****
Revan berkali-kali melihat ke arah jam yang melingkar sempurna di pergelangan tangan kirinya. Dengan raut wajah yang terlihat begitu cemas. Karena sampai sekarang ia belum juga melihat kehadiran Gerlan di dalam kelas mereka. Padahal bel masuk akan segera berbunyi sekitar lima menit lagi.
Semenjak kejadian kemarin sore Gerlan tiba-tiba saja susah sekali untuk di hubungi. Bahkan ponselnya juga sampai tidak aktif. Revan, Luky, dan Daniel sudah mencoba untuk menanyakan tentang keberadaan laki-laki itu. Kepada Lovata dan juga Amanda lewat telepon. Tapi tidak ada satu pun jawaban dari mereka berdua.
Suara bel masuk baru saja berbunyi dengan suara yang begitu nyaring. Menandakan bahwa Gerlan memang tidak akan datang ke kelas hari ini.
"Bagaimana kalau setelah pulang sekolah kita langsung datang ke rumah Gerlan?" saran Luky kepada teman-temannya yang langsung di setujui oleh mereka. Sepertinya memang lebih baik mereka mendatangi rumah Gerlan. Dan bertanya langsung tentang keberadaan laki-laki itu kepada orang tua serta Adik perempuannya.
"Lo berdua ada pikiran nggak. Kalau sebenarnya Gerlan sekarang lagi bolos bareng Nafisha?" celetuk Daniel secara tiba-tiba. Mungkin saja hal itu bisa terjadi walaupun sebenarnya mereka berdua sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
"Nggak mungkin. Karena tadi gue sempat lihat Nafisha masuk ke kelasnya bareng Aqilla, Davira, sekaligus Vania," ungkap Revan seraya mengeluarkan buku-buku pelajaran miliknya dari dalam tas. Kemudian meletakkannya di atas meja.
Kebiasaannya sejak dulu memang tidak pernah berubah, yaitu mengeluarkan buku pelajaran sebelum guru yang mengajar masuk ke dalam kelas.
"Lo ke mana si Gerlan. Seneng banget bikin teman-teman lo ribet," gumam Luky meletakkan tas ransel miliknya ke atas meja. Menaruh kepalanya di atas tas ransel hitam itu. Seraya memejamkan kedua matanya menghadap ke arah dinding kelas yang berada di sebelah kanan.
Daniel yang saat ini hanya duduk seorang diri di pojokan. Hanya bisa memperhatikan Revan dan Luky yang duduk di satu meja yang sama secara bergantian. Jika di pikir-pikir mereka berdua sebenarnya memiliki kepribadian yang sangat jauh berbeda. Seperti langit dan bumi, mungkin?
"Lo kenapa ngeliatin gue kayak gitu?!" tanya Revan sedikit sewot. Pasalnya saat ia ingin menoleh ke samping. Ia langsung dikejutkan oleh Daniel yang sedang menatap ke arahnya dengan raut wajah datar. Ingin sekali ia melempari laki-laki itu menggunakan kamus tebal miliknya yang ada di dalam tas.
"Gue mau langsung siap-siap lari keluar kelas. Kalau lo sampai kesurupan di tempat," ujar Luky yang sudah kembali membuka kedua matanya. Karena merasa terganggu dengan suara Revan tadi.
Luky mengambil tas miliknya yang ada di atas meja. Lalu menyampirkan tas itu di pundak kanannya dengan salah satu kakinya yang ia luruskan keluar jalur. Seperti memang akan bersiap-siap untuk lari.
"Kamu mau ke mana Luky?" tanya seseorang secara tiba-tiba. Membuat Luky yang mendengar suara itu seketika langsung mengalihkan pandangannya ke arah papan tulis. Dan terkejut ketika melihat sosok Bu Lila yang sudah berdiri tegap di sana.
"Saya nggak ke mana-mana kok Bu." Luky menaruh kembali tas ranselnya di atas meja. Kemudian menarik kaki kanannya agar tidak menghalangi jalan.
"Boong tuh Bu! Luky tadi lagi siap-siap buat keluar kelas. Katanya malas ikut pelajaran Ibu," teriak Daniel dari tempat duduknya. Membuat murid-murid yang ada di dalam kelas itu menoleh.
"Apa benar kata Daniel tadi?" Bu Lila perlahan mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah Luky, yang sudah mengeluarkan keringat dingin sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERLAN (END)
عاطفيةGerlan Mauriz, laki-laki tampan yang terkenal memiliki sifat sedingin es yang selalu menampilkan wajah datarnya. Selama 18 tahun ia menjalani hidup, ia sama sekali belum pernah merasakan yang namanya terpikat oleh perempuan. Hingga akhirnya waktu it...