"Fajar!" belum sempat aku menoleh ke sumber suara yang terdengar marah itu, seragamku sudah ditarik paksa ke belakang dan tubuhku dibenturkan ke dinding.
Sebelum aku sempat menghindar, sebuah kepalan tangan sudah menghantam wajahku beberapa kali disusul bogeman di perutku. Aku meringis menahan sakit di beberapa bagian tubuh, masih mencoba mencerna situasi yang sedang terjadi.
Daniel menjambak rambutku memaksaku menatapnya. "Lo bener-bener gak dengerin peringatan gue ya, anjing!" desisnya.
Aku menatap nyalang pada si sialan Daniel dan dua cecunguk andalannya. Ah, sial rahangku mati rasa.
"Udah gue bilang jauhin Marun!" bersamaan dengan amarahnya yang meledak, kakinya juga ikut melayang membentur tulang keringku. Dan rasa sakit yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya menderaku dengan hebatnya.
Sebuah pekikan lolos dari mulutku dengan tubuh yang hampir merosot ke lantai kalau saja tangan Daniel tidak keburu mencekikku, memaksaku berdiri dengan sebelah kaki yang gemetar setelah menerima tendangannya tadi. Dia memang paling tahu bagaimana cara membuat korbannya merasa tersiksa.
"Lo beneran mancing kesabaran gue ya, Fajar," dari raut wajahnya aku bisa tahu Daniel memang benar-benar marah saat ini, urat-urat di dahinya tercetak jelas dengan wajah yang memerah menahan marah. Tapi ini semua bukan sepenuhnya salahku!
Merasa tidak terima, aku membalasnya dengan tatapan yang sama. "Lo lupa? Lo sendiri yang ngasih lagu gue ke Marun! Kalo sekarang gue jadi terlibat sama Marun ya itu salah lo!" dasar tolol!
Tanpa diduga cengkaraman jemari Daniel di leherku malah semakin menjadi-jadi, membuatku memberontak mengais udara. Sedangkan dua cecunguknya mendekat untuk membantunya menahanku tetapi tidak dihiraukan oleh Daniel.
"Gue suka sama Marun! Dan kenapa gak sekalian aja gue ngerjain lo! Tapi kalo kalian berdua jadi deket itu semua salah lo!" amuknya benar-benar tidak menahan diri sama sekali. Aku tau Daniel itu gila, tapi di koridor sekolah dan siang bolong seperti ini dengan CCTV dimana-dimana? Ah, benar. Lupakan, lagi pula tidak akan ada yang percaya padaku.
"T-terus gue harus g-gimana?" tanyaku hampir putus asa meraup udara.
Kukira Daniel akan berhenti ketika satu tangannya menjauh dari leherku tetapi dugaanku salah, tangan itu justru kini mencengkram kuat rambutku dan membenturkan sisi kepalaku ke dinding. Aku memejamkan mata dengan erat ketika dunia terasa berputar. Tapi Daniel tidak berhenti, dia tetap membenturkan kepalaku berkali-kali sampai aku tidak punya kekuatan lagi untuk menopang berat tubuhku. Kukira tendangan pada kakiku tadi sudah yang paling sakit, ternyata Daniel sudah menyiapkan yang lebih parah dari ini. Dengan rasa sakit sehebat ini, aku tidak akan heran jika mendapati darah mengucur dari kepalaku.
"Jauhin-Marun-sekarang!" ejanya perkata, satu kata satu benturan ke dinding.
Tubuhku merosot begitu saja ketika cengkramannya pada rambutku terlepas. Aku masih tidak mampu membuka mata sampai Daniel memaksaku melihatnya. "Jauhin Marun kecuali lo emang bener-bener pengen mati," desisnya tajam.
"Denger gak lo?!" bentaknya saat aku tidak menjawab.
Setelah dirasa cukup untuk mengancamku, Daniel pergi melangkahi tubuhku yang tergeletak pasrah bersandar pada dinding di belakangku. Aku meringis sambil memegangi sisi kepalaku yang berdenyut bukan main. Begitu jemariku menyentuh pelipisku, rasa sakit dan perih langsung membuatku meringis tidak tertahan. Mungkin rasanya akan jauh lebih baik jika tidak punya kepala.
Aku tetap diam di posisiku selama beberapa menit, menunggu rasa sakit di kepalaku reda sampai setidaknya aku bisa bangkit berdiri dengan benar tanpa perlu keliyengan seperti orang mabuk. Sempat terpikir untuk menghubungi Azka supaya membantuku pulang, tetapi niat itu kembali kuurungkan. Suasana hatiku benar-benar sedang buruk saat ini dan aku sedang tidak ingin berurusan dengan siapun sekarang, termasuk dengan Azka dan segala pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄
Teen FictionKepergian dua orang yang paling disayang olehnya memberikan kekosongan yang panjang dalam hidup Fajar. Ketika orang-orang yang berhubungan dengan kejadian itu sanggup menjalani kehidupan normal, waktu seolah berhenti berputar hanya untuk Fajar sendi...