(50) Saranghae Ziyan

24K 4.3K 460
                                    

"Maksud kamu cocok dan suka itu gimana ya?!" Cepat-cepat aku berlari menyusul Lingga lalu menahan pintu kamarnya yang hendak tertutup.

Lingga kembali tersenyum, senyuman Lingga mampu membuat aku diabetes seketika. Nih, anak suatu saat nanti aku yakin banyak memperebutkannya.

"Aku suka liat Kak Laskar dan Kak Reya akur," sahut Lingga. Disusul aku yang bernapas lega, agak penasaran kepala melongok mengintari pandangan seisi kamar. Berhenti di satu titik ada Radit di sudut ruangan.

Di depan Radit ada satu set komputer, raut wajahnya tampak serius menggerakkan mouse dengan memandangi lurus layar.

"Kak Radit ngapain di kamar kamu?"

"Nggak tau, udah aku usir tetap aja Kak Radit keras kepala di dorong-dorong sama sekali nggak gerak."

Lingga cemberut sembari melirik sinis kakak sulungnya tersebut, seolah paham tengah dibicarakan Radit menoleh dan Lingga buang muka, Lingga berjalan menghentak menuju kasur membaringkan tubuhnya di sana.

Aku tertawa pelan sudah berdiri di belakang Radit. Manik mataku ikut berpusat di layar komputer mengamati tak paham denah rumit di layar.

"Kak Radit termasuk white hacker atau black hacker?"

"Dua-duanya."

Sengaja aku menumpukan dagu di kepala Radit, awalnya Radit kaget tapi itu tidak berlangsung lama.

"Perasaan orang tua kamu pasti hancur kehilangan anak pertamanya belum lagi kamu bilang pergi tanpa pamit ke Saka." Aku mengulas senyum tipis, mengingat kembali rupa Saka dan gaya penampilannya. "Waktu kritis sempat diajak Freya menyibak rahasia yang tersembunyi dan aku bertemu Saka walau dalam keadaan jiwa yang tidak bisa dilihat."

Jemari Radit tadinya lihai bergerak di keyrboard terhenti, aku menegakkan badan. Radit memutar kursi dan menghadapku.

"Lo ketemu Saka?"

"Iya."

"Saka mirip siapa?"

"Kayaknya campuran antara Bunda dan Ayah kamu."

"Oh."

"Emang kenapa?"

"Nggak papa."

"Kamu di sini sekitar dua tahun lebih, kerinduan itu beneran nggak pernah muncul."

"Buat apa? Kalau ujung-ujungnya udah tau jawabannya, gue udah meninggal."

Bersunggut-sunggut berbicara dengan Radit berakhir kalah telak. Radit terdiam seolah berpikir, cukup lama. Sudut mataku menangkap Lingga telah tertidur pulas di ranjang.

"Gue mau bicara soal Ganes."

Kenapa nama itu selalu muncul di mana-mana. Aku muak mendengarnya, Radit mengabaikan raut masamku lalu meneruskan.

"Papa tetap kekeh agar tunangan itu terjadi, gue dan Laskar mencoba berbicara baik-baik. Tapi Papa seakan tuli jadi gue berkesimpulan ada alasan di baliknya," tutur Radit.

Alasan ya? Aku pun berpikiran sama, sepertinya Freya juga tidak tau ketika aku membahas Ganes respon Freya justru kesenangan, Freya terus memuji Ganes sebelum tidur bikin kepala rasanya nyut-nyutan.

"Terus?"

"Gue ada rencana untuk ketemuan sama Om Gio sekalian lo ikut, jadi gue udah buat kesepakatan sama sekretarisnya dan pertemuan itu lusa di sore hari."

Jawaban Radit mampu mengantarkan keterkejutan.

"Aku menolak!" Menahan diri tak memekik aku mondar-mandir kemudian, dipastikan pertemuan lusa nanti dengan Papanya Ganes tanpa Papa ketahui.

Bukan Antagonis [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang