****
Tatapan aneh dari para penghuni SMA Pelita bangsa seketika terasa begitu lekat. Ketika Gerlan baru menginjakkan kakinya di sekitar parkiran sekolah. Apa yang sebenarnya sudah terjadi sampai mereka memberikan tatapan seperti itu padanya.
"Kenapa ngeliatin. Mau gue colok mata lo satu-satu?!" ancam Daniel mengarahkan kedua jarinya ke arah beberapa siswa yang sejak tadi terus memperhatikan mereka.
"Lebih baik lo berempat buruan keluar deh dari sini. Sebelum nama sekolah kita semakin di cap buruk sama yang lain," celetuk salah satu dari mereka yang masih setia berdiri di posisinya.
"Maksud lo apa, hah?!" Luky segera menahan tubuh Daniel menggunakan kedua tangannya sekaligus. Ketika laki-laki itu hendak berjalan menghampiri mereka semua.
"Setelah ini lo juga bakal tahu apa maksud dari omongan gue tadi."
Suara bel masuk yang begitu nyaring membuat para Adik kelas itu membubarkan diri dari sana. Berjalan menuju ke kelas mereka masing-masing.
"Seharusnya tadi lo nggak perlu nahan gue. Biar gue kasih pelajaran ke bocah ingusan itu!" seru Daniel kepada Luky yang berdiri tidak jauh darinya. Ia menaruh kedua tangannya di samping pinggang. Menundukkan pandangannya ke bawah sambil sesekali berdecak kesal.
"Kasih pelajaran? Mau cosplay jadi guru lo," ejek Luky di akhiri dengan sebuah kekehan kecil yang keluar dari dalam mulutnya.
"Nggak lucu bangsat." Daniel sudah benar-benar tidak bisa di ajak bercanda saat ini. Perasaan kesal itu masih terus menyelimuti dirinya. Dan semakin lama semakin bertambah ketika wajah dari para Adik kelas songong itu terlintas di pikirannya.
"Kita bisa kasih pelajaran ke mereka. Setelah tahu apa yang sebenarnya terjadi," ujar seseorang secara tiba-tiba membuat Luky, Daniel, dan Revan menoleh secara bersamaan ke arah sumber suara. Memperhatikan Gerlan yang sedang menyandarkan tubuhnya di body sepeda motor. Dengan kedua tangannya yang di masukkan ke dalam saku celana.
"Gue takut ini ada hubungannya sama Refour," ucap Revan yang sejak tadi hanya diam di tempatnya.
Entah kenapa saat ia mendengar ucapan Adik kelas tadi. Nama Refour langsung terlintas begitu saja di pikirannya.
"Gue juga sempat mikir kayak gitu," timpal Luky.
Mereka saling diam di posisi masing-masing selama beberapa saat. Hingga akhirnya salah satu dari ke empat laki-laki itu sadar. Jika mereka sudah sangat telat untuk masuk ke dalam kelas. Karena bel sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu.
Mereka semua memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Berjalan menuju kelas mereka yang mungkin saja sudah terdapat guru yang mengajar. Tapi jangan menganggap jika mereka akan mengikuti pelajaran itu. Karena nyatanya mereka hanya mengintip dari sela-sela jendela. Dan langsung merubah jalur menjadi berjalan ke arah rooftop.
Lebih baik mereka menghabiskan waktu di rooftop sampai bel pergantian guru terdengar. Dari pada harus mendapatkan hukuman yang menyuruh mereka semua untuk berdiri di depan kelas. Dengan salah satu kaki yang di angkat ke belakang serta kedua tangan yang memegang telinga.
Seluruh pandang mata seketika langsung tertuju ke arah pintu kelas. Melihat sosok Gerlan yang sedang berjalan masuk ke dalam kelas bersama ketiga temannya. Dengan tas ransel yang berada di pundak kanan mereka masing-masing.
Setelah menunggu cukup lama mereka akhirnya bisa masuk juga ke dalam kelas. Di sana sudah tidak ada lagi guru yang mengajar. Beberapa muridpun tampak merapihkan buku mereka kembali ke dalam tas.
"Dari mana lo semua jam segini baru masuk kelas?" tanya Tama memperhatikan Gerlan, Luky, Daniel, dan juga Revan yang baru saja berjalan melewati mejanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERLAN (END)
RomanceGerlan Mauriz, laki-laki tampan yang terkenal memiliki sifat sedingin es yang selalu menampilkan wajah datarnya. Selama 18 tahun ia menjalani hidup, ia sama sekali belum pernah merasakan yang namanya terpikat oleh perempuan. Hingga akhirnya waktu it...