****
"Lihat tuh si Gerlan, dia sendiri yang putusin Nafisha. Tapi dia juga yang nggak bisa move on," celetuk Luky memperhatikan Gerlan yang saat ini sedang duduk seorang diri di bangku taman. Sedangkan teman-temannya bersandar di beberapa pohon yang ada di sekitar tempat itu.
Sudah beberapa minggu setelah kabar Nafisha dan Gerlan mengakhiri hubungan. Laki-laki itu terlihat masih belum bisa melupakan sosok mantan kekasihnya. Berkali-kali Gerlan terpergok sedang memperhatikan foto Nafisha yang ada di dalam ponselnya sambil tersenyum.
Mereka yakin sebenarnya Gerlan masih sangat mencintai perempuan itu. Tapi karena beberapa hal dia harus terpaksa mengakhiri hubungan mereka. Mungkin dia berpikir ini adalah jalan yang terbaik. Daripada harus terus-terusan menghindar dari Nafisha.
"Biasa lah bro cowok kalau masih ada rasa sayang suka kayak gitu" timpal Daniel melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kenapa lo nggak coba buat jujur ke Nafisha. Sama apa yang lo rasain akhir-akhir ini?" tambah Revan berjalan mendekat ke arah Gerlan. Lalu mendudukkan tubuhnya di samping laki-laki itu.
"Sampai sekarang gue masih belum punya kata-kata yang pas. Buat jelasin semuanya ke dia."
Gerlan memainkan asal puntung rokok yang ada di jari-jari tangannya. Memutar puntung rokok itu sambil sesekali menjepitnya di antara bibir bawah dan juga atasnya. Sudah lebih dari sepuluh menit dia terus mengulang hal itu. Tanpa menyalakan puntung rokoknya menggunakan pematik api.
"Lo tinggal bilang, kalau selama ini lo menghindar dari dia karena merasa bersalah. Gampang kan?" Luky berbicara seraya mengangkat kedua pundaknya. Menatap Gerlan, Revan, dan Daniel yang berada di depan serta sampingnya secara bergantian.
Kemudian kembali menyandarkan tubuhnya pada pohon. Dengan kedua tangannya yang di lipat di depan dada. Tidak lupa juga salah satu kakinya yang di tekuk ke belakang.
"Lo nggak tahu gimana rasanya di posisi gue sekarang," cetus Gerlan mengambil pematik api yang tergeletak di samping tubuhnya. Menyalakan puntung rokok miliknya yang sudah terpasang di bibir. Menghirup benda itu ke dalam mulut lalu mengeluarkan secara perlahan. Hingga terlihat asap putih yang melayang di sekitar tempat mereka.
"Gue emang nggak tahu gimana rasanya jadi lo. Tapi seengganya gue bisa jelasin semua hal yang bikin gue nggak tenang. Tanpa harus nyakitin hati pacar gue sendiri," pungkas Luky berhasil membuat Gerlan terdiam di tempatnya.
"Menurut lo Nafisha benci sama gue?" tanya Gerlan menoleh sekilas ke arah Revan yang sedang duduk di sampingnya. Kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke depan.
Revan tampak menggeleng pelan. Salah satu tangannya bergetak merangkul pundak Gerlan. "Gue yakin Nafisha nggak benci sama lo. Dia cuma masih bingung apa sebenarnya yang buat sikap lo berubah ke dia."
Gerlan membuang puntung rokok miliknya ke tanah. Menginjaknya menggunakan sepatu hingga tidak berbentuk lagi. Percuma ia menghisap benda itu jika pikirannya masih saja tidak bisa tenang.
Suara dering ponsel membuat semua yang ada di sana menoleh ke arah Daniel. Menatap laki-laki itu yang saat ini sedang terburu-buru mengambil ponsel miliknya yang berada di dalam saku celana. Dia sempat menoleh sekilas ke arah teman-temannya. Sebelum melangkah pergi meninggal tempat itu untuk mengangkat telepon dari seseorang yang berada di seberang sana.
"Kenapa si Daniel? Nggak biasanya dia kayak gitu," cetus Luky memperhatikan Daniel yang sekarang sedang berdiri di dekat dinding yang berada lumayan jauh dari taman.
Laki-laki itu jelas sekali sedang menyembunyikan sesuatu dari mereka bertiga. Karena biasanya jika salah satu dari mereka ada yang mendapatkan telepon. Mereka akan menjawabnya di tempat yang sama. Dan tidak berpindah sedikitpun seperti yang di lakukan oleh Daniel saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERLAN (END)
RomanceGerlan Mauriz, laki-laki tampan yang terkenal memiliki sifat sedingin es yang selalu menampilkan wajah datarnya. Selama 18 tahun ia menjalani hidup, ia sama sekali belum pernah merasakan yang namanya terpikat oleh perempuan. Hingga akhirnya waktu it...