I'm Sorry

99 30 133
                                    

Marun POV

Aku mengayunkan kaki dan mengetukkan jari jemariku pada bangku kayu panjang yang tersedia di depan kelas XI IPS 5. Sudah sepuluh menit bel pulang berbunyi dan sudah 10 menit juga aku menunggu disini tapi orang yang aku tunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Sebenarnya aku bisa saja langsung masuk ke dalam dan mencarinya, tapi aku memilih untuk tak melakukannya karena khawatir dia akan marah dan malah membuat kami menjadi tontonan kelas.

Aku menoleh ke pintu dengan cepat saat seseorang keluar dari ruang kelas, tetapi lagi-lagi itu bukan dia. Menghela napas, aku kembali mengayunkan kaki-kakiku sambil sesekali melirik ke dalam kelas mencoba mencarinya meski tetap saja aku tak bisa menemukannya.

Tiba-tiba sosok yang sedari tadi aku tunggu muncul di mulut pintu, membuatku refleks berdiri saat mata kami bertemu pandang. Saat ia akan berlalu dari hadapanku, aku menghadangnya dan berdiri di depannya.

"Fajar, gue mau ngomong,"

Alih-alih menanggapiku, ia malah tetap berjalan dan tidak menggubrisku sama sekali seolah-olah aku ini tidak ada.

"Jar," panggilku lagi, tapi dia tetap tidak menghiraukan.

"Jar, lagu lo ditawarin rilis sama produser musik," ujarku akhirnya.

Fajar berhenti berjalan dan berbalik menghadapku. Aku tidak bisa menahan senyumku ketika berhasil mendapatkan perhatiannya.

"Terus lo bilang apa?" tanyanya dengan raut wajah kelewat horor. Tubuhnya yang menjulang tinggi dan lebih besar dariku itu jujur saja membuatku merasa sedikit terintimidasi.

Aku mundur beberapa langkah. "Gue bilang gue gak bisa jawab, lo yang berhak mutusin nerima tawaran itu atau enggak,"

Sekilas wajahnya tampak lega.

"Jadi bakal lo terima gak?" tanyaku penasaran.

"Gak" jawabnya singkat, padat dan jelas. Ia kembali berbalik dan berjalan menjauh dariku.

Ya ampun, anak ini, pikirku. Aku menghela napas dan kembali menyusul dan menghadang jalannya. "Jar, gue mau ngomong,"

"Gak ada lagi yang perlu diomongin." ucapnya dingin.

"Sebentar aja," bujukku. Dia hanya diam menatapku dengan wajah datarnya. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, aku langsung mengulurkan tangan padanya. "Gue mau minta maaf,"

Dahinya berkerut kesal. "Maaf buat apa?"

"Karna udah maksa lo buat ikut lomba--"

"Lo lupa? Gue udah bilang anggap aja itu gak pernah terjadi dan kita gak pernah kenal." ujarnya dengan kesal sambil berlalu dari hadapanku.

Aku kembali menyusulnya. "Emangnya lo bisa lupain semuanya gitu aja?"

Fajar berhenti berjalan. Ekspresi kesal tercetak jelas di wajahnya. "Mau lo apa sih?"

"Gue cuma mau minta maaf," ujarku memelas.

"Emangnya kalo lo minta maaf semuanya jadi gak pernah terjadi?"

Perkataan Fajar menusuk tepat di dadaku. Ternyata sifat galaknya terhadapku masih tidak berkurang sedikitpun. "Ya bukan gitu maksud gue, tapi kan dengan maaf sesuatu yang salah bisa diluruskan dan diperbaiki,"

"Mau lo perbaiki berapa kalipun gak akan bisa kembali seperti semula." ia kembali berjalan melewatiku.

Aku kembali menyusulnya. "Emang gak bisa kembali seperti semula, tapi seenggaknya setelah diperbaiki bisa jadi sedikit lebih baik."

"Oh, ya? Emangnya kayak gimana lo bakal memperbaikinya?" tantangnya balik.

"Dengan cara dapetin maaf lo." sambarku cepat. "Kita bisa aja mengakhiri ini semua dengan saling gak enakan gini, tapi kita juga bisa mengakhiri ini dengan cara baik-baik."

𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang