46. Rasa Terima Kasih

116 26 0
                                    

"Akhirnya bebas juga," ucap Haikal sembari menghirup nafas dalam-dalam merasakan sejuknya udara luar untuk pertama kalinya dalam seminggu terakhir, mengingat selama seminggu ini Haikal mendekam di ruang inap rumah sakit demi menjalani perawatan lebih lanjut.

Berkat perawatan tersebut selain kaki yang sudah dapat digerakkan secara leluasa, lengan kanan maupun kirinya dinyatakan telah pulih seperti sedia kala. Tidak masalah bagi Haikal untuk kembali berlatih lagi tetapi tidak dianjurkan latihan berat, setidaknya itu yang dikatakan dokter.

Di zaman sekarang kecepatan pemulihan seperti Haikal cukup wajar, mengingat tenaga kerja Blazer dan Soul Arc jenis medis cukup tersedia di berbagai negara, apalagi energi jiwa memiliki sifat penyembuhan alami dan tubuh Haikal yang lebih tangguh dari manusia biasa.

"Haikal, bagaimana keadaan Salvia? Apa dia bisa pulih tepat waktu?" Tanya Heru membuka topik utama, mengingat Salvia mengalami cedera yang tidak ringan dan butuh waktu cukup lama hingga pulih sepenuhnya.

Menanggapi pertanyaan Heru, Haikal menjelaskan menurut perkiraan dokter yang bertanggung jawab atas perawatan Salvia, gadis itu dapat pulih sepenuhnya dalam kurun dua minggu lagi yang mana tentunya memakan waktu beberapa hari lainnya untuk menjalani rehabilitasi singkat. Hal ini masihlah perkiraan, bukan data yang sesungguhnya.

"Masih ambigu, ya?" Heru mengusap dagunya mendengar kabar tersebut, merasa khawatir apa mereka dapat mengikuti babak final Turnamen Penyambutan, mengingat waktu jeda babak berikutnya sekitar satu bulan setelah babak semifinal berakhir.

Sudah seminggu terlewati semenjak babak semifinal berakhir yang berarti tersisa tiga minggu lagi sebelum babak final dimulai. Dalam sisa waktu itu Haikal ingin menggunakannya untuk berlatih, mengingat dirinya tidak bisa melakukan latihan rutinnya selama berada di rumah sakit.

"Ngomong-ngomong Heru, selama ini kau berlatih di rumah, kan?" Tukas Haikal melirik sahabatnya secara refleks begitu memikirkan latihan, sementara orang yang dilirik sendiri membuat ekspresi datar di wajahnya.

"Kau sedang meremehkanku atau apa?" Balas Heru terdengar tak terima dengan pertanyaan sahabatnya, sementara Haikal hanya bisa tersenyum masam menyadari pertanyaan bodohnya itu.

Seusai perbincangan singkat tersebut, keduanya berjalan menuju sebuah kafe demi merayakan keluarnya Haikal dari rumah sakit. Heru yang mengajaknya.

Awalnya Haikal ingin menolak ajakan tersebut karena baru keluar dari rumah sakit dan tidak punya uang, tetapi Heru membujuknya menggunakan bujukan legendaris yang tak bisa ditolak oleh siapapun, traktiran.

Bagi Haikal yang tidak termasuk keluarga kelas atas bujukan ini memang mustahil dielaknya, terutama setelah mendiami rumah sakit selama seminggu dengan menu makanan yang cukup membosankan.

Butuh beberapa waktu bagi keduanya sampai di kafe yang dituju dengan berjalan kaki, hitung-hitung menyegarkan tubuh Haikal yang sudah lama tidak bergerak cukup bebas.

"Kau yakin ini kafenya? Terlihat mustahil bagi kalangan awam seperti kita," cetus Haikal begitu melihat penampilan kafe tersebut, merasa dirinya tidak pantas menginjakkan kaki bahkan di halamannya saja.

Heru tersenyum bangga melihat reaksi Haikal yang nampak pesimis, tetapi dia tidak membalas melainkan melewati pintu kafe itu dengan langkah ringan seakan-akan dompetnya berisi jutaan Bold, "Tidak usah khawatir tentang biayanya, ikuti saja aku."

Menyaksikan sahabatnya memasuki kafe mewah tersebut dengan bangganya, Haikal mengikuti di belakang dengan langkah sedikit ragu. Bagi kaum awam sepertinya sulit untuk menginjakkan kaki di tempat mewah seperti ini semudah sikap Heru.

Sekilas eksterior kafe ini memang nampak begitu mewah, namun begitu memasukinya Haikal bisa mengetahui dirinya memang tidak layak berada di tempat ini, "Uangku...." Haikal secara refleks membuka dompetnya memeriksa isinya sambil sedikit meringis melihat kondisi dompetnya yang nilainya tidak sampai 100 Bold.

Absolute SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang