Aku hanya bisa pasrah Namira menyeret di lobi menuju parkiran mobil, awalnya aku berkata ingin menumpang responnya dia luar biasa bahagia.
Di kelas sebelumnya Namira menyahut mampu membuatku kasian.
"Serius lo? Katanya dulu anti naik mobil gue yang warnanya pink bikin mual," katanya.
Aku tertawa kaku setelah itu tidak ada lagi pembicaraan pengajar telah masuk ke kelas.
Detik ini lenganku dipeluk Namira, takut aku bakal hilang.
"Itu siapa?" Mataku memicing di ujung lobi sana terlihat beberapa perempuan tengah menarik seseorang. Namira otomatis berhenti, mengikuti arah pandangku.
"Palingan anggota eskul, hari ini kan hari kamis. Cheerleader sama jurnalis," sahut Namira.
Bukan Freya namanya tidak kepo, aku melepaskan genggaman Namira kemudian melangkah lebar-lebar membuntuti mereka. Namira merengek aku banyak membuang waktu.
"Dari postur tubuh kaya kenal," gumamku. Seratus persen aku yakin dia, masalahnya yang melakukan perundungan itu siapa? Apakah penyebabnya masih sama karena Ganes.
Sudah aku duga itu Rayena yang dikelilingi empat orang senior. Aku bersenbunyi di belakang pilar mengamati dari jarak jauh begitupula Namira berdiri di sampingku.
"Kita langsung pulang, Reya. Lo kan udah janji nggak mau berurusan sama Ganes."
"Cuma Ganes, bukan berarti hubungan gue dengan Yena ikut suram, setidaknya gue pengen minta maaf atas sikap gue selama sebulan ini."
Namira memandangiku heran, mungkin tak percaya yang keluar dimulut ini seorang Freya Lovely Astagina tipe gadis anti minta maaf duluan.
Ngomong-ngomong soal minta maaf, anehnya sisi lain diriku menentang keras. Seperti ada yang berbisik aku tidak salah atas perbuatanku yang keterlaluan pada Yena, Yena harusnya sadar aku berjuang lebih dari satu tahun untuk mendapatkan cinta Ganes.
Lancangnya Yena merebut Ganes dariku. Cih, mau bagaimana lagi Yena sosok tokoh utama berhati malaikat. Pasti tidak akan disalahkan.
Tanganku terkepal kuat. "Kalo gue nggak bisa dapatin Ganes, Yena juga sama kaya gue," gumamku sembari keluar dari persembunyian.
Seandainya Rayena tak muncul Ganes dipastikan menjadi milikku, Freya.
Dari segi wajah Yena cantik ditambah hatinya, jika salah satu rusak maka banyak yang memilih berpaling.
Dapat aku rasakan mataku memerah, dada yang panas. Jemari yang baru selesai aku kuteks bersama Sena layaknya terbakar.
Aku bahagia melihat keempat senior itu menyiram tubuh Yena dengan air hitam, mungkin air got.
Yena terjatuh di lantai, rambut sebahunya yang dijambak salah satu diantara mereka.
Semuanya jadi kabur, mataku berpusat ke satu titik yaitu Yena.
"Lukai lalu mati," bisikku pada udara kosong.
"Freya, akhirnya lo datang!" Kedatanganku disambut ramah.
Aku menyeringai, benar-benar terasa ada yang meletup dan nyaman.
Tepat dihadapan Yena yang duduk menyedihkan di lantai, rambutnya dipenuhi telur bukan telur busuk, orang-orang merundungi Yena kelebihan telur. Padahal telur kaya manfaat karena mengandung protein.
Aku tertawa dan badan Yena langsung gemetar hebat.
"Jadi perempuan itu harus kuat, enggak boleh lemah. Lawan kalo lo mereka salah. Pilih diam mereka makin kesenangan." Aku berbisik di samping telinga Yena setelah menyejajarkan tubuhku dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Antagonis [END]
FantasiBagaimana jadinya kalau kamu memasuki tokoh antagonis? Bermaksud mengembalikan novel yang dipinjam ke perpustakaan desa, Freya bertemu dengan para bandit kampung yang nyaris memperkosanya. Freya yang lari memasuki hutan berakhir jatuh ke jurang. Fre...