18. Latih Tanding Dengan Kepala Sekolah

147 27 0
                                    

Haikal saat ini sedang merenggangkan beberapa anggota geraknya, tidak mencoba kabur dari tatapan dingin nan menyeramkan Veindal. Ia tidak mengerti mengapa Veindal ingin melakukan latih tanding dengannya, namun jelas terlihat bahwa Veindal tak begitu suka terhadapnya.

"Kau boleh menyerangku dengan segala cara, pakailah kekuatan penuhmu agar tidak terluka terlau berat." Veindal segera memperingati Haikal yang tengah meregangkan tangannya, karena dirinya tidak segan seperti latih tanding melawan putrinya sebelumnya.

Mendengar pernyataan tersebut Haikal hanya bisa menelan ludahnya penuh kebingungan, tidak tahu apa yang membuat Veindal begitu tak menyukainya. Itu bisa dilihat dari pandangan dingin yang hanya ditujukan kepadanya sedari tadi.

Seusai Haikal menyelesaikan peregangannya, ia pun menyiapkan kuda-kudanya seperti biasa sekaligus mengalirkan energi jiwanya ke seluruh tubuh. Tak ada yang tahu apa yang akan dilakukan Veindal terhadap Haikal, sehingga dirinya memperkuat seluruh tubuhnya tanpa memperhatikan pengeluaran energi jiwanya.

Heru yang ditunjuk Veindal sebagai wasit berjalan ke tengah keduanya, memberikan aba-aba untuk mulai sembari menelan ludah. Dirinya langsung mengambil langkah mundur begitu aba-aba mulai diperlihatkan.

Tak ingin didahului, Haikal segera menendang tanah lapangan dan melesat cepat melancarkan beberapa pukulan secepat mungkin menargetkan kepala.

Heru dan Salvia yang menonton dari luar lapangan terpana melihat kecepatan Haikal. Meskipun belum menyamai kecepatan standar Blazer bertipe Warrior pada umumnya, kecepatan Haikal sangatlah mengesankan bagi calon Blazer. Baik Heru maupun Salvia belum bisa bergerak secepat Haikal meski secara statistik mereka mengungguli Haikal, terutama Salvia.

Namun meskipun bergerak dengan kecepatan yang mengesankan bagi keduanya, hal itu sama sekali bukan masalah bagi Veindal. Ia dapat menghindari semua serangan yang ditujukan kepadanya dengan mudah, bahkan ia melancarkan sebuah pukulan telak pada perut Haikal membuat pemuda itu terpental beberapa meter ke belakang meringis kesakitan.

"Kecepatan yang mengesankan, tetapi masih jauh dari standar." Veindal sebenarnya sedikit terkejut melihat kecepatan Haikal yang tidak normal untuk ukuran siswa SMA, namun ia sudah sering melawan berbagai musuh yang jauh lebih cepat dibanding Haikal.

Haikal memang terlempar ke belakang dengan satu pukulan saja sambil meringis kesakitan, tapi ia belum menyerah. Haikal kemudian mengalirkan energi jiwa lebih banyak lagi ke seluruh tubuhnya terutama kaki, lalu kembali meluncur ke arah Veindal.

Veindal hanya menghela nafas kebingungan, apakah pemuda di depannya ini bodoh atau terlalu meremehkan dirinya karena menyerang langsung dari depan, yang manapun juga dirinya harus memberi pelajaran kepadanya. Ia pun mengepalkan tangan kanannya yang telah diselimuti energi jiwa siap memukul Haikal, namun hal yang dilakukan Haikal berikutnya membuatnya melotot.

Langkah Haikal terhenti tepat di jarak satu meter di depan Veindal, lalu mengubah haluan larinya ke kanannya dengan cepat. Pukulan Veindal yang telah diluncurkan untuknya pun hanya menghantam udara.

"Kesempatan!" Haikal memusatkan energi jiwa pada tangan kanannya, lalu mendorongnya sekuat tenaga sembari menjejakkan kaki ke tanah melesat menuju perut sebelah kiri Veindal.

Haikal berharap hal ini berhasil mengecoh pria tersebut walau hanya sedikit, namun siapa Veindal? Ia adalah seseorang yang menerima tanggung jawab sebagai kepala sekolah akademi Skymaze selama beberapa tahun, tentu serangan seperti ini sudah diantisipasi olehnya.

Veindal menghindari serangan hanya dengan menarik tubuhnya ke belakang membiarkan Haikal lewat di depannya, kemudian memberikan sebuah pukulan yang cukup kuat pada perut Haikal sekali lagi, Haikal sampai melayang beberapa meter di atas udara dibuatnya.

"Urgh!" Haikal tidak bisa menahan rasa sakit pada perutnya, ini sudah kedua kalinya perutnya terkena serangan telak. Jika pukulan ini berasal dari Heru tentu dirinya tidak mengerang sekuat ini, tapi kekuatan Veindal benar-benar di luar jangkauannya.

Ia merasa dirinya terlalu sombong hanya karena menguasai ilmu penggunaan energi jiwa yang efisien dan fisiknya yang baru ditempa beberapa minggu dalam pelatihan tidak manusiawinya, mungkin ini adalah karma karena menganggap hebat dirinya.

Pada akhirnya Haikal mendapat sebuah tendangan sebelum terseret beberapa meter di atas tanah, dirinya mengerang cukup keras merasakan rasa sakit tersebut.

"Padahal aku yang paling tahu tentang perbedaan jauh antara kerja keras dan jenius," sambil mengucapkan itu dalam hati Haikal menggigit bibirnya merasa menyesal menyombongkan diri hanya karena menguasai sedikit penggunaan energi jiwa efisien.

Heru berlari kecil hendak membantu Haikal berdiri melihatnya begitu kesakitan, sementara Salvia mengikuti Heru dari belakang merasa kasihan terhadap Haikal lalu menatap ayahnya, "Mengapa ayah tidak menahan diri? Dia hanyalah murid akademi, terlebih lagi cukup tertinggal."

"Justru karena ia adalah murid tertinggal itulah ayah tidak menahan diri, putriku." Viendal menepuk kepala putrinya beberapa kali.

Veindal kemudian membalikkan badannya dan menghela nafas kecewa, dirinya terlalu berharap kepada Haikal yang bisa sedikit mengejutkan dirinya, "Ternyata hanya segini putra Raditya Alendra." Setelah mengatakan itu Veindal melangkahkan kakinya berniat meninggalkan lapangan.

Haikal melotot lebar mendengar kata-kata Veindal, "Kepala sekolah, anda mengenal ayah saya?" Suara Haikal bervolume cukup keras. Heru pun ikut terkejut dibuatnya ketika mendengar ucapan Veindal barusan.

"Kalau iya, memangnya kenapa, murid tertinggal?" Veindal tidak mempedulikan Haikal maupun Heru yang masih terbengong tak mempercayai perkataannya dan memasuki kediamannya meninggalkan putrinya dan kedua temannya di lapangan.

***

"Adududuh!" Haikal meringis kesakitan saat Salvia berusaha mengobatinya menggunakan peralatan P3K, sayangnya rasa sakit Haikal semakin menjadi ketika Salvia melakukan itu.

"Maafkan ayahku, dia berbuat terlalu berlebihan." Sambil menempelkan sebuah kapas yang beri sedikit cairan obat pada pipi Haikal, Salvia mencoba meminta maaf atas perlakukan ayahnya.

Sejak dulu ayahnya memang cukup keras jika menyangkut latihan dan Blazer, namun ia tak pernah melihat ayahnya mengeluarkan kekuatannya sampai seperti ini dalam latih tanding. Ia juga meminta maaf tentang perlakuan ayahnya yang begitu dingin terhadap Haikal.

"Tenang saja, Salvia. Biarpun kau ataupun ayahmu tidak meminta maaf, aku tidak mempermasalahkannya." Haikal tersenyum kecut menanggapi penjelasan Salvia, lalu menceritakan perasaannya yang selama ini merasa di atas angin hanya karena menemukan cara latihan yang cocok untuknya.

Latih tanding barusan pun Haikal anggap sebagai bentuk peringatan dari Veindal yang merasakan sikap arogannya mulai tumbuh meskipun hanya seorang murid akademi. Jika ada seseorang yang harus disalahkan, maka dirinyalah yang harusnya disalahkan.

Mendengar penjelasan Haikal itu membuat Salvia terheran-heran, bagaimana Haikal bisa menganggap latih tanding barusan seperti itu? Padahal jelas-jelas Veindal tidak menahan diri ataupun memberikan belas kasihan sedikitpun meski Haikal hanyalah seorang pelajar SMA.

Latih tanding ini memberikannya pelajaran, selalu ada langit di atas langit, sikap arogan hanya akan membawa petaka bagi seseorang.

Pada akhirnya di hari itu hanya Salvia dan Heru yang berlatih fisik dan Soul Arc dengan berlatih tanding, sementara Haikal memusatkan perhatiannya pada pengolahan energi dan kekuatan jiwanya sebanyak mungkin.

Sebelum Turnamen Penyambutan dimulai dirinya harus sudah lebih kuat dari sekarang, jika tidak dirinya hanya akan menjadi 'boneka jerami' bagi murid-murid yang telah berhasil memanggil Soul Arc.

Tujuannya mengikuti Turnamen Penyambutan adalah menang. Biarpun dirinya belum bisa memanggil Soul Arc sekalipun, tidak ada larangan bagi murid yang belum bisa memanggil Soul Arc mengikuti turnamen.

Selama itu tidak dilarang dirinya bisa memakai tubuhnya sendiri yang diperkuat menggunakan energi jiwa, dengan itu maka harapannya menjadi juara di turnamen tersebut tidaklah 0%.

Absolute SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang