(11) Kembalinya Si Antagonis

51.3K 7.4K 72
                                    

Keadaanku sungguh berantakan. Dengan rambut acak-acakan dan mata membengkak. Seorang pun tak kubiarkan masuk ke kamar. Mengunci rapat pintu, menyahut seadanya ketika orang-orang rumah memintaku turun untuk sarapan.

Lima menit lagi Freya akan datang terlalu banyak menangis, aku bahkan kaget saat melihat jam.

"Dua hari, kondisi mengenaskan pasti mukaku jelek." Aku bergumam, bersunggut-sunggut di kasur. Infusnya sampai ikut bergerak.

Bandit bajingan.

Kurang ajarnya memberitahu selambat itu.

Bisa jadi para bandit tersebut menutup mulut, aku justru di temukan basarnas atau warga yang sengaja masuk hutan mencari kayu bakar dan sarang lebah.

"Freya!"

Akhirnya yang aku tunggu muncul, kusibak selimut. Freya asli berdiri di sana sambil ... berkacak pinggang.

"Jangan bikin kasur gue berantakan, apa-apain ini?! Kamar gue jadi kamar buat anak bayi! Lo gila!" bentaknya memandangiku sengit.

"Ak--"

"Sumpah ya gue bingung, kenapa sang pencipta itu malah menggariskan takdirnya ke elo. Jiwa gue diisi wanita dewasa, tapi kelakuannya bar-bar, pencicilan, dan jorok!"

Aku tertampar keras.

Pencicilan dan jorok. Salah, aku cuma bar-bar. Kali ini aku bersedekap, orang seperti Freya pantasnya di balas.

"Sebenarnya aku juga mau pulang, kamu tidak boleh menyalahkan orang lain di sini apalagi sang pencipta," kataku berharap Freya mengerti. Nada suaranya masih sama, terdengar sinis.

"Terus gue harus salahin siapa?! Gue dibunuh, gue keracunan!" Freya mendekat, matanya berkilat marah.

Hawa dingin menusuk kulit. Perkataan Freya sukses membuatku bertanya-tanya, seolah mengerti dia langsung melanjutkan.

"Hari itu sebelum tawuran, jam setengah dua belas gue, Namira, Sena ke kafe jalan di persimpangan SMA Aurora sekedar makan siang, disela makan gue izin ke toilet. Bodohnya ada yang mengambil kesempatan untuk membunuh gue dan selamat ... orang itu berhasil." Freya menyeringai. "Menjelang sore Ganes dan gengnya tawuran, gue ikutin. Lo pasti udah tau kan kelanjutannya?"

Aku cukup kaget Freya mampu bertahan selama itu, pasti menyakitkan. Semuanya untuk Ganes, menyuruh Ganes berhenti tawuran tapi sayang Ganes keras kepala. Berakhir Ganes kalah, sebelum balok kayu mendarat ke kepalanya Freya keluar dari persembunyian lalu melindung Ganes.

"Jadi kamu meninggal karena keracunan?"

Freya mengangguk malas.

"Lo kira gue ikhlas gitu kasih tubuh gue ke elo, hidup wajib adanya simbiosis mutualisme," ketus Freya.

Pemikiran sejenis apa itu? Aku mendengus dongkol.

"Disuruh memilih, aku lebih baik berada di kubur daripada dunia ini, hasil karangan penulis. Lagian labelku sudah buruk."

Freya terbahak memandangiku terkesan merendahkan. Rasanya aku ingin mendorong keningnya, dasar tak tau sopan santun!

"Serius? Lo pengen pulang, berbaring di kubur. Gelap gulita."

Freya sengaja menakut-nakuti, aku mengangkat dagu. "Berani kok!" sahutku melirih.

Sebentar.

Tidak, aku benar-benar tidak berani.

Membayangkannya saja membuat celanaku mau basah, berikan aku kesempatan meralat perkataan tadi. Aku tetap ingin hidup, setidaknya bergelar sarjana, cita-citaku jadi dokter spesialis.

Bukan Antagonis [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang