aku mengerang frustasi, pada titik ini aku hampir menangis meratapi ponselku yang berisi semua rekaman-rekaman lagu yang belum aku pindahkan. Termasuk lagu baru untuk lomba!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄
Novela JuvenilKepergian dua orang yang paling disayang olehnya memberikan kekosongan yang panjang dalam hidup Fajar. Ketika orang-orang yang berhubungan dengan kejadian itu sanggup menjalani kehidupan normal, waktu seolah berhenti berputar hanya untuk Fajar sendi...