(21) Kehilangan Kendali

32.7K 5.2K 249
                                        

Teriakan bersahutan tertangkap di telinga layaknya nyamuk lewat.

Intinya Yena harus hancur.

Aku sangat benci penulisnya, menciptakan tokoh selembek roti basah.

Apa yang salah? Aku hanya ingin perjuangan Freya tidak sia-sia, oke tak ada masalah sekedar aku dan Ganes tanpa ditakdirkan bersama. Setidaknya Ganes menempati janji, untuk menggengam tanganku atau mengiyakan bahwa dia ingat tentang sahabat pertamanya.

Itu pun semoga bisa.

"Freya, berhenti!" Seruan Namira berusaha membuatku menghentikan memasukkan kepala Yena ke bak mandi toilet.

Lengan seragam basah kuyup. Yena lebih parah, semuanya sedikit pun tak aku biarkan tersisa kering.

"Apanya yang Ganes lihat dari lo, sekali lagi gue tegaskan ke lo, Yena. Kehadiran lo cuma sebagai perusak!" Aku meraung berang.

Yena terbatuk keras.

"Ingat Reya sama janji kamu..." Bersamaan ucapan bergetar tersebut aku rasakan perutku dilingkari dua tangan. Aku menunduk, Dia Sena ... matanya berkaca-kaca.

Janji?

Banyak orang diluar sana gagal menepati janji termasuk Ganes.

"Lo tenang aja, Sena. Gue lagi ajarin Yena untuk bersikap keras terhadap orang lain, bukan menyedihkan yang entah dimata gue rasanya di buat-buat," sahutku ketus.

Sena berhasil menarik mundur badanku, dengan dada naik turun aku menoleh mendengar bunyi langkah kaki mendekat melebihi satu orang rasanya ada meluap-meluap di dadaku atas Ganes membantu Yena berdiri. Jangan lupakan Denis, memandangiku berkilat marah.

"Das---"

"Apa?!" Aku menyela sambil menepis kasar tangan Denis yang hendak menyentuh bahuku, kami saling pandang. Kucengkeram kuat pergelangan tangan Denis.

"Pasti lo mau bilang ke gue 'dasar iblis blablabla...' niat gue baik kok mengajari Yena-mu itu biar nggak selalu memasang topeng." Sengaja mengikis jarak, aku miringkan kepala kemudian berjinjit di sisi telinga Denis. "Rahasia lo ada di tangan gue, btw, lo beneran bungsu Ardinata kan?"

Aku melangkah mundur, tersenyum puas mendapati tubuh Denis menegang. Denis terdiam kaku. Beralih aku pandangi Yena bersandar di bahu Ganes, tepat saat aku menoleh Ganes juga menatapku.

Mata birunya sebeku es. Jika ditanya apa aku takut, karena di tubuh ini adalah aku yang mengisi bukan tokoh Freya asli yang ditatap oleh tokoh utama pun sudah gugup maka detik ini aku menghampiri keduanya, kutepis tangan Sena dan Namira kompak menahanku.

"Intinya, Ganes. Kalau kesabaran aku habis persetan soal janji aku untuk tidak menyakiti Yena."

Sudut mataku melirik Yena yang gemetar, bibirnya pucat paci. Rambut sebahu Yena basah, tapi membuatku semakin marah adalah pegangan Yena dilengan Ganes menguat. Kurang ajar!

Plak

Seharusnya kedua kali aku menampar Yena, tamparan ini lebih keras.

Namun, telapak tanganku bukan mendarat ke pipi Yena melainkan Ganes. Ganes melindungi Yena, rahangku mengeras melihatnya.

Bukan Antagonis [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang