15. Jack Calvin

153 30 0
                                    

Saat ini Haikal tak melakukan lari pagi seperti biasa, melainkan duduk diam melatih energi jiwanya dengan mengalirkan seluruh energi jiwa ke seluruh tubuh dan mempertahankan jumlah tersebut tanpa kurang ataupun lebih.

Sudah lebih dari empat jam sejak ia mulai berlatih, tapi energi jiwanya hampir tak lepas kontrol sedikitpun. Mungkin hanya satu sampai tiga kali ia tidak bisa mempertahankan pengeluaran energi jiwanya, selain itu semuanya aman terkendali.

"Kak, sudah jam 08.00. Sudahi latihanmu dan bersiaplah," panggil Seran dari teras belakang.

Haikal pun menyudahi latihannya dan bangkit berdiri ketika mendengar suara Seran. Sambil berjalan ke kamar mandi, ia meregangkan otot-ototnya terlebih dahulu merasa sedikit pegal telah berdiam diri selama empat jam.

"Di luar dugaan, latihan ini sungguh efektif terhadap pengontrolan energi jiwaku," batin Haikal mengepalkan tangan kanannya sebelum membasuh diri.

Tak perlu waktu lama baginya untuk membersihkan diri dan mengenakan seragamnya, Haikal pun sudah siap berangkat dalam waktu kurang dari setengah jam.

"Ibu, aku berangkat," ucap Haikal sebelum berangkat menuju akademi Skymaze sambil bertanya dalam hati, "Ibu lembur lagi, ya?"

Di jalan Haikal memikirkan beberapa hal mengenai kekuatan jiwa serta Soul Arc-nya yang tak kunjung bangkit.

Ia sudah berusaha memanggil Soul Arc-nya berkali-kali, namun senjata khas Blazer-nya itu tidak bisa ia temukan di manapun dalam lautan ketidaksadarannya. Meski kekuatan jiwanya meningkat cukup drastis, tanpa Soul Arc ia tidak bisa disebut sebagai Blazer.

Ketika berjalan sambil tenggelam dalam pikirannya, Haikal tiba-tiba merasakan angin kencang berhembus dari sisi kirinya yang membuat dirinya tersadar. Ia dapat melihat sosok pembuat angin tersebut, itu adalah Heru yang sedang berlari sekuat tenaga menggunakan energi jiwanya.

"Apa yang membuatnya berlari segitu kencangnya?" Haikal terheran-heran melihat Heru berlari seperti dikejar hantu, kemudian mencari tahu jawabannya sendiri sebelum ikut berlari secepat yang ia bisa, "Upacara!"

***

"Ugh, apes bener dah," keluh Haikal merasa lelah dan panas.

"Diam! Jangan ada yang berbicara atau Ibu tambah hukumannya!" Tegur seorang guru mendengar keluhan Haikal, padahal suaranya sangat kecil.

Karena terlambat menghadiri upacara bendera yang digelar tiap hari Senin, Haikal dan beberapa siswa lainnya di hukum berdiri di tengah lapangan di bawah terik mentari sambil mengambil sikap hormat pada sang Dwiwarna, bendera khas kerajaan Wulodhasia.

Sudah satu jam lamanya Haikal dan beberapa murid lainnya berdiri di sini, jelas mereka sudah kelelahan karena tidak boleh menggunakan energi jiwa dalam menjalani hukuman. Bagi Haikal yang terlatih secara fisik saja lumayan melelahkan, tentu murid lain yang dihukum lebih lelah lagi.

"Yah, hari ini panas sekali, ya. Apa kau tak kepanasan?" Ujar seorang murid di sebelah Haikal.

"Ehm, bagaimana kau menyimpulkan begitu?" Balas Haikal melihat murid tersebut dengan ekspresi kebingungan.

Murid itu tersenyum lembut, "Keringatmu tidak begitu banyak."

"A-ah, aku sudah terbiasa dengan hal semacam ini, mungkin tubuhku sudah menyesuaikan," jelas Haikal tersenyum masam.

Murid tersebut memiliki rambut pirang mencolok di kerajaan Wulodhasia, lalu parasnya juga bisa dikatakan mampu menarik perhatian sebagian besar wanita, terdapat pula aura kharismatik yang membuat orang lain tertarik kepadanya. Sayangnya kharismanya tak mempan terhadap Haikal.

"Hmm... hebat juga terbiasa dengan hawa panas. Ah, namaku Jack Calvin, kelas 1-C." Jack mengulurkan tangan kirinya kepada Haikal berniat berjabat tangan, mengingat tangan kanannya berada dalam posisi hormat.

"Haikal, Haikal Alendra dari 1-A." Haikal menyambut uluran tangan Jack menggunakan tangan kirinya dengan sedikit terkejut.

Ia mengira kalau Jack merupakan siswa kelas dua atau lebih dilihat dari tampangnya, ternyata mereka masih satu angkatan. Selang beberapa detik mereka melepaskan tangan satu sama lain.

"Jack, kau bilang dari kelas 1-C, bukan?"

"Benar, kenapa memangnya?"

"Apa kau mengenal gadis yang bernama Verna Galvoria?" Tanya Haikal tak bisa menahan penasarannya lebih lama lagi.

Verna Galvoria adalah nama lengkap dari Verna, satu dari dua sahabat sejak kecilnya selain Heru. Sudah sejak lama ia tak bertatap wajah langsung dengan Verna meski berada dalam satu sekolah dan dirinya sama sekali belum mendapat kabar tentang statistik atau Soul Arc yang dimiliki sahabat perempuannya ini.

"Verna Galvoria? Siapa yang tak mengenal Ratu Penyihir di angkatan kita?" Ujar Jack mengusap dagunya pelan mengingat-ingat salah satu murid di kelasnya.

"Ratu Penyihir?" Haikal sedikit membelalakkan matanya sebelum kembali bertanya.

Menurut penjelasan Jack, Verna adalah Blazer kategori Wizard paling terkenal di angkatan mereka. Hal itu dikarenakan statistik kecerdasannya mencapai poin ketujuh, poin tertinggi yang bisa diukur oleh kristal pendeteksi kekuatan dan wujud jiwa dan diketahui secara umum. Bukan hanya itu, bahkan statistik spesialnya pun senilai enam poin!

Meskipun statistik selain kedua jenis statistik tersebut sangat rendah, sudah bisa dipastikan bahwa Verna adalah Blazer kategori Wizard terkuat di angkatan mereka—tidak, bahkan mungkin di seluruh akademi Skymaze.

Begitulah ceritanya bagaimana Verna bisa mendapatkan julukan Ratu Penyihir dari lingkungan sekitarnya.

"Hahaha, seperti yang diduga dari Verna," batin Haikal tersenyum masam sambil menghela nafas tak menyangka sahabat masa kecilnya itu melebihi bayangannya.

Tidak seperti dirinya maupun Heru, Verna berasal dari keluarga Galvoria yang terkenal akan keturunan Blazer ber-Job kategori Wizard-nya. Meski ia sudah mengira-ngira Verna akan memiliki statistik kekuatan jiwa tinggi, tak bisa dibayangkan kalau gadis itu mencapai poin tertinggi pada statistik kecerdasan yang mempengaruhi jenis pelepasan kekuatan jiwa mereka.

Seperti yang diketahui secara umum, Blazer mampu mengolah energi jiwa mereka sendiri menjadi kekuatan tertentu yang dapat meningkatkan tubuh fisik secara drastis, setidaknya itulah cara bertarung Blazer kategori Warrior.

Blazer kategori Wizard sendiri mengolah energi jiwa menjadi suatu kekuatan tertentu yang dimiliki Soul Arc-nya, lalu Soul Arc-nya akan merealisasikan keinginan penggunanya dalam suatu bentuk yang disebut sihir.

Dengan tingginya poin kecerdasan dan spesial yang dimiliki Verna sebagai Blazer, tentu kekuatan sihirnya akan sangat mengerikan walau tak begitu dilatih, "Sebaiknya aku jangan macam-macam dengan Verna, bisa-bisa aku dilumat habis dengan sihirnya," batin Haikal membayangkan Verna marah.

Sesaat setelah menghela nafas membayangkan bagaimana mengerikannya Verna marah, Haikal mendapati sosok guru yang mengawasi mereka berdiri di depannya bersama sebuah penggaris kayu sepanjang satu meter di tangannya.

"Kalian berani sekali mengobrol dengan santainya sesudah kuperingati, ya," ujar guru tersebut sembari memukul-mukulkan penggaris kayunya ke lantai lapangan upacara.

Melihat kedatangan sang guru pengawas dengan senjata andalannya, Haikal dan Jack hanya bisa menelan ludahnya sambil berharap memar di tubuh mereka tertutupi oleh pakaian.

Absolute SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang