47

12K 1.3K 264
                                    

Sesampainya dirumah, Nara menutup pintu menyeret tasnya dan tangan satunya membawa undangan yang diberikan ryujin tadi.

Rumah masih sepi, entah kemana kakaknya jeno berada. Mungkin nongki di rumah chenle karena itu memang rutinitas sirkel mereka.

Nara berjalan kearah kamarnya dengan langkah gontai tanpa tenaga. Tapi dia masih bisa memegang kuat undangan yang diberikan renjun tadi.

Bukan, ryujin yang memberikan nya.

Sampai di kamar, Nara menutup pintu kamarnya rapat² dan tak lupa menguncinya.

Menyandarkan punggungnya di pintu kamar, menurunkan asal tas nya dan terduduk menangis sembari memeluk erat undangan di tangannya.

Menangis sekeras yang dia bisa, kemudian Nara menghapus air mata yang membanjiri wajahnya, dan mulai membuka undangan yang diberikan ryujin tadi.

Sampul pertama menampilkan "Happy Wedding" , Nara tersenyum miris dan mulai membuka lipatan undangannya.

Di bacanya kalimat demi kalimat yang tercatat di undangan itu, dengan mata yang banjir akan air tentunya.

H-3, pernikahan akan dilaksanakan di Masjid Istiqlal sebagai akadnya, kemudian dilanjut di Hotel Catra sebagai acara yang lainnya.

Nara meletakkan undangan itu dilantai kamarnya yang dingin, kemudian menekuk lututnya, memeluk lututnya sendiri dan kembali menangis.


























Hari sudah malam, Jeno yang sehabis nongki di rumah chenle baru sampai dirumahnya.

"Lah sepi" Jeno tak melihat kehadiran Nara di ruang tengah, padahal jika dirinya baru pulang pasti Nara berada disana.

Kemudian dirinya naik keatas untuk menuju kamarnya, dilihat nya juga kamar Nara yang tertutup rapat.

Mungkin Nara udah tidur kali. - pikir Jeno

Setelah masuk kedalam kamar Jeno mandi dan tentu saja berganti baju. Setelah itu dia bersantai dikamar hanya sekedar bermain gitar dan bermain pabji.

Dan tak terasa, sudah menunjukan pukul 11 malam lewat 15 menit. Jeno yang tak merasakan kehadiran nara melewati kamarnya, merasa khawatir.

Padahal biasanya nara selalu terbangun jam segitu, untuk minum. Tapi dari habis maghrib anak itu tak juga keluar dari kamarnya.

Jeno berjalan keluar kamar dan menuju kamar Nara, mengetuk nya tapi tak aja jawaban.

"Nar" Jeno beberapa kali mengetuk, dan membuka kenop pintu tapi terkunci.

"Naraa" Jeno kembali mengetuk pintu kamar. Dan kini dia mengetuk nya dengan keras, tapi tak ada jawaban apapun dari sang pemilik kamar.

"Nar! Nara!!" Jeno benar² khawatir, dia terus mengetuk bahkan membuka kenop pintu yang terkunci.

Kini jeno harus kekamar ayah dan ibunya, untuk mengambil kunci cadangan jika masih ada.

Jeno berlari kekamar orang tuanya, mencari kunci dengan tergesa-gesa karena takut terjadi apa apa dengan adiknya.

Dan kunci cadangan itu ada, jeno menemukan nya di laci lemari.

Setelah itu jeno kembali menuju kamar Nara dengan langkah cepat, kemudian jeno menancapkan kunci setelah berbunyi pintu tidak terkunci, jeno membuka kenop pintu.

Tapi terasa aja yang menempel di pintu sehingga harus didorong agar terbuka lebar.

Dan siapa disangka, saat jeno masuk kedalam kamar Nara dengan sempurna, dia melihat adiknya tertidur di lantai dingin, masih memakai seragam abu², matanya yang basah karena terus menangis, dan memegang erat undangan yang jeno sudah tau dari siapa itu.













Sange | Renjun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang