****
Siang hari ini semua orang tampak berkumpul di pemakaman Gian. Mulai dari anggota Refour, Nevar, dan beberapa murid serta guru dari SMA Pelita Bangsa juga ikut hadir di sana. Namun tidak dengan sosok Gerlan, karena laki-laki itu masih harus berada di rumah sakit untuk memulihkan kembali keadaannya.
Satu persatu dari mereka mulai meninggalkan area pemakaman. Menyisahkan Lovata, Amanda, dan Nafisha. Dua orang dari mereka mencoba untuk menenangkan Lovata, yang tidak henti-hentinya menangis meratapi kepergian suaminya.
Sedangkan Amanda kini sudah mulai sedikit tenang. Walaupun rasa kehilangan itu masih begitu melekat di dalam hatinya. Ia senang Gian sudah tidak lagi merasakan dinginnya jeruji besi. Tapi sekarang ia merasa semakin jauh dari Gian. Karena mereka berdua sudah berada di dunia yang berbeda, di mana ia tidak bisa lagi melihat raut wajah pria itu.
"Ma, ayo kita pulang," ucap Amanda seraya menyentuh salah satu pundak Lovata. Mengajak wanita itu untuk segera pergi dari sana. Setelah hampir dua puluh menit terdiam dan hanya menatapi nisan di hadapannya.
"Kalian duluan saja," sahut Lovata tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun ke belakang. Amanda yang mendengar itu tampak menghembuskan nafas kasarnya. Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana cara membujuk Mamanya agar mau pergi dari sana.
"Tante, lebih baik sekarang kita jenguk Kak Gerlan di rumah sakit. Pasti dia juga sedang merasa kehilangan seperti Tante dan Amanda," tutur Nafisha berharap jika ucapannya kali ini bisa di dengar oleh Lovata.
Senyum kecil tanpa sadar terbit di kedua sudut bibir Nafisha dan juga Amanda. Ketika melihat Lovata yang perlahan mulai bangkit dari posisinya. Berjalan meninggalkan makam Gian untuk menuju parkiran yang terletak tidak terlalu jauh dari tempat mereka.
"Kita ke rumah sakit Kak," ucap Nafisha kepada Dava yang sudah duduk di bangku kemudi. Laki-laki itu langsung membeli tiket penerbangan untuk pulang. Setelah mendapat kabar dari Nafisha jika Gian meninggal dunia.
Dava sama sekali tidak mengingat soal kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Karena yang ada di pikirannya hanya sosok Gian yang dulunya adalah teman baik Dylan.
Nafisha milirik ke arah kaca spion mobil yang ada di sampingnya. Memperhatikan para anggota Refour yang setia mengawal mobil mereka dari belakang, sejak masuk dan keluar area pemakaman. Solidaritas mereka memang tidak bisa di ragukan lagi saat ini.
Nafisha menyandarkan tubuhnya pada kursi. Merasa tidak sabar menunggu mobil yang di tumpanginya tiba di rumah sakit. Agar ia bisa segera melihat keadaan Gerlan, karena ia sama sekali belum mendengar kabar tentang laki-laki itu setelah Revan mengantarnya pulang kemarin.
****
Suasana di sekitar rumah sakit kini tampak begitu ricuh. Setelah salah satu suster di sana tidak menemukan sosok Gerlan di dalam kamar inapnya. Laki-laki itu hanya menyisahkan jarum infus yang di lepas paksa serta pakaian pasien di atas brangkarnya.
Entah apa yang ada di dalam pikiran Gerlan. Hingga dia bisa melakukan hal bodoh yang mungkin saja bisa memperburuk keadaannya.
Seluruh anggota Refour mulai dari Revan, Luky, dan Dava berpencar ke setiap sudut rumah sakit. Mencari keberadaan Gerlan yang mungkin saja masih ada di sekitar tempat itu. Begitupula Nafisha yang mencoba mencari ke taman dan rooftop. Namun tidak juga menemukan orang yang mereka cari.
"Gimana Kak?" Amanda bangkit dari posisi duduknya. Berdiri di hadapan Nafisha yang baru saja kembali ke lorong di mana kamar inap Gerlan berada. Perempuan itu tampak mengatur nafasnya lalu menggeleng.
"Dia pasti ada di makam Papanya," ucap Lovata secara tiba-tiba. Membuat Nafisha dan Amanda menoleh ke arahnya secara bersamaan.
"Apa Tante yakin?" tanya Nafisha yang langsung di angguki oleh wanita itu. Lovata mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya kemudian memberikannya kepada Nafisha seraya bangkit dari posisi duduknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/215055423-288-k300427.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GERLAN (END)
RomanceGerlan Mauriz, laki-laki tampan yang terkenal memiliki sifat sedingin es yang selalu menampilkan wajah datarnya. Selama 18 tahun ia menjalani hidup, ia sama sekali belum pernah merasakan yang namanya terpikat oleh perempuan. Hingga akhirnya waktu it...