75. Pertandingan Final VI

92 20 0
                                    

"Sial... aku lengah," gumam Haikal meringis merasakan sakit di seluruh tubuhnya akibat tertimpa reruntuhan dinding stadium, bukan hanya pada pipi tempat Jack memukulnya. Haikal berusaha bangkit dari reruntuhan kecil yang menimpanya, namun belum sempat dia bergerak, Jack sudah mendarat tepat di perutnya setelah melompat tinggi, "Argh!"

Jack tidak berbelas kasihan pada Haikal, dia lalu menyarangkan sebuah tendangan tepat di dagu Haikal membuat pemuda tersebut terpental ke atas cukup tinggi. Jack melompat mengikuti badan Haikal dan mendaratkan satu pukulan lagi, "Makan ini!"

Braak!!

Pukulan tersebut mendarat tepat di pipi kanan Haikal yang membuatnya terlempar ke sisi dinding stadium lainnya, menghancurkan arena lebih banyak lagi.

"Ke-kepala...." Salah satu pengajar berpendapat agar pertandingan ini dihentikan karena bukan hanya membahayakan nyawa Jack dan Haikal, tetapi juga kerugian yang harus ditanggung keuangan akademi juga tidak sedikit demi memperbaiki arena.

"Hah? Kita menggelar Turnamen Penyambutan setiap tahunnya dan menelan banyak kerugian berkat kerusakan yang ditimbulkan, kenapa baru protes sekarang?" Veindal tidak senang pada pendapat pengajar tersebut.

"Tapi Kepala, ini sudah kelewatan untuk ukuran turnamen!" Pengajar itu tidak berniat mundur meski Veindal menolak usulannya. Dia yakin banyak pengajar yang setuju dengan pendapatnya.

Veindal menghela nafas berat mendengar pengajar tersebut bersikeras terhadap pendiriannya, "Turnamen ini digelar demi mencari calon Blazer terbaik dan mencari cara untuk mengembangkan sekaligus mengarahkan pengembangannya agar manusia mampu melawan balik Verg di luar sana."

"Jika kita berhenti sekarang tanpa mengetahui kekuatan penuh mereka, bagaimana kita bisa mengarahkan mereka sampai ke puncak?" Tidak tanggung-tanggung Veindal menatap pengajar tersebut penuh kemarahan sambil mengerahkan tekanan energi jiwa yang tidak kecil.

Pengajar itu sontak bergetar merasakan tatapan mendalam dan tekanan energi jiwa Veindal, dia kemudian duduk kembali ke kursinya tak berniat membantah lebih jauh. Bukan hanya dia saja, pengajar lainnya juga tidak berani memberikan pendapat mereka berkat peringatan Veindal.

Kemarahan Veindal cukup mereda ketika debat kecil tersebut usai. Dia lalu mengalihkan perhatiannya kembali ke lapangan arena dan memandang Jack serta Haikal yang tengah bertanding itu, kemudian melirik putrinya, Salvia, yang berada di pinggir arena sejenak.

"Benar, bibit muda seperti kalian sangatlah diperlukan bagi kelangsungan masa depan umat manusia," gumam Veindal dalam hati mengingat kembali pergerakan Verg di luar kota semakin lama semakin mengkhawatirkan.

Kembali ke lapangan arena, saat ini Jack mendominasi pertandingan. Sejak tadi dia terus menyerang Haikal yang kini terkapar di lantai tak bertenaga, merasakan sakit di berbagai bagian tubuhnya.

"Kau sudah puas meringis kesakitan di lantai seperti itu?" Jack berceletuk tiba-tiba membuat Haikal menaikkan alisnya sejenak merasa heran sekaligus kesal, padahal Jack-lah yang terus menyerang Haikal sampai dia tidak bisa bangkit.

Jack mengerinyitkan dahinya menanggapi sorot mata Haikal, "Apa-apaan pandanganmu itu? Kau pikir musuhmu akan memberimu kesempatan untuk bangkit?"

Jack berlari kecil menuju Haikal dan menyarangkan sebuah tendangan telak pada perut Haikal sekali lagi, kembali menghempaskan Haikal cukup jauh hingga menghantam dinding stadium lainnya. Kali ini tidak sampai hancur melainkan hanya menciptakan retakan besar di sana.

Haikal terduduk lemas menyandar pada dinding tak bisa bergerak. Dia hanya bisa mengerang kesakitan sambil mengangkat dagu dan memperhatikan Jack berada, tetapi sebelum Haikal dapat memastikan lokasi lawannya itu, Jack sudah lebih dulu berada di sampingnya dan lagi-lagi memberikan tendangan kuat pada Haikal yang membuatnya terhempas ke sisi lain arena.

"Uargh!" Haikal tidak bisa menahan erangannya merasakan kekuatan Jack yang melebihinya. Dia berguling di lantai beberapa kali sebelum berhenti di tengah lapangan tanpa perlawanan.

Para hadirin yang tadinya bersorak-sorai mendukung Jack kini terdiam karena terkejut tidak mengira Jack memiliki sikap keji sampai mempermainkan lawannya sedemikian rupa, sementara pendukung Haikal tidak bisa berbuat apa-apa selain memasang wajah terganggu melihat jagoannya disiksa begitu.

"Dia mempermainkan Haikal tanpa segera membuatnya pingsan? Apa Jack memang orang seberengsek ini sejak dulu?" Salvia yang sejak tadi mengamati dari pinggir arena kini naik pitam, dia tidak terima melihat Haikal diperlakukan sedemikian kejamnya oleh Jack.

Salvia memang tidak mengenal Jack sedalam Verna atau Cecil yang merupakan teman satu kelompok mereka, tetapi dia mengetahui pasti bahwa pemuda satu itu tidak memiliki niat buruk pada Haikal sejak awal, namun apa yang dia lihat hari ini membuktikan dugaan tersebut salah.

Jack tidak menghiraukan reaksi dari para hadirin dan terus menghajar Haikal namun tanpa kekuatan berlebih, terlihat berusaha memukuli Haikal sambil menjaga kesadaran Haikal agar tidak melayang.

"Cukup sudah!" Salvia tidak bisa lagi menerima perlakukan yang Jack berikan pada Haikal, dia bangkit berdiri dan berniat memasuki lapangan arena menghentikan tindakan Jack. Salvia sempat dicegat oleh petugas medis yang bersamanya tetapi dia dapat meloloskan diri dengan mudah, sampai sebuah dinding api kecil menghalangi jalannya.

Salvia menoleh ke arah asal dinding api tersebut dengan tatapan tidak senang, "Apa maksudmu menghalangiku, Verna?"

"Justru itu kalimatku, apa maksudmu berniat mengganggu pertarungan mereka berdua?" Verna melontarkan kembali pertanyaan Salvia kepadanya. Dialah orang di balik dinding api yang menghalangi jalan Salvia.

Urat di pelipis Salvia berkedut hebat tak percaya mendengar ucapan tersebut keluar dari mulut Verna, "Menurutmu jika Haikal disiksa dengan kejamnya oleh Jack seperti yang Edward lakukan padaku, aku bisa diam saja?!"

"Ya, kau seharusnya diam dan lihat saja mereka bertarung!" Verna berseru keras sambil menghentakkan tongkat hitam di tangannya ke lantai dengan keras, menciptakan sepasang tangan batu yang menggenggam pergelangan kaki Salvia.

Salvia menggertakkan giginya menanggapi respon Verna yang sama sekali tak disangkanya, dia menunjuk Verna dengan kemarahan meluap-luap, "Kau! Bagaimana bisa kau membiarkan sahabatmu diperlakukan begitu kejam oleh Jack?! Apa kau masih layak menyebut dirimu sebagai sahabat Haikal?!"

Verna tertunduk menatap lantai sejenak mendengar perkataan Salvia, tetapi dia tidak membalas ucapan Salvia melainkan mempererat kekuatan cengkeraman tangan batu pada kaki gadis berambut perak tersebut.

"Verna, lepaskan kakiku sekarang juga!" Salvia ingin sekali mengerahkan saljunya demi membebaskan diri, sayangnya energi jiwanya belum pulih banyak sehingga dirinya tidak bisa melakukan itu.

Saat ingin berseru keras sekali lagi memperingatkan Verna, tiba-tiba ekspresi Salvia melunak ketika dia melihat setitik air mengalir keluar dari mata menuruni pipinya. Salvia terdiam seketika melihat pemandangan aneh yang belum pernah dia lihat dari Verna.

"Kau pikir aku secara suka rela melihat Haikal dihajar begitu saja oleh Jack?" Verna mengangkat suaranya mengisi keheningan di antara keduanya yang berkuasa beberapa detik lalu.

Salvia tidak mengerti arti air mata maupun perkataan Verna, hanya saja dia tidak melihat kebohongan ataupun kesedihan palsu dari air mata tersebut.

Verna mengusap air matanya dan menatap Salvia setelah menetapkan keteguhan hatinya sekali lagi, "Akulah yang meminta Jack bertindak demikian terhadap Haikal."

Absolute SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang