(54) Pacaran Sungguhan

21.7K 4K 921
                                    

"Emang Freya-ku mau kenalan sama mereka, tadi itu ditarik mundur karena baru sadar beberapa ada yang genit!" ujar Ziyan.

Aku jadi teringat tadi sore berniat mengambil langkah menuju tengah lapangan Ziyan lebih dahulu berlari menyusul.

"Nggak, kadang gue agak canggung." Aku menjawab jujur sembari tangan membalikkan daging di alat pemanggang dengan penjepit.

Ngomong-ngomong aku dan Ziyan berada di bukit, tentu saja pernah ke sini sebelumnya. Orang yang sama.

Ziyan sedang bertopang dagu aku sadar dari tadi Ziyan terus menatapku. Siapa yang tidak salah tingkah dipandangi terus, tak tahan aku mengambil piring plastik lalu memukulkannya di wajah Ziyan.

"Jangan liat-liat."

Ziyan tertawa.

"Punya mata, tenang aja Freya-ku cuma lo yang pertama kali seorang Ziyan kagumi dan berakhir menggetarkan hati."

"Please, berhenti bersikap alay."

"Tapi lo suka, kan?"

Hadeh. Benar-benar cerewet ini lagi dagingnya belum matang padahal aku lapar. Mata menangkap risoles di kotak plastik segera aku mengambilnya lalu berdiri.

"Gue cape. Makan yang ada."

Belum sempat tiga langkah, ujung rok tertarik. Aku mengeram kesal, sebenarnya nih bocah mau apa? Menunduk aku menatap malas Ziyan yang memasang raut minta dikasihi.

"Ikut, Freya-ku," katanya.

"Arggh, Ziyan ... kapan sih lo itu kalem?!" Refleks aku mengacak rambut frustasi kotak risoles aku pegang terjatuh tapi untungnya Ziyan cepat menangkap itu makanan, kalau gagal aku akan menggigit itu tangan.

Di sinilah aku bersama Ziyan berjarak empat meter dari tempat sebelumnya. Duduk bersebelahan, Ziyan bergeming justru aku lah yang gelisah.

Setelah dipikir aku lebih suka Ziyan berisik. Diam begini jatuhnya malah horor.

"Ziyan."

"Freya-ku."

Kami saling pandang. Suasana canggung makin canggung memanggil barengan.

"Lo aja."

"Oke."

"Seharusnya debat."

"Kebanyakan nonton tv nih."

Saking gemasnya aku mendorong kening Ziyan, melempar tatapan datar ke Ziyan yang cengar-cengir. Hendak kembali menarik tangan Ziyan justru menggengam tanganku.

Aku membeku, merasakan sensasi aneh ini untuk kesekian kali jika aku sedekat ini dengan Ziyan. Kelopak mata Ziyan meredup, jarak kami terhapus begitu saja.

"Saranghae Freya-ku."

Jantung bergemuruh hebat telapak tangan hangat Ziyan sudah menangkup pipiku.

"Nado saranghae, Ziyan."

Aku bahkan tidak menyadari air mata telah menetes bagaimana tangan Ziyan basah. Jemari Ziyan membelai pipiku walau sia-sia karena pipa mata ini seolah bocor.

"Kenapa nangis?" tanya Ziyan lirih.

Aku juga tidak tau kenapa aku menangis. Entahlah, aku takut. Namun, di sisi lain seorang Freya Lovely Astagina mustahil tetap berdiri di tempat.

"Ziyan, apa lo orang jahat?" Aku bertanya balik dengan nada serak. Menutup bibir rapat berusaha meredam tangis.

"Jawabannya tetap sama, gue mustahil jahat ke orang yang suka sekaligus cinta..." sahut Ziyan sembari mengukir senyum.

Bukan Antagonis [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang