89. Ruang Rapat

84 17 0
                                    

"Sakit...."

"Tolong.... Siapa saja tolong aku...."

"Argh! Kakiku!"

Saat ini pandangan Salvia dipenuhi oleh begitu banyak orang dalam kondisi tidak lebih baik dari Heru, bahkan banyak yang lebih parah daripada rekan sekelompoknya itu. Kebanyakan dari mereka duduk atau berbaring memenuhi lorong gedung kelas satu terbalutkan perban disertai bercak darah.

"Ini...." Alis Salvia terangkat tinggi begitu melihat terdapat banyak korban akibat serangan Verg dan Blackout ini. Tidak pernah terlintas di benaknya bahwa dampak penyerangan organisasi kriminal itu akan sedemikian parahnya.

Saat Salvia masing termenung terhadap lautan manusia yang terluka, Blazer yang menyambut Salvia di pintu sebelumnya menepuk pundaknya menyadarkan Salvia dari lamunannya, "Mari kuantar nona ke tempat Haikal Alendra."

Salvia terperanjat sejenak mendapati kedatangan Blazer tersebut, dia lalu mengikutinya berjalan ke suatu arah dengan enggan beranjak dari tempatnya berdiri.

Selagi melangkah Salvia bisa melihat dan mendengar berbagai macam hal, mulai dari orang terluka, suara tangisan yang terdengar begitu pilu, hingga jasad yang tergeletak tanpa nyawa di pinggir ruangan dengan sehelai kain menutupi tiap sosoknya.

Tidak semua orang yang berada di sini adalah Blazer ataupun calon Blazer, bahkan sebagian besarnya adalah manusia biasa yang diungsikan oleh Blazer petugas keamanan turnamen dari arena sesuai arahan Veindal.

Pikiran Salvia dipenuhi oleh kebingungan dan rasa bersalah, dirinya tak pernah menyangka manusia biasa yang bukan Blazer turut menjadi korban atas penyerangan ini. Perhatiannya hampir tidak teralih dari orang-orang terluka yang dia lewati.

Melihat reaksi Salvia yang nampak syok, Blazer yang mengantarnya mengangkat suara, "Apa ini pertama kalinya anda melihat orang meninggal?"

Salvia menggeleng pelan menjawab Blazer tersebut, "Tidak, tapi ini pertama kalinya aku melihat begitu banyak orang terluka dan meninggal pada waktu dan tempat yang sama."

Blazer itu tersenyum tipis menanggapi jawaban Salvia tidak menyalahkan gadis muda tersebut yang terlihat begitu polos mengingat Salvia masihlah calon Blazer yang sama sekali belum berpengalaman.

"Kau tahu nona, kurang lebih seperti inilah keseharian seorang Blazer di garis depan perbatasan antara wilayah manusia dan Verg di luar sana," celetuk Blazer itu tiba-tiba membuat Salvia segera mengerutkan dahi dan menatap sang Blazer seakan tidak percaya.

Blazer itu tersenyum canggung menanggapi reaksi Salvia yang terlihat begitu terkejut, "Yah, memang tidak dalam jumlah besar seperti ini, tetapi setidaknya terdapat satu atau dua orang yang harus dirawat setelah bertarung di garis depan setiap harinya."

Blazer tersebut menjelaskan lebih jauh bahwa pekerjaan sebagai Blazer bukanlah hal yang mudah, terutama para Blazer yang berjuang mati-matian di wilayah perbatasan demi mempertahankan garis aman umat manusia.

Sebagai calon Blazer tentu Salvia dan murid-murid Akademi Skymaze berada dalam perlindungan yang cukup di dalam kota selayaknya manusia biasa, tetapi bagi Blazer yang bekerja di luar tembok semuanya berbanding terbalik.

Memang tidak seburuk pada masa First Doom atau Second Doom, namun sudah menjadi rahasia umum bahwa cukup banyak Blazer yang menjadi korban setiap harinya demi mempertahankan wilayah manusia.

Penuturan Blazer itu berhasil membuat ekspresi Salvia berubah begitu buruk, namun semua bisa dikatakan wajar mengingat selama ini kehidupan kota Adele terlihat begitu tenang dan damai, tiba-tiba dihantam oleh fakta sedemikian rupa.

Blazer tersebut tersenyum lembut dan tak mengatakan apapun selama perjalanan, dia bisa mengerti perasaan Salvia dan membiarkan gadis itu memahami situasi ini.

Absolute SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang