Prolog

139K 12K 618
                                    

Aku terus merapalkan doa sepanjang berlari memasuki hutan, tanpa peduli banyak ranting menggores kaki.

Suara yang keluar dari mulutku meminta tolong bahkan sudah berubah serak, air mata berurai berharap bisa selamat.

Empat orang bandit terkenal di kampungku terus mengejar tanpa lelah, mereka meneriaki namaku disusul umpatan kasar.

"Kau sudah telanjang, Reya. Jadi lebih baik kembali pada kami!" Pekikan itu semakin membuat rasa takutku menguar jelas.

Penampilanku benar-benar berantakan, rok hitam melebihi selutut kini robek. Kaos lengan panjang yang menutupi bagian atas terkoyak di bagian dada, braku terekpos.

Aku nyaris diperkosa.

Aku nyaris disetubuhi.

Daripada jadi piala bergilir lebih baik aku mati. Siapa yang peduli? Jawabannya tidak ada, ini salahku yang sengaja keluar rumah tanpa pamit.

Kalau pamit yang ada buku yang aku pinjam lebih dulu di bakar Ayah.

Katanya buat apa aku mementingkan pendidikan kalau akhirnya berada di dapur dan melayani suami.

Buku yang aku peluk berjatuhan menyisakan satu buku.

Sepertinya yang Ayah bilang benar. Ini mungkin karma karena aku pernah menyumpah serapahi Ayah dalam hati, memaksa untuk tidak mengambil beasiswa di kota.

"Dapat!"

Lamunanku justru memperlambat lari, aku terpenjat kaget. Berusaha melepaskan diri dari pria tambun yang rambutnya bahkan di sinar bulan terlihat memutih, aku bergidik ngeri.

Tiga bandit berlari mendekatiku.

Mereka tertawa kesenangan.

Aku menangis meraung terus meminta tolong.

Sebelum mereka sampai, sekuat tenaga aku menendang lutut si pria tua itu hingga terlepas. Aku memutuskan, selamat atau tidak itu ketetapan Tuhan.

"Mentang-mentang kau kembang desa dengan berani kau menendangku, dasar keparat!" teriaknya.

Aku tersenyum pahit terus berjalan mundur, aku yakin ini lah batasnya. Berdiri di ujung jurang gelap gulita, semakin mereka mendekat saat itu pula aku mundur. Syukurnya, mereka tidak menyadari niatku.

"Sampaikan pada Ayah aku menyayangi beliau, maafkan anak perempuannya ini." Aku berujar lirih, air mataku mengalir lebih deras. Dada dan hatiku secara bersamaan sakit.

Aku melihat mereka berempat syok di tempat, kelopak mataku terpejam kemudian setelah melompat ke jurang gelap gulita di bawahku. Bergulungan, bertabrakan benda keras menggores kulit, aku bahkan dapat merasakan mataku tersayat ranting.

Bukannya mati aku justru terbangun di tubuh orang lain.











***

SEMOGA SUKA PROLOGNYA❤

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA YA🌟

Bukan Antagonis [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang