76. Pertandingan Final VII

98 22 0
                                    

"Apa hanya segitu kekuatanmu, Haikal Alendra?!" Jack mendaratkan sebuah pukulan yang kuat pada perut Haikal yang membuat pemuda berambut hitam tersebut lagi-lagi terlempar ke sisi lain arena, menciptakan retakan besar pada dinding stadium.

Haikal yang telah dihajar habis-habisan oleh Jack kini jatuh ke lantai dalam kondisi lemas, dirinya bahkan tidak mempunyai tenaga untuk mengerang kesakitan.

"Bukankah ini terlalu berlebihan?"

"Kupikir Jack bukanlah orang kejam seperti ini...."

"Apa dia memang sama kejamnya dengan Edward sejak awal?"

Para hadirin tidak bisa berhenti bertanya-tanya terhadap perubahan sikap Jack yang begitu drastis. Padahal pada pertandingan-pertandingan sebelumnya Jack sangat murah senyum, namun sekarang dia hampir tidak ada bedanya dengan Edward ketika menyiksa Salvia pada perempat final lalu.

"Ja-Jack, tidak bisakah kau berhenti bertindak kejam seperti itu?" Pembawa acara berkomentar membujuk Jack, dia tak mampu melihat Haikal tersiksa terus-terusan. Dia meminta Jack menyudahi perbuatannya atau setidaknya menghilangkan kesadaran Haikal dengan cepat.

Jack melirik sang pembawa acara dan menunjuknya, "Tidak ada peraturan yang melarang peserta berbuat demikian. Pertandingan hanya akan selesai jika salah satu peserta menyerah atau kehilangan kesadaran, benar?"

"Itu memang benar, tapi ini sedikit...." Pembawa acara tersebut memandang Haikal yang saat ini tergeletak lemah di lantai, nampak tak mampu melanjutkan pertarungan tetapi dia tidak bisa menghentikan pertarungan karena syarat kemenangan hanya ada dua.

"Kalau begitu diam dan lihat saja," tukas Jack tak mempedulikan perkataan pembawa acara. Dia melangkah mendekati Haikal dengan tekanan energi jiwa yang bahkan tidak berkurang, "Bagaimana caraku memenangkan pertandingan itu bukan hak kalian untuk berkomentar."

"Tapi, sudah tugasku mengomentari setiap pertandingan," batin pembawa acara tersenyum kecut namun tak berani menyuarakan protesnya. Dia memilih tetap diam dan memandang ke ruangan Veindal, berharap pria paruh baya tersebut mampu meredam pemandangan tak menyenangkan ini.

Jack menghentikan langkahnya begitu dirinya hanya berjarak beberapa meter dari Haikal. Dia mendongakkan dagunya memandang Haikal dengan sorot mata tak sedap, "Berdiri, Haikal. Aku tahu kau masih punya tenaga cadangan untuk menyiapkan serangan kejutan padaku."

Tubuh Haikal bergetar sejenak, dia lalu menggunakan kedua tangannya menolak lantai dan berusaha bangkit dari posisi tengkurapnya. Haikal tersenyum kering menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya, "Kenapa kau bisa tahu rencanaku?"

"Sederhana saja, walaupun tipis tekanan energi jiwamu masih terasa," jawab Jack menjelaskan, "Lagipula, aku tahu kemampuan orang yang mampu mengalahkan Edward hanya segini saja."

Haikal tidak memberikan jawaban sejenak selain senyuman kecut, "Mungkin kau saja yang terlampau kuat. Buktinya kau bahkan mampu menghajarku habis-habisan seperti ini." Cahaya pada mata Haikal sedikit memudar ketika berkata demikian.

Jack menyipitkan mata menanggapi perkataan Haikal, "Kau serius mengatakan itu?"

"Apa maksudmu?" Haikal mengangkat alis tidak mengerti pertanyaan Jack.

Jack terlihat menggeretakkan rahangnya sebelum menendang lantai melesat mendekati Haikal dalam sekejap, lalu sekali lagi mendaratkan pukulan telak pada perut Haikal, lagi-lagi menghempaskan Haikal menghantam dinding stadium.

"Arghh!" Haikal bisa merasakan nyeri luar biasa di sekujur tubuhnya, dia tak mampu bergerak bebas akibat luka-luka tersebut sehingga membuatnya tidak bisa menghindar. Belum lagi energi jiwanya yang cukup terkuras setelah mengerahkan Void Breaker dan Berserker Plate sebelumnya.

Jack tidak begitu peduli terhadap reaksi kesakitan Haikal, dia hanya berjalan mendekati Haikal tanpa mempedulikan separah apa kondisi pemuda di hadapannya itu, namun kali ini terdapat ekspresi iba di wajahnya ketika memandang Haikal.

"Aku sudah dengar beberapa hal tentang dirimu dari Verna, Haikal. Termasuk alasanmu ingin menjadi Blazer," kata Jack tidak lagi langsung menyerang, "Kau ingin mencari tahu kebenaran tentang kematian ayahmu, kan?"

Badan Haikal bergetar untuk sesaat menanggapi perkataan Jack, dia menengadahkan dagunya menatap pemuda itu sambil tersenyum, "Lalu, ada apa dengan itu? Kau tidak terima alasanku?"

"Bukan berarti aku tak menerima alasanmu untuk menjadi Blazer, aku juga mempunyai alasan serupa hingga bisa berdiri di tempat ini."

"Kalau begitu—"

"Tapi, aku tidak suka caramu menggunakan alasan tersebut demi menutupi alasan terbesarmu menjadi seorang Blazer." Nada bicara Jack seketika meninggi disertai sorot matanya yang menjadi lebih dingin dan tajam.

Haikal melebarkan matanya sejenak mendengar ucapan Jack yang bisa ditebak mengarah ke mana, dia menyipitkan mata dan menatap Jack penuh kemarahan, "Kau juga mendengar itu dari Verna?"

"Jangan salahkan dia. Verna hanya memintaku membantumu karena dirinya merasa tak pantas." Jack mengangkat bahu melihat reaksi Haikal, "Dia sungguh merasa bersalah atas kejadian itu, kau tahu."

"Itu salah!" Haikal berseru lantang hingga seluruh penonton yang masih sadar mendengar seruan tersebut, sedikit mengejutkan Jack dan hadirin di arena.

"Verna tidak melakukan kesalahan apa-apa pada hari itu!" Haikal bangkit berdiri dengan susah payah mengabaikan rasa sakit di seluruh tubuhnya, namun Haikal menegakkan punggungnya terlihat setetes air mata jatuh dari pipinya disertai pandangan mata penuh kesedihan, "Jika ada yang melakukan kesalahan, maka akulah orangnya."

Wajah Jack sedikit melunak melihat kesedihan Haikal, dia mengetahui garis besar apa yang menjadi alasan air mata Haikal keluar sehingga dia merasa semuanya itu wajar.

"Bukan orang lain, akulah yang sudah membunuhnya." Tidak ada lagi air atau sorot mata kesedihan, kini semua orang dapat melihat pandangan Haikal dipenuhi kemarahan yang membludak.

***

"Kau yang memintanya?" Salvia tidak bisa menahan keterkejutannya mengetahui bahwa gadis di hadapannya inilah yang meminta Jack bertindak begitu kejam pada Haikal. Salvia dilanda kebingungan tak mengerti mengapa Verna meminta hal sekejam itu terhadap sahabatnya sendiri.

Verna tersenyum kecil bisa mengetahui kebingungan Salvia, "Aku tidak memintamu memahaminya, tapi aku meminta Jack melakukan ini demi Haikal. Aku mohon jangan ganggu pertarungan mereka."

Selepas berkata demikian Verna melepaskan cengkeraman tangan batu yang menahan pergelangan kaki Salvia, kemudian berbalik hendak kembali ke tempatnya berasal, namun Salvia tidak membiarkannya pergi semudah itu.

Salvia mengerahkan saljunya menahan pergelangan kaki Verna, bahkan dia sudah menciptakan beberapa tombak salju yang siap dilempar kapan saja. Energi jiwanya telah pulih sebagian sehingga posisi keduanya kini terbalik.

"Jangan pikir kau bisa pergi begitu saja setelah mengatakan semua itu, Verna."

Verna sendiri menghela nafas sudah menduga Salvia tak akan diam saja membiarkan dirinya pergi tanpa memberi kejelasan. Dia berbalik, "Lalu, kau ingin aku melakukan apa?"

"Beritahu aku semuanya. Semua niatmu di balik melakukan hal ini demi Haikal," ujar Salvia serius disertai tekanan energi jiwa berkobar di sekelilingnya, sungguh berniat melemparkan tombak saljunya jika Verna menolak.

Verna menatap mata Salvia dalam-dalam sebelum melirik ke arah Haikal di lapangan arena yang saat ini terus melayangkan serangan kepada Jack namun tak ada yang berhasil selama beberapa saat.

Dia lalu menghela nafas sambil tersenyum tipis, kemudian kembali memandang Salvia, "Maaf saja, tapi belum waktunya bagimu untuk mengetahui hal itu." Verna lalu menghentakkan tongkat hitamnya ke lantai.

Absolute SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang