Memilih toilet umum sekedar malas berjalan ke vila adalah bencana.
Kenapa gadis ini selalu ada di mana-mana? Raut muka masam aku berjalan melewati Rayena yang kutebak baru keluar dari bilik toilet.
Namanya juga tidak bisa melihat orang tenang, aku menangkap suara derap langkah kaki kemudian.
"Freya!"
Sialannn.
Benar-benar tak punya malu. Aku cuek, menyibukkan diri dengan membasuh wajah di kran wastafel.
"Aku tidak tau rencana kamu, tapi memiliki hubungan dengan Ziyan itu adalah kesalahan. Tingkah Ganes semakin agresif, dia bahkan meminta pertunangan itu secepatnya terjadi." Yena tersenyum manis. "Bagiku nggak masalah, jika ke tahap hidup bersama ... mungkin kamu cuma dijadikan tempat bercinta setelah itu Ganes tinggalkan."
Pembicaran ini terlalu ambigu, aku terkekeh geli. Tempat bercinta, katanya! Pemikiran macam apa itu.
"Buka mata lebar-lebar apa gue kelihatan peduli. Tunangan dengan orang sinting semacam Ganes cuma di alam mimpi."
"Dan di alam mimpi itu akan menjadi kenyataan."
"Lo mau gue tampar lagi ya?!"
"Tampar sepuas kamu, aku udah lama nggak merasakannya setelah itu kamu kembali bertemu Ganes. Oh, atau kamu menyuruh si buruk rupa ini memakan kotoran burung?"
"Gue nggak sejahat itu memaksa lo memakan kotoran burung?!" Aku membentak kedua kalinya, berbalik lalu berjalan menuju Yena.
Yena mundur dan aku terus maju, hingga punggung Yena membentur tembok. Sengaja mengurungnya. Baguslah, tinggi aku dan Yena tak berbeda jauh.
"Wah, di satu sisi sangat bagus kamu lupa ingatan, berhenti membullyku. Biasanya aku harus pura-pura menampilkan wajah menyedihkan agar mendapatkan simpati Ganes ... detik ini entah kenapa aku merindukan Freya yang dulu."
Aku mendengus kuat, hidung kempas-kempis menahan amarah meniup seuntai rambutku yang menghalangi memindai ekspresi Yena. Butuh kresek karena aku ingin muntah.
"Lo harus mati dulu baru bisa ketemu Freya, jangan lupa minta maaf secara tulus sekalian si ngenes juga ikut!" Aku berbisik ketus. "Sekarang kita bicara baik-baik yang lo mau dari gue?"
Yena tersenyum sembari memiringkan kepalanya. Aku berharap cemas semoga saja otaknya tidak makin miring. Jemari Yena menjentik.
"Kamu...."
"Gue?"
"Iya."
"Bicara jangan setengah-tengah."
"Perundungan yang kamu lakukan di awal tahun berhasil bikin aku tersiksa jadi aku ingin balas dendam. Jika rencana pertama gagal maka rencana kedua ini harus berhasil."
Badanku menegang begitu saja. Aku berjalan mundur merasa terintimidasi dari tatapan Yena.
"Aku masih baik dengan peracik sakit perut, tapi Ganes malah salah ambil. Aku dan Ganes sempat panik ... syukurnya kamu tetap hidup, itu menakjubkan!"
Kedua tangan terkepal di samping tubuh, aku mengatur napas berharap di atas sana Freya asli tak mendengarnya.
"Menakjubkan dari mananya? Freya asli udah mati."
"Guyonan kamu terlalu garing. Jangan bilang, Reya. Sebenarnya kamu punya kembaran."
Aku cuma tertawa sumbang. "Dijelaskan kemungkinan lo bertambah gila jadi lebih baik lo mati dulu itu pun jika sang pencipta bersedia mempertemukan lo dengan Freya!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Antagonis [END]
FantasíaBagaimana jadinya kalau kamu memasuki tokoh antagonis? Bermaksud mengembalikan novel yang dipinjam ke perpustakaan desa, Freya bertemu dengan para bandit kampung yang nyaris memperkosanya. Freya yang lari memasuki hutan berakhir jatuh ke jurang. Fre...